Di tahun 2013, bisnis divisi keuangan ASII tumbuh cukup tinggi dibandingkan lini bisnis lainnya. Laba bersih divisi keuangan naik 15% menjadi Rp 4,3 triliun. Total pembiayaan melalui bisnis pembiayaan otomotif ASII naik 13% menjadi Rp 57 triliun. Namun, pembiayaan alat berat turun 30% menjadi Rp 5 triliun. Sementara laba bisnis infrastruktur dan logistik naik 10% menjadi Rp 748 miliar dan laba divisi teknologi informasi naik 22% menjadi Rp 161 miliar.
Seperti diketahui, saham ASII selalu masuk dalam big five kapitalisasi pasar bursa dan termasuk salah satu saham bluechip yang sering kali masuk radar para investor maupun trader jangka pendek. Begitu juga dengan anak-anak usaha terafiliasi dengan ASII yang sudah tercatat di bursa, seperti AALI, ASGR, AUTO, BNLI dan UNTR. Pada tahun 2013 kemarin, ASII intensif berekspansi dan mendiversifikasi usaha dengan memasuki lini bisnis baru. Sebagai contoh, ASII mencoba masuk ke pasar Low Cost Green Car. ASII juga telah mengakuisisi saham pabrik wheel rim melalui anak usahanya PT Astra Otoparts Tbk (AUTO).
Dari sisi pertumbuhan, PT Astra International Tbk (ASII) mencatat kinerja stagnan di tahun 2013. ASII mencatat pendapatan bersih Rp 193,9 triliun, hanya naik 3% dibandingkan tahun 2012. Sementara laba bersihnya sama dengan tahun 2012 sebesar Rp 19,4 triliun atau Rp 480 per saham. Stagnannya kinerja ASII lantaran laba beberapa anak usahanya juga merosot. Lini bisnis yang menggerus laba ASII diantaranya dari sektor pertambangan dan perkebunan. Adapun bisnis otomotif masih bisa tumbuh meski cukup moderat.
Sementara itu, salah satu anak usaha ASII di bidang finansial, Bank Permata (BNLI) merilis rapor kinerja yang cukup menggembirakan. Tahun lalu, bank hasil patungan Astra International dan Standard Chartered Bank ini sukses membukukan laba bersih sebesar Rp 1,73 triliun. Jumlah itu naik 26% dibandingkan akhir tahun 2012 yang sebesar Rp 1,37 triliun.
Saham grup Astra lainnya yang berhasil mencatat kinerja yang cukup baik adalah PT Astra Graphia Tbk (ASGR). Sepanjang 2013, ASGR mencatat laba bersih Rp 209,00 miliar atau meningkat 22,09 persen dibanding tahun sebelumnya. Naiknya pendapatan menjadi pemicu kenaikan laba anak usaha Astra di bidang teknologi informasi (TI) dan mesin fotokopi ini. Kenaikan laba ini masih didominasi oleh lini bisnis solusi dokumen yang meliputi jasa konsultasi pengadaan peralatan perkantoran dengan capaian 50-60 persen.
Di sisi lain, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) membukukan pendapatan bersih (Net Revenue) Rp10,7 triliun. Nilai ini mengalami peningkatan 29,3 persen dibanding 2012. Namun perseroan mengalami penurunan pada laba bersih sebesar 4,5 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp1,01 triliun. PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) mencatat penurunan laba yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk periode Desember 2013 sebesar 6,7 persen. Perolehan laba tersebut menjadi Rp1,058 triliun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,135 triliun. Penurunan laba bersih inidikarenakan adanya kenaikan harga material.
Kinerja negatif juga ditorehkan oleh anak usaha ASIIÂ di bidang perkebunan, PT. Astra Agro Lestari, Tbk (AALI). AALI membukukan pendapatan Rp 12,67 triliun, naik 10% dibanding periode sebelumnya, Rp 11,56. Namun, beban pokok penjualannya naik 19% menjadi Rp 8,59 triliun dari sebelumnya Rp 7,21 triliun. Sehingga laba kotor AALI susut 6% menjadi Rp 4,08 triliun dari sebelumnya Rp 4,36 triliun. Ditambah lagi AALI mencatatkan lonjakan kerugian kurs yang signifikan, yakni lebih dari 53.000% menjadi Rp 443,78 miliar dari sebelumnya Rp 826 juta. Dengan posisi laba bersih yang tergerus, laba bersih per saham AALI juga ikut terpangkas. Laba bersih per saham AALI tercatat sebesar Rp 1.143 per saham, turun 25% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 1.530 per saham.
Demikian juga dengan nasib PT United Tractors Tbk (UNTR). Sebagai emiten yang bergerak di bidang alat berat yang terkait dengan sektor pertambangan, laba bersih PT United Tractors Tbk (UNTR) tercatat anjlok 16 persen menjadi Rp 4,83 triliun sepanjang 2013. Penurunan laba bersih disebabkan penurunan pendapatan perseroan pada 2013 yang hanya mencapai Rp 51,01 triliun, atau turun 9 persen dibandingkan pada 2012 sebesar Rp 55,95 triliun. Penurunan ini terkait dengan lesunya aktivitas sektor pertambangan khususnya batubara dalam setahun terakhir.