Tumpukan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme hari ini menjadi pukulan telak bagi partai politik di Indonesia. Hal ini ditandai dengan ditahanya beberapa petinggi partai politik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan keterlibatan sejumlah kader partai politik yang telah menjadi politisi Senayan termasuk yang ada di lintas kementerian dalam kasus- kasus korupsi skala besar. Memalukan memang. Ditengah sistem demokrasi Indonesia yang menjadikan parpol sebagai mesin kaderisasi utamanya, tokoh- tokoh partai politik malah harus berhadapan dengan KPK (jeruji di KPK). Persoalanya adalah? Apakah tindakan oknum tersebut karena faktor subjective (personalnya) atau memang tindakan ini dilakukan karena jabatan strategisnya di parpol tertentu?
Tidak sedikit elit parpol yang menjawab tudingan yang cenderung menyalahkan parpol itu dengan cercaan yang membabi buta. Sayang, KPK telah membuktikan kepada publik bahwa korupsi yang terjadi dan semakin menggurita itu, yang dilakukan elit partai politik di negeri ini, terjadi karena jabatan atau peran strategisnya sebagai elit partai politik.
Partai politik, atas kondisi ini, mau tidak mau harus mau berbenah. Membenahi dapur organisasi hingga membenahi perilaku para elitnya. Parpol juga harus berani untuk diaudit keuanganya secara transparan dan akuntabel
(Marcell Gunas)