Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

5 Dosa Orang Tua terhadap Anak-anak

24 Mei 2011   04:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:18 2809 3
Setiap hari, tanpa memandang lokasi, hati saya sering sedih bercampur meradang,menyaksikan pemandangan  anak anak mendapat perlakuan tidak semestinya,secara langsung kepada anak tersebut,ataupun berupa contoh tindakan tidak terpuji dari orang dewasa di dekatnya. Bukan kebetulan kalau  saya memiliki karakter sanguin, yang berani menceploskan sesuatu apabila saya rasa itu harus ditegur, tentu saja dengan memperhatikan tata krama. Sampai dengan saat ini saya belum pernah mengalami reaksi balik yang negatif dari teguran tersebut. Saya anggap ini positif karena artinya mereka yang tertegur masih mempunyai hati atau rasa malu akan tindakannya. Berikut daftar dari beberapa kejadian di sekitar kita yang sebenarnya merupakan kekejian terhadap anak anak: [caption id="attachment_110078" align="alignright" width="259" caption="www.google.gambar"][/caption] 1. Posisi anak saat berkendara roda dua Rata rata anak di bawah usia 5 tahun yang biasanya diletakkan di dudukan depan,karena dianggap belum mampu berpegangan dengan erat saat membonceng di belakang. Melihat bahwa memang mayoritas penduduk Indonesia berkendara roda 2, dan memiliki lebih dari 1 anak, maka memang tidak ada pilihan selain menaruh salah satu anak  di dudukan depan. Benarlah tak ada pilihan,tapi mbok ya diperhatikan kenyamanan dan keselamatannya,hai orang dewasa. Dengan duduk di depan, ditambah lajunya kendaraan yang tidak memperdulikan 'bahwa  sedang membawa anak-anak' ( seperti stiker: children on board ) maka anak tersebut bagaikan 'tameng angin' bagi si pengendara sepeda motornya. Kemungkinan terpapar CO2 pun lebih besar,terutama ketika posisi berhenti di lampu merah,atau keadaan macet,maka dengan leluasa gas racun dari kendaraan di depannya akan terhisap oleh si anak. Lalu,sering lihat juga khan anak balita yang diberdirikan di dudukan tengah,antara 2 orang dewasa pengendara? Alasannya anaknya senang karena bisa melihat pemandangan dan merasakan terpaan angin. Bapak Ibu tercinta, dua posisi tersebut membuat mata anak kriyip kriyip dan tak jarang menyipit karena sakitnya angin menerpa mata mereka. Belum lagi rasa sesak ketika menarik nafas,berlomba dengan beratnya angin yang juga menampar nampar wajah. Mengapa orangtua begitu pelit membelikan anak slampek kek, masker kek, dan yang paling penting, helm! Angin sepoi sepoi memang nikmat,tetapi angin yang keras mengenai kepala selama perjalanan akan  menyebabkan pusing kepala seketika.  Pengendara dewasa menaati peraturan memakai helm berstandar yang harganya tidak murah demi keselamatannya, namun keselamatan anak diabaikan. Sudah tak terhitung kisah kecelakaan yang menewaskan anak anak karena mencelat dari dudukan depan, atau karena benturan kepala yang tak terlindungi helm. Sedihnya.... [caption id="attachment_110079" align="alignright" width="192" caption="www.google.gambar"][/caption] 2. Anak anak menulis,membaca,main game,nonton tivi dari jarak yang sangat dekat Saya tidak yakin bahwa jaman sekarang orangtua di rumah, dan guru di sekolah masih disiplin menerapkan jarak minimal 30 senti ketika anak menulis dan membaca. Orangtua saya sendiri sejak jaman saya kecil begitu keras dalam hal satu ini, tak segan segan 'menggetok' kepala saya ketika tanpa sadar buku yang saya baca sudah demikian dekat dengan mata. Ketika saya dewasa, saya berterimakasih kepada orangtua,karena menyelamatkan mata saya dari resiko berkacamata di usia dini. Hal ini juga lah yang saya terapkan ke anak saya ( tanpa menggetok kepalanya ),dengan harapan matanya terpelihara dengan baik hingga dewasa. Memiliki mata normal, membuat anak lebih punya pilihan profesi ketika dia dewasa. Andaikan anak ingin menjadi pilot atau masuk angkatan bersenjata, sudah pasti mata yang normal tanpa minus adalah syarat mutlak. Yang saya sayangkan, sepertinya di sekolah sekolah sekarang,hal kecil yang berdampak besar ini sudah tidak lagi menjadi prioritas. Orangtua alpa, di sekolah pun tidak ditegur. Ya sudah, tinggal tunggu saatnya si kecil kita akan berkacamata dalam usia muda. 3. Meletakkan uang di atas makanan, menuding makanan