Perpustakaan di Alun-alun Bandung
Oleh : Jamaludin Wiartakusumah
Rencana atau usul pemerintah Kota Bandung untuk merevitalisasi atau mengalihfungsikan pusat perdagangan Plaza Palaguna Nusantara di sisi timur Alun-alun Bandung menjadi gedung perpustakaan (Kompas 29 Maret 2010) adalah rencana yang luar biasa cerdas yang patut diacungi jempol.
Di tengah kecenderungan untuk merubah bangunan dan kawasan apapun menjadi ruang komersial, usulan ini merupakan langkah berani yang menunjukkan semangat intelektual kota Bandung di tengah konsumerisme yang merebak dimana-mana.
Kehadiran perpustakaan di kawasan Alun-alun Bandung, selain akan meningkatkan budaya literasi, juga akan membuat alun-alun memilikiruang publik yang akan lebih meningkatkan kualitasnya. Sebab, setiap sisinya saling mendukung atau menyeimbangkan. Di barat ada mesjid raya, di barat daya ada kawasan perdagangan, di selatan terdapat pendapa (bekas kabupaten Bandung dan sekarang rumah dinas Walikota Bandung), di utara ada perkantoran dan di timur terdapat perpustakaan.
Kehadiran perpustakaan ini barangkali dapat diibaratkan sebagai hadiah bagi alun-alun, setelah masjid yang digabung di bagian barat lahan dan tempar parkir di bawahnya. Hadiah atas perannya dalam sejarah kota.
Pada saat bulan puasa, Alun-alun adalah salah satu tempat favorit ngabuburit karena dekat dengan kawasan perdagangan dan masjid raya. Dengan perpustakaan di kawasan tersebut, ngabuburit di alun-alun akan lebih menarik dan bermanfaat karena ada sinergi antara perpustakaan dan masjid raya.
Kehadiran perpustakaan di bekas gedung Plaza Palaguna Nusantara sah-sah saja dan saya pikir sangat baik. Selain menjadi solusi yang elegan atas kondisi plaza sekarang, juga tidak menyalahi cetak biru (blue print) kawasan alun-alun konvensional. Sebab, sejak jaman kolonial pun kawasan itu tidak pernah hanya sebagai kawasan komersial. Apalagi, peran tradisional alun-alun telah lama pensiun sejak berubah menjadi taman.
Sebagai perpustakaan, gedung Plaza Palaguna Nusantara akan mempunyai nilai monumental bagi Kota Bandung, yaitu menjadi simbol dan semangat sebagai kota intelek yang lebih kuat. Pasalnya, lokasi perpustakaan kota yang sekarang berada di jalan Cikapundung, belum cukup layak sebagai simbol intelektualitas Bandung. Selain gedungnya tidak cukup monumental, posisinya nyelap di belakang Gedung Merdeka.
Pamornya jauh di bawah Gedung Merdeka di depannya, meski dibandingkan dengan perpustakaan umum di belakangnya, Gedung lebih sering menjalani hari-harinya dalam kebisuan dan kesepian karena minimnya kegiatan.
Kota dan Perpustakaan
Di negara maju, seperti Belanda, perpustakaan umum sebagai bagian sehari-hari warga kota tampak dari lokasi perpustakaan di pusat keramaian. Sekedar contoh, perpustakaan pusat (centrale bibliotheek) Den Haag bersebelahan dengan balaikota (stadhuis). Di seberangnya terbentang dua jalan pusat perdagangan/pertokoan, Groote Markstraat dan Chinatown.
Dari kunjungan ke perpustakaan ini, suatu siang pada di musim dingin lalu, ruang baca di lantai dasar dipenuhi pengunjung dari berbagai usia hingga malam hari. Pada hari kerja buka sampai pukul 20.00. Mereka membaca buku, koran, majalah serta mengakses internet pada kursi dengan desain modern model Skandinavia yang nyaman dan salut yang berwarna-warni.
