Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Saat Gubernur Duduk di Kelas Ekonomi Angkutan Umum

21 Desember 2010   01:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33 666 0
Saat ini, anak bangsa merindukan contoh dan teladan dari pejabat negara. Di antara carut marut sikap dan perilaku buruk pejabat negeri ini, masih ada yang bisa diteladani dari mereka yang jarang dipublikasikan media. Mungkin karena media massa masih berpegang pada istilah "bad news is a good news" sehingga tiap hari kita sering mendengar atau dijejali dengan berita negatif tentang negeri ini, termasuk pejabatnya.

Adalah bagai seteguk air yang sejuk di tengah panas yang terik ketika kita mendengar ada pejabat negri ini yang bisa memberi contoh. Coba kita dengar Taufiq Ismail menceritakan kisahnya seperti yang dituturkan pada Susilo Abadi Piliang dan dimuat Harian Singgalang pada 14 Desember yang lalu dengan judul Gubernur Duduk di Kelas Ekonomi. Berikut ceritanya.

Pesawat Garuda GA 162 dari Padang, mendarat mulus di Bandara Soekarno Hatta, Senin (13/12). Saya dan istri ada di pesawat yang sama. Kami yang duduk di bagian ekonomi, tak tahu persis siapa saja gerangan yang duduk di kelas eksekutif. Perjalanan 90 menit setelah selesai, kami harus bergegas untuk urusan masing-masing. Di antara yang bergegas itu, ada Gubernur Sumbar, Prof. Irwan Prayitno.

Para penumpang kelas eksekutif dijemput dengan mobil khusus, namun karena Irwan duduk di kelas ekonomi, maka naik buslah ia bersama-sama kami. Bergelantungan. Apa adanya. Menurut saya ada gubernur di Indonesia yang duduk di kelas ekonomi dalam sebuah penerbangan adalah istimewa. Mungkin bagi orang lain tidak. Kabarnya Gamawan Fauzi juga begitu ketika ia jadi gubernur. Pemilik Singgalang, Basril Djabar, juga begitu, meski ia sudah jadi komisaris PT Semen Padang.

Gubernur Irwan terlihat oleh istri saya melangkah ke ruang ekonomi. Di sini rakyat badarai memilih tempat duduk, sesuai kemampuan keuangan masing-masing. Tidak seorang pun di antara kami yang akan berkecil hati, jika Irwan Prayitno, duduk di eksekutif, sebab ia gubernur. Kami bangga kalau gubernur duduk di kursi yang nyaman.

Namun saya tak percaya, kenapa ia melangkah ke ruang rakyat ini. Saya dan istri duduk di kursi 5 AB, Gubernur Irwan justru lebih ke belakang lagi, 12 C. Kami berbasa-basi sejenak, lantas Irwan meluncur ke belakang, tenggelam di kursinya.

Saya sudah lama juga hidup, sering naik pesawat bersama banyak orang dari pejabat tinggi hingga orang biasa. Bagi saya ada gubernur rendah hati seperti ini, menjadi obat. Ia tak berjarak dengan rakyat. Ia tampil apa adanya.

Begitulah ketika Garuda mendarat di Cengkareng, kami tak bisa pakai pintu garbarata, sehingga harus dijemput pakai bus besar. Semua penumpang kelas ekonomi naik ke sana. Juga Gubernur Sumbar. Bersama kami, ia berdesak-desakan dan bergelantungan. Bagi saya ini memang luar biasa, ketika para pejabat kita merasa risih duduk di kelas ekonomi. Bagi saya ini juga sebuah keteladanan, ketika di banyak bandara, ada lahan parkir khusus untuk pejabat, persis di mulut pintu kedatangan.

Pejabat di Indonesia & Eropa

Jika di Indonesia, para menteri, kepala daerah menggunakan jasa transportasi umum dapat dinilai sebagai hal yang luar biasa. Tidak demikian halnya di negara-negara maju di Eropa, seperti Belanda, Inggris dan Jerman. Dalam keseharian, belakangan ini, pemandangan seperti itu di negara-negara yang disebutkan tadi bukanlah pemandangan yang aneh. Bahkan, mereka menggunakan transportasi umum tanpa pengawalan.

Di Eropa sana, menteri, gubernur maupun walikota sudah terbiasa naik train, bus. Sedangkan mobil dinas mereka diperlukan sewaktu-waktu untuk mengangkut dokumen-dokumen sang mentri maupun kepala daerah.

Menurut Willy Laurens, 61, pengusaha nasional Belanda, yang merupakan indo Belanda Depok, belakangan ini pemerintah setempat menganjurkan para menteri untuk menggunakan transportasi umum, hal itu dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran. Belanda tahun ini mengalami defisit anggaran untuk bidang militer. Sedangkan Jerman dan Inggris melakukan pengurangan defisit anggaran hingga 40 persen untuk periode 2010-2014, sebagai bagian dari upaya konsolidasi fiskal.

Membaca tulisan di atas, saya hanya bisa berharap semoga kita bisa semakin banyak melihat, membaca dan mendengar teladan dan contoh yang baik dari pejabat negeri ini. Dengan begitu semoga keteladanan mereka bisa memberi manfaat bagi diri dan bangsa ini. Aamiin.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun