Oleh : Salamun Ali Mafaz
Sangat mengejutkan jika ternyata ada ratusan manusia (perempuan) yang telah dijadikan komoditas. Mereka tidak lagi dianggap sebagai sesama tetapi lebih diperankan sebagai ”sumber daya alam” yang perlu dieksploitasi. Ini bukan dongeng tetapi nyata ketika wanita dijadikan pelacur oleh pelaku perdagangan (Bisnis Indonesia, 13-02-2004).
- Mawar (17 tahun, bukan nama sebenarnya) gadis asal Indramayu, Jawa Barat, anak seorang petani miskin, tidak lulus SMP. Tiga adiknya masih kecil, sebagai anak sulung, Mawar merasa bertanggungjawab membantu meringankan beban ekonomi keluarga. Mawar dijanjikan tetangganya, Amir (26 tahun, bukan nama asli) menjadi pekerja rumah tangga (PRT) di Batam dengan gaji Rp. 300.000 per-bulan.
- Tanggal 20 Mei 2008, Mawar bersama Melati, temannya satu kampung, dibawa Amir ke Jakarta, menuju terminal Lebak Bulus. Disana telah menunggu Toni, yang membawa mereka ke sebuah hotel di kawasan sekitar. Dua hari kemudian mereka diberangkatkan ke Batam.
- Sampai disana mereka disekap di sebuah rumah yang diawasi oleh orang yang dipanggil ”Mama”. Mereka dijadikan pekerja seks dan dipaksa melayani lelaki hidung belang. Setiap melayani lelaki hidung belang, mereka dibayar Rp. 100.000, setengahnya harus disetor ke ”Mama”.
- Mawar berusaha menghubungi keluarganya di Indramayu dan memberitahukan kondisi yang dialaminya. Keluarga lalu menghubungi Polres Indramayu, berkat kerjasama dengan Kepolisian Batam, akhirnya Mawar dan Melati berhasil dipulangkan ke kampung halamannya.
Misteri Trafficking
Trafficking terhadap manusia merupakan perekrutan, penggiriman, penampungan atau penerimaan seseorang dengan penipuan, kecurangan, kekerasan, atau pekerjaan semacam perbudakan, termasuk juga prostitusi yang dipaksakan serta bentuk-bentuk lain dari eksploitasi (Business News, 30-07-2003, hal. 8)
Trafficking didefinisikan sebagai pergerakan manusia lintas batas, mengandung konotasi pemaksaan, penipuan, dan perdagangan manusia. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendefinisikan trafficking, khususnya perempuan dan anak perempuan untuk keperluan prostitusi dan kerja paksa, merupakan salah satu kegiatan kriminal internasional yang berkembang sangat cepat. Pada tahun 2002 diperkirakan terdapat satu juta sampai dua juta orang diperlakukan sebagai barang dagangan lintas batas setiap tahun dan sekitar 50.000 orang diantaranya masuk Amerika Serikat. Korban trafficking terbesar berasal dari Asia. Atau lebih dari 225.000 orang dari Asia Tenggara dan lebih dari 115.000 orang dari Asia Selatan. Indonesia bersama 22 negara lain dipandang sebagai sumber trafficking, baik di dalam negeri maupun antar negara (Kompas, 27-08-2002).
Menurut undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) Pasal 1 angka 1 mendefinisikan trafficking sebagai : proses perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran dan manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun di luar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Menurut US State Departement, kira-kira 600.000-800.000 orang sebagian besar perempuan dan anak diperdagangkan lewat batas politik atau geografis setiap tahun (Jakarta Post, 27-04-2005).
Amerika Serikat merupakan negara tujuan bagi sekitar 18.000-20.000 orang hasil perdagangan manusia per tahun (Suara Pembaruan, 29-07-2003).
Berdasarkan data UNICEF tahun 2003, mengungkapkan bahwa 30% pelacur perempuan di Indonesia berusia 18 tahun atau terdapat 12.000 anak korban perdagangan seks komersial setiap tahun. Maka jumlahnya kira-kira 200.000-300.000 anak (Bisnis Indonesia, 23-06-2004).
Menurut Global Watch Against Child Labour, tahun 2002, jumlah perempuan dan anak yang diperdagangkan di Indonesia diperkirakan mencapai 700 ribu hingga satu juta orang per tahun.
Sedikitnya ada tiga unsur utama Trafficking yang bisa didefinisikan secara sederhana, yaitu. Pertama, memindahkan orang, baik di dalam maupun di luar batas negara (termasuk perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan). Kedua, cara-caranya menyalahi hukum (termasuk mengancam, menggunakan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan hutang, atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain trersebut). Ketiga, tujuannya eksploitasi atau menyebabkan orang tereksploitasi.
Eksploitasi sendiri didefinisikan dalam pasal 1 angka 9 UU PTPPO adalah tindakan memanfaatkan orang baik dengan atau tanpa persetujuan orang tersebut untuk tujuan eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, atau transplantasi organ atau jaringan tubuh, atau segala tindakan yang berupa penindasan, pemerasan, pemanfaatan tenaga fisik atau kemampuan seseorang oleh pihak lain secara sewenang-wenang untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun imateriil.
Disini sudah jelas, jika satu saja unsur pemindahan terjadi, seperti misalnya merekrut perempuan atau anak perempuan, dengan cara jeratan hutang sehingga korban tereksploitasi secara ekonomi, maka yang melakukan hal ini dihukum sebagai pelaku trafficking.
