Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Cilegon kembali melaksanakan razia minuman keras (miras) di sejumlah warung Jamu di Kecamatan Citangkil pada Rabu malam, 16 Oktober 2023.
Dari hasil razia di warung jamu itu, petugas menyita sebanyak 140 botol miras dari berbagai jenis dan merek. Hasil sitaan lebih banyak dari pada razia sebelumnya, hanya 125 botol dari tiga kecamatan sepert Cibeber, Citangkik dan Ciwandan, pada 2 Oktober 2024 lalu.
Dasar hukunya tentu saja pada penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2001 yang mengatur tentang pelanggaran kesusilaan, minuman keras (miras), perjudian, serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Salut dengan Satpol PP yang rutin melakukan razia miras, terutama di tempat-tempat yang dianggap ilegal atau melanggar peraturan daerah, seperti warung jamu.
Namun, yang menarik adalah ketika tindakan penegakan hukum ini terlihat tidak konsisten. Satpol PP Cilegon yang tampak berani melakukan razia miras di warung jamu, tetapi terkesan "tak berkutik" atau tidak bertindak tegas terhadap miras yang dijual di kafe-kafe yang beroperasi di Jalan Protokol Kota Cilegon.
Tebang pilih ini menimbulkan pertanyaan tentang keberanian, konsistensi, dan keadilan Satpol PP Cilegon dalam penegakan hukum yang telah dilakukan.
Penegakan pPerda tentang larangan miras adalah salah satu tugas penting bagi Satpol PP Cilegon, karena peredaran miras telah diatur dan dilarang melalui Perda, sehingga tindakan razia di warung jamu yang menjual miras menjadi bagian dari upaya menjaga ketertiban masyarakat dan meminimalkan dampak negatif dari konsumsi alkohol.
Keberanian Satpol PP Cilegon yang melakukan razia miras di warung jamu terkadang dilihat sebagai tindakan yang "memilih yang mudah". Warung jamu sering kali merupakan usaha kecil, sehingga relatif lebih mudah bagi petugas untuk menindak dan menyita barang bukti.
Hal ini berbeda dengan kafe-kafe penjual miras yang memiliki pelanggan tetap dan mungkin memiliki koneksi dengan pihak-pihak tertentu, sehingga razia di tempat-tempat tersebut bisa menimbulkan resistensi atau benturan yang lebih kuat.
Satpol PP Cilegon terang-terangan melakukan ketidakadilan dalam penerapan hukum, di mana tindakan tegas hanya ditujukan kepada warung jamu saja, sementara kafe-kafe yang berderet di Jalan protokol yang bebas jual botol-botol miras terkesan tidak tersentuh, alias kebal hukum.
Jika memang ada pelanggaran hukum yang sama, seharusnya penegakan hukum dilakukan secara konsisten di semua tempat tanpa memandang besar kecilnya usaha. Situasi ini dikhawatirkan menimbulkan anggapan bahwa ada "pilih kasih" dalam pelaksanaan tugas Satpol PP Cilegon, di mana usaha kecil lebih rentan menjadi sasaran daripada usaha yang lebih besar.
Selain itu, publik mungkin mempertanyakan apakah ada faktor-faktor lain, seperti kepentingan ekonomi, politik, atau sosial yang mempengaruhi keputusan penegakan hukum?
Bukan rahasia umum lagi, sejumlah kafe seperti di kawasan Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang terang-terangan menjual miras di dalam pitcher kaca yang tersaji di atas meja. Kafe-kafe ini mendapatkan perlakuan berbeda tanpa tersentuh razia. Padahal jika dasarnya ilegal, adakah kafe yang punya izin menjual miras di Cilegon?