Di dekat stasiun kereta api Den Haag Central, kurang dari 1 kilometer dari perpustakaan, terdapat perpustakaan umum kerajaan (koninklijke bibliotheek), bersebelahan dengan gedung arsip nasional (nationaalarchief). Den Haag yang tidak lebih luas dari Kota Bandung memiliki 18 perpustakaan umum yang tersebar di seantero kota.
Menurut Sudjoko (Pengantar Seni Rupa, 2001:163),secara umum masyarakat Bandung memandang kebudayaan Barat sebagai pemaju. Barat maju, salah satunya karena memiliki budaya literasi yang tinggi. Sudah selayaknya Bandung yang pernah dianggap sebagai kota paling bergaya Barat, apalagi menyandang julukan Parijs van Java, juga memiliki semangat kemajuan. Hal itu bisa ditunjukkan dengan menyediakan perpustakaan di gedung representatif dan berlokasi di tempat strategis seperti di bekas Plaza Palaguna Nusantara.
Sebagai kota yang memiliki beberapa kampus ternama, perpustakaan Kota Bandung dapat berperan mengisi kekurangan yang ada pada perpustakaan kampus. Sebab, secara umum, koleksi buku di perpustakaan kampus spesifik sesuai bidang keilmuan di kampus tersebut. Perpustakaan kota tentu juga dapat menjadi alternatif utama untuk melengkapi kekurangan koleksi di perpustakaan sekolah.
Koleksi dan Sarana Penunjang
Selain menggunakan pedoman standar perpustakaan berdasarkan bidang keilmuan, misalnya klasifikasi desimal Dewey, dan mungkin ditunjang sistem on-line, perpustakaan ini mungkin sekali dibuat secara tematis berdasarkan karakteristik Kota Bandung. Bandung adalah puseur dayeuh budaya Sunda. Hal ini dapat direpresentasikan ke dalam ruang atau lantai yang khusus mengoleksi buku dan media cetak lain yang berbahasa Sunda serta koleksi audio visual atau digital budaya Sunda.
Bandung juga merupakan kota dengan sejarah unik yang membuat banyak orang selalu terkenang dan ngawawaas masa lalu Bandung. Untuk itu, perpustakaan ’kuncen Bandung’ Haryoto Kunto (alm), apabila pihak keluarga setuju, bisadigabung ke gedung ini. Perpustakaan tersebut ditempatkan pada ruang atau lantai khusus bertema Kota Bandung dan diberi nama Perpustakan Haryoto Kunto. Perpustakaan ini juga dapat menjadi pelengkap masjid raya dengan koleksi buku-buku agama Islam. Tema ini dapat diperluas ke berbagai aspek yang dimiliki Kota Bandung.
Apabila koleksi pindahan dari perpustakaan kota di jalan Cikapundung dan sarana standar sebuah perpustakaan kota belum memenuhi seluruh lantai plaza, termasuk kantin atau cafe dan sarana fotokopi, lantai yang masih kosong dapat dipakai untuk kegiatan diskusi, seminar dan bazar, bursa atau pameran buku secara rutin.
Sebagai pemilik Plaza Palaguna Nusantara, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tentu berhak turut serta dalam masalah alihfungsi gedung ini. Apakah gedung ini akan menjadi perpustakaan umum Kota Bandung atau perpustakaan provinsi. Hal ini terkait dengan lokasi perpustakaan provinsi di Jalan Sukarno Hatta, agak jauh dari pusat kota.
Satu hal lagi, bila sebagian sisi timur alun-alun akan dijadikan kawasan hijau, sebaiknya minimalkan lahan yang tertutup plesteran semen untuk memperluas kawasan resapan air di Kota Bandung, fungsi yang semula disandang alun-alun dan kini berlantai beton.Der ah!
Jamaludin Wiartakusumah
Dosen Desain Itenas
dimuat Kompas lembar Jawa Barat Kamis 27 Mei 2010