Penjelasan diatas adalah narasi dari sedikit cerita yang muncul dari produk budaya manusia.
Suatu ketika ketika Joko dan rekan kerjanya (jabatan dibawah Joko) sedang berbincang-bincang:
Rahman : "Pak kenapa saya kok nggak bisa nabung-nabung yah? Bekerja dari dulu kok nggak dapat hasil apa-apa?"
Joko: "Kalau urusan yang satu itu panjang Pak permasalahannya. Bisa jadi karena pengeluaran kita yang memang berlebihan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu."
Rahman: "Maksudnya Pak?"
Joko: "Contoh kecil, sekarang Bapak memakai sepatu yang sangat bagus dengan merk yang lumayan terkenal. Saya taksir harganya sekitar 1,5 jutaan, benar nggak Pak?"
Rahman: "Benar, masalahnya dimana dengan sepatu saya itu?"
Joko: "Sepatu Bapak tidak salah, yang salah adalah waktu dan tempat memakainya. Bapak kan disini untuk kerja dan pada saat Bapak kerja itu yang melihat hanya saya. Buat apa Bapak memakai sepatu bagus-bagus? Saya saja yang atasan Bapak memakai sepatu yang hanya seharga Rp. 35 ribu saja. Nahhh...kalau selisih Rp 1.465.000,- itu bapak tabung, kan bisa bapak dapatkan tabungan yang lumayan."
Rahman: "Iya juga sih Pak. Habis saya bingung mau diapakan uang laki-laki saya!"
Joko: "Apa itu uang laki-laki?"
Rahman: "Ahhhh...bercanda Pak Joko! Masa tidak tahu definisi uang laki-laki sih?"
Joko: "Bener....saya benar-benar tidak tahu!"
Rahman: "Uang laki-laki itu adalah uang yang didapat dari sebagian gaji yang Isteri kita nggak tahu Pak. Gaji yang 30% itu isteri saya tidak tahu Pak."
Dalam dunia Maritim (pelaut), pekerja biasanya gajinya dibagi dua:70% diserahkan ke rekening isteri dan 30% diterima di tempat kerja.
Joko: "Whuahhh...itu namanya penipuan Pak Rahman. Harusnya dalam rumah tangga itu yang terpenting adalah keterbukaan dalam segala hal. Mungkin karena hal tersebutlah yang membuat Bapak tidak mempunyai tabungan sampai saat ini. Coba Bapak lebih terbuka, saya yakin tabungan Bapak bisa menjadi besar."
Rahman: "Tapi kita kan laki-laki Pak. Kalau lagi cuti kan tidak mendapat gaji, masak kita harus meminta-minta sama isteri padahal kita yang bekerja?"
Joko: "Apa salahnya? Jangan melihat laki-laki atau perempuan jaman sekarang Pak, semua sama! Kalau Bapak membiasakan diri dengan uang laki-laki, terus isteri bapak membiasakan diri dengan uang perempuan dan anak bapak membiasakan diri dengan uang anak-anak. Mau punya gaji berapa agar Bapak punya tabungan? Uang laki-laki itu produk ego laki-laki yang tidak mau ada aturan untuknya di dalam rumah tangganya. Sedang salah satu pondasi bagi kelanggengan rumah tangga kan yah adanya peraturan-peraturan itu. Hal itu saya rasa yang harus Pa Rahman perbaiki dulu kalau memang mau memiliki tabungan dalam rumah tangga Bapak."
Percakapan mereka terhenti karena terdengar suara kaki Nakhoda kapal mendekati tempat mereka bekerja.