Oleh: Dhiya Muhammad Fatimah Puspadina, Farid Akbar, Manuella Pramunditya Widyandari, Zhafira Faras Aulia
Pernahkah kamu merasa takut, cemas, atau memiliki pola pikir yang tidak berasal dari pengalaman pribadimu? Seolah ada kecemasan, reaksi, atau bahkan kecenderungan penyakit yang terasa begitu dalam, tetapi kamu tidak tahu penyebabnya.
Ilmu pengetahuan modern mengungkap misteri mengejutkan bahwa perasaan atau reaksi seperti itu kemungkinan merupakan warisan emosional yang telah mengalir turun-temurun dari keluargamu, jauh sebelum kamu dilahirkan.
DNA sebagai Penyimpan Cerita Emosional Leluhur
Riset genetika terbaru mengungkapkan bahwa DNA tidak hanya sekadar blueprint biologis, untuk membentuk tubuh, tetapi juga bisa menyimpan “cerita emosional” dari para leluhur. Artinya, perasaan seperti trauma atau ketakutan yang mereka alami di masa lalu dapat diwariskan ke generasi selanjutnya melalui gen. Para ilmuwan yakin bahwa pengalaman-pengalaman berat tersebut dapat memengaruhi cara kita berpikir dan bereaksi, meskipun kita sendiri tidak pernah mengalaminya secara langsung.
“Mind doesn’t dominate body, it becomes body — body and mind are one. (…) the body is the actual outward manifestation, in physical space, of the mind”
— Candace Pert, PhD, Neuroscientist & Pharmacologist.
Pernyataan revolusioner tersebut membuka pemahaman baru tentang bagaimana trauma dan emosi dapat diwariskan antargenerasi. Ini bukan sekadar cerita, melainkan kenyataan ilmiah yang membuktikan bahwa setiap pengalaman emosional memiliki kemampuan untuk mengubah struktur genetik, seperti menciptakan "memori" yang dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
Misalnya, seorang remaja yang tiba-tiba mengalami alergi gandum yang hampir mematikan. Setelah ditelusuri ternyata, empat generasi sebelumnya, leluhurnya pernah mengalami pembantaian di ladang gandum. Trauma itu ternyata terekam dalam gen keluarga dan memengaruhi reaksi tubuh keturunan mereka. Ini menunjukkan bahwa DNA bisa menyimpan "memori emosional" yang suatu saat bisa aktif dan memengaruhi tubuh kita.
Emosi sebagai Pengendali Tersembunyi dalam Struktur DNA
Gregg Braden dalam bukunya, Walking between the Worlds, mengutip penelitian menarik yang membuktikan bahwa emosi dapat memengaruhi DNA secara langsung. Emosi seperti ketakutan, harapan, atau trauma bekerja seperti tombol saklar, yang bisa menghidupkan atau mematikan gen tertentu dalam tubuh kita. Hal ini seperti memiliki operator rahasia di dalam diri kita, yang dapat mengatur gen mana yang aktif atau tidak. Jadi, perasaan dan pengalaman kita punya pengaruh besar terhadap cara tubuh kita bekerja, bahkan lebih besar dari yang pernah kita duga.
Pengaruh Pikiran dan Emosi terhadap Warisan Genetik
Dr. Ernest Rossi, seorang psikolog terkenal, menjelaskan bahwa pikiran, emosi, dan pengalaman sehari-hari kita bisa memengaruhi cara gen bekerja. Seolah-olah setiap pikiran dan perasaan kita adalah pena yang dapat menulis ulang sebagian cerita genetik kita. Berita baiknya, kita tidak harus terjebak oleh "warisan genetik" yang mungkin membatasi hidup kita. Dengan teknik tertentu seperti penyembuhan dan kesadaran mendalam, kita bisa mengubah pola genetik yang membatasi.
Contoh lain yang mencengangkan adalah seorang anak kecil yang tiba-tiba sangat takut saat mendengar kembang api. Setelah ditelusuri, ternyata kakeknya pernah mengalami trauma mendalam saat berperang, yaitu suara dentuman senjata mematikan. Seolah-olah ketakutan itu diwariskan melalui "memori genetik" yang tidak terlihat namun sangat nyata.
Para ahli genetika menemukan bahwa emosi bukan hanya sekadar pengalaman pribadi, melainkan seperti saklar yang dapat menyalakan atau mematikan gen tertentu. Setiap trauma memiliki potensi untuk "mengunci" atau "membuka" kode genetik tertentu sehingga memengaruhi cara tubuh dan pikiran kita bekerja.
Pertanyaannya sekarang adalah: Cerita apa yang tersembunyi dalam gen-mu? Warisan emosional apa yang mungkin telah mengalir tanpa kamu sadari?
Yang pasti, DNA bukanlah vonis mati. Dengan kesadaran dan keberanian, kita bisa menulis ulang cerita genetik kita, sedikit demi sedikit, dan menciptakan hidup yang lebih baik.
REFERENSI
Yehuda, R., & Lehrner, A. (2018). Intergenerational transmission of trauma effects: putative role of epigenetic mechanisms. World Psychiatry, 17(3), 318-319.
Kellermann, N. P. (2013). Epigenetic transmission of Holocaust trauma: can nightmares be inherited? The Israel Journal of Psychiatry and Related Sciences, 50(1), 33-39.