Peristiwa "Malapetaka Lima Belas Januari " yang kemudian disingkat " Malari" itu terjadi 44 tahun yang lalu. Menjelang dan sesudah terjadinya peristiwa itu sudah muncul anggapan di masyarakat bahwa yang terjadi adalah persaingan internal pada ring satu Suharto. Pada pertengahan tahun 1973 persaingan tersebut semakin terasa.
Untuk mengikat solidaritas diantara mahasiswa dikembangkan issu anti produksi buatan Jepang. Kelihatannya pada masa itu issu ini cukup ampuh untuk menggelorakan semangat mahasiswa.Dikembangkan anggapan ( dan nyatanya memang demikian ) bahwa kita sudah sangat dikuasai oleh produk produk Jepang .Hal seperti itu tentu menyinggung harga diri dan kehormatan kita sebagai sebuah bangsa.
Muncul berbagai unjuk rasa yang mengecam " penjajahan" gaya baru oleh Negara Matahari Terbit itu. Kelihatannya pemilihan issu itu cukup cerdas karena siapa yang mau kalau disebut bangsanya dijajah oleh bangsa lain . Mahasiswa melalui organisasi internalnya yaitu Dewan Mahasiswa untuk tingkat universitas dan Senat Mahasiswa untuk tingkat fakultas hampir semuanya bergerak dengan mengumandangkan koor tunggal " anti produk Jepang".
Perlu diingat pada tahun 1974 ,mahasiswa masih diliputi kenangan romantik karena keberhasilannya pada tahun 1966 menurunkan Sukarno dari puncak kekuasaannya.
Secara sepintas terkesan ,mahasiswa terutama Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia dengan ketuanya Hariman Siregar sangat pro kepada Jenderal Sumitro yang menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau disingkat Pangkopkamtib.
Kopkamtib ini lembaga yang sangat ditakuti karena dapat menahan siapapun tanpa proses peradilan.Dengan dalih subversif atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ideologi negara maka orang orang yang demikian akan mendekam dalam tahanan tanpa melalui proses hukum.
Lembaga ini jugalah yang digunakan Orde Baru untuk mengamankan " pelaksanaan pembangunan" .Siapa yang merintangi nya akan dianggap mengganggu stabilitas politik.
Karenanya lah sosok yang memegang jabatan ini haruslah yang benar benar dipercaya oleh Suharto. Jenderal Sumitro adalah seorang militer yang cerdas.
Ia lahir di Probolinggo pada 13 Januari 1927 dan wafat di Jakarta pada 10 Mei 1998. Pada tahun 1974 selain menjabat Pangkopkamtib ia juga memegang jabatan prestisius lainnya yakni Wakil Panglima ABRI Wapangab) , sedangkan Pangabnya adalah Jenderal Maraden Panggabean. Berarti pada tahun 1974 ,jenderal bintang empat ini berumur 47 tahun.
Jabatan pada jajaran ABRI yang pernah diembannya antara lain Pangdam Brawijaya,Deputy Operasi Menpangad,Kastaf Hankam ,Wapangkopkamtib dan kemudian Pangkopkamtib. Kuat dugaan Jenderal Sumitro bersaing ketat dengan kepercayaan Suharto yang lain yaitu para Asisten Pribadi ( Aspri) nya.
Para Aspri ini terdiri dari para jenderal yaitu, Ali Murtopo,Sujono Humardhani dan Suryo.
Yang paling menonjol diantara mereka adalah Ali Murtopo yang menjabat sebagai Aspri bidang Khusus. Ali Murtopo sering ditugasi oleh Suharto untuk melakukan berbagai operasi khusus dan ia terbilang sukses menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pada masa itu posisi Aspri terutama Ali Murtopo cukup kuat dan para Aspri ini juga sering dianggap sebagai kabinet bayangan.
Dalam suasana persaingan yang demikian ,Jenderal Sumitro mengemukakan gagasan tentang komunikasi dua arah dan pola kepemimpinan baru .Gagasan yang demikian ditanggapi sebahagian kalangan sebagai sinyal untuk menggoyang kepemimpinan Suharto. Persaingan yang tajam antara Sumitro dengan Ali Murtopo dan para Aspri lainnya menemui titik ledaknya pada 15 Januari 1974. Peristiwa itu terjadi pada saat kunjungan Perdana Menteri Jepang ,Kakuei Tanaka ke Jakarta.
Dengan issu anti produk Jepang ,mahasiswa bergerak dibawah pimpinan Hariman Siregar ,Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia. Konsentrasi mahasiswa sudah memenuhi bundaran air mancur didepan Bank Indonesia .Ada kesan yang kuat mahasiswa akan bergerak menuju istana karena pada saat itu Suharto sedang mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka.Jenderal Sumitro datang menemui mahasiswa dan berpidato di tengah mahasiswa.Namun menurut rumor yang berkembang ,kehadiran Sumitro di tempat itu justru digunakan lawan lawan politik nya untuk menyudutkannya di mata Suharto.
Muncullah tuduhan bahwa Sumitro sengaja menggalang kekuatan mahasiswa yang akan bergerak menuju istana dan meminta Suharto untuk turun panggung. Ditengah tengah aksi mahasiswa yang demikian itu ,terjadilah pembakaran di proyek Senen dan diberbagai tempat lainnya di Jakarta. Di beberapa tempat tersebut para demonstran membakar mobil mobil buatan Jepang ,menghancurkan toko toko yang menjual mobil buatan Jepang.Penjarahan juga terjadi di beberapa lokasi.
Menurut berbagai informasi, pada peristiwa itu lebih 500 mobil dirusak ,lebih dari dua ratus mobil dibakar ,ratusan sepeda motor juga dibakar dan 5 buah bangunan ludes dibakar diantaranya 2 blok di pasar Senen. Terhadap terjadinya pembakaran yang demikian muncul kesan yang kuat bahwa yang melakukan pembakaran dan penjarahan itu bukanlah para mahasiswa tetapi ada tokoh yang menggerakkan massa untuk membuat keributan dan keonaran.