Memberantas Trafficking, Melindungi Korban
Masalah perdagangan anak dan perempuan di Indonesia yang nantinya bekerja sebagai pekerja seks komersial tidak terlepas dari budaya yang masih dianut sebagian besar masyarakat. Perempuan dan anak dianggap aset, sebab itu wajar untuk dieksploitasi. Kemiskinan hanyalah faktor penunjang yang membuat perdagangan anak dan perempuan makin tumbuh subur. (Suara Pembaruan, 30-08-2003).
Sudah tidak bisa di toleran lagi kalau trafficking merupakan sebuah misteri kehidupan kita semua, terlebih kaum perempuan karena bagaimanapun juga trafficking dapat mengancam stabilitas sosial yang dibangun dengan penuh kedamaian. Tarfficking hanya dapat menyisahkan misteri hidup yang berkepanjangan bagi korban.
Pada beberapa kasus, korban trafficking mengalami gangguan kejiwaan, stress, depresi, pengucilan serta diskriminasi dari keluarga maupun masyarakat, karena mereka (korban) dianggap sebagai manusia yang tidak suci lagi, tidak layaknya masyarakat umum, terlebih mereka yang mengalami kekerasan seksual atau dipekerjakan menjadi pekerja seks komersial.
Pada akhirnya, mereka yang menjadi korban harus memulai hidup barunya, ada yang pindah tempat sehingga masyarakat sekitar tidak mengetahuinya kalau dia seorang korba trafficking, dan ada juga yang memilih tetap tinggal di daerah orang dan enggan untuk pulang ke kampungnya karena tidak kuat menahan malu.
Para korban trafficking hendaknya diberikan perlindungan hukum yang dapat menjamin kelangsungan hidup mereka secara lebih baik lagi, pengalaman lain menunjukan seringkali para korban merasa terintimidasi jika berhadapan langsung dengan pelaku di ruang sidang. Atau bahkan mendapatkan pengucilan dari sebagian orang yang hadir, bagaimanapun juga mereka korban, perbuatannya menjadi pekerja haram bukan atas kehendak mereka, tetapi merupakan sebuah keterpaksaan karena mendapatkan prilaku yang membahayakan mereka.
Oleh karenanya, perlu adanya undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap mereka, bukan saja setelah menjadi korban, akan tetapi perlindungan yang bersifat pencegahan/prefentif. Jika tidak demikian mereka akan selalu menjadi korban diatas korban, dan hanya menjadikan misteri yang sangat menakutkan.
Ada juga korban yang tidak mau melaporkan dirinya, mereka hanya memilih menutup mulut, alasannya karena yang demikian merupakan aib serta untuk menghindari rasa malu terhadap masyarakat, akibatnya penegakan hukum terhadap trafficking kian melemah. Dan hal yang demikian membuat para pelaku perdagangan manusia (trafficker) semakin berani dan kian marak.
Para korban biasanya juga sering dipaksa harus menuturkan pengalaman pahitnya berkali-kali, dari mulai peristiwa awal sampai akhir proses hukum. Hal yang demikian terasa memilukan sekali bagi korban, karena bisa mengakibatkan trauma. Ada baiknya kalau pengalaman mereka direkam dan nantinya bisa digunakan sebagai bukti dalam proses hukum selanjutnya.
Penuturan LRC KJHM (Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM) biasanya korban trafficing malu kalau ketahuan pernah bekerja di tempat prostitusi. Akibatnya mereka cenderung menutup diri dari lingkungan, ketakutan menghadapi orang baru, bahkan sebagian besar mereka takut pulang ke kampung halamannya, padahal mereka itu cuma korban.
Jika kasus terjadi di luar wilayah Indonesia, hendaknya bagi korban diberikan beberapa pilihan penyelesaian, misalnya untuk tinggal sementara sampai proses hukum dapat diselesaikan dan menuntut para pelaku, karena korban berhak atas ganti rugi dan rehabilitasi, atau diberikan kesempatan untuk bekerja di tempat lain yang legal, karena sebagian sebagian korban banyak yang kehilangan harta benda mereka ketika diperdagangkan, malah biasanya hanya hutang yang menumpuk, kalau pulang ke Indonesia bukanlah pilihan yang menyenangkan karena hanya akan mendapatkan malapetaka baru dalam bentuk pengucilan dan diskriminasi.
Kiranya, penting sekali bagi pemerintah untuk membentuk tim mediator khusus yang menangani korban trafficking ini, bisa di Departemen Tenaga Kerja, Pemerintah Kota, Daerah, atau dari Lembaga Pemberdayaan Perempuan yang ada. Agar para korban dapat diatasi secara khusus yang tidak ditakuti para korban.
Beranjak dari sini, mari kita bersama memberantas kejahatan trafficking ini, dan harap diperhatikan bagi para pelaku perdagangan manusia (trafficker) ancaman hukuman adalah pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 20 Juta dan paling banyak Rp. 100 juta, bahkan menurut saya hukuman bagi pelaku harus lebih diberatkan lagi agar benar-benar jera. Dan yang lebih penting dari itu semua agar tidak ada lagi misteri-misteri hidup bagi perempuan di masa yang akan datang, memberantas trafficking hemat saya adalah jihad akbar yang harus ditegakkan.