dengan jari Sudah tak terhitung berapa kali saya menegur kejadian seperti ini. Ketika antri membeli jajanan,ada yang meletakkan uang pembayaran di atas makanan yang dijual. Sontak saya singkirkan uang tersebut dan berkata 'maaf pak,jangan letakkan di atas makanan, uang itu sumber kuman'. Dan ini terjadi berkali kali,di mana mana. Sedih hati saya,karena hal hal seperti itu dilihat oleh anak anak mereka yang saat itu diajak jajan. Bila kebetulan tidak ada yang menegur, maka anak tersebut pasti akan merekam bahwa tidak apa apa menaruh uang di atas makanan. Hal lainnya lagi, anak anak kecil yang dibiarkan orangtuanya menuding hingga menyentuh makanan yang dijual,tak jarang menjadikannya mainan. Dengan tegas namun lembut saya pun menegur 'maaf ya sayang..jangan dipegang ya..' . Saya berharap ketika anak tersebut berlalu bersama orang dewasa yang mendampinginya saat itu, dia dijelaskan mengapa tidak boleh memegang megang makanan tadi. [caption id="attachment_110081" align="alignleft" width="186" caption="www.google.gambar"][/caption] 4. Bumi ini tempat sampah raksasa yang paling membekas di benak saya mengenai ini adalah kejadian beberapa tahun lalu, di depan saya melintas mobil sedan keluaran terbaru yang begitu cantik, kaca mobil dibuka dan...berrrr....melayanglah beberapa bungkus bekas snack dan botol air mineral kosong. Sampah tadi terburai bersama angin,jadi hiasan sangat buruk di aspal jalanan. Waktu itu otak saya sempat blank sekian detik, oleh karena keterkejutan luarbiasa.  Bagaimana mungkin dari penumpang mobil secanggih itu, keluar kelakuan yang sungguh menyedihkan??  Kejadian itu lama bermukim di benak saya, dan sangat mengganggu. Orangtua bisa memberikan fasilitas yang sangat nyaman bagi anaknya, tetapi tidak mengajari mengenai mencintai bumi, bagi saya itu bagaikan wajah berbedak hanya sebelah, sama sekali tidak menarik! Tempat sampah disediakan di mana mana, tetapi yang saya saksikan,anak anak tetap tanpa rasa bersalah membuang apapun di mana saja mereka mau, membuat tong / tempat sampah bagaikan hiasan belaka. [caption id="attachment_110083" align="alignright" width="194" caption="www.google.gambar"][/caption] 5. Tiga kata sakti : tolong, maaf, terima kasih saya percaya karakter bisa dibangun secara instan lewat penerapan yang sungguh sungguh dari penggunaan tiga kata di atas. Simpati pun bisa segera didapatkan oleh orang orang yang dengan tulus mengatakan dan menghidupi makna ke tiganya. Dari 10 anak yang saya amati, ketika diberi sesuatu, hanya 1 yang mengucapkan terima kasih. Ini fakta,...yang menyedihkan. Kadang bila sinisme saya 'kumat' saya suka nyinyir bilang ke teman, banyak les mata pelajaran dan kursus kursus lain untuk menggenjot anak berprestasi, ada nggak ya kursus etika untuk anak anak??? :((   Kepekaan sosial, kepekaan rasa, penerapan etika, semestinya sama digenjotnya dengan pemaksimalan kinerja otak anak. Saya sungguh tidak kepengen ada anak yang super pandai tapi tingkah lakunya menyebalkan dan tidak bertata krama. Modal anak  dalam menjemput cita citanya bukan cuma nilai sempurna, melainkan juga attitude, manner. Perjalanan hidup saya dan orang orang dewasa lain di sekitar saya membuktikan bahwa sering sekali, kita memenangkan sesuatu bukan karena kemampuan intelejensia,melainkan karena pandai membawa diri dan beretika. Latih anak terus menerus,berulang ulang untuk otomatis mengatakan terima kasih bila menerima sesuatu, cepat meminta maaf bila melakukan kesalahan, dan menyertakan kata tolong saat minta bantuan., di mana saja dan kepada siapa saja. Dalam setiap kesempatan saya membagikan hal ini kepada sekitar saya, ada yang secara bercanda mengatakan saya sok idealis. Hmm, bila yang dewasa saja sudah 'mogok' seperti itu, saya sudah tidak bisa berkomentar lagi. Itulah kenapa judul di atas memakai kata dosa, bukan kesalahan. Karena kesalahan bisa minta maaf, tetapi dosa haruslah segera dipertobatkan dan berbalik arah, bukan lagi hal main main, atas nama kasih sayang kepada anak anak kita. "........Engkau adalah busur dari mana bagai anak panah [caption id="attachment_110084" align="alignright" width="226" caption="marioalfath.blogspot.com"][/caption] Kehidupan putera-puterimu melesat ke masa depan." Kahlil Gibran, 1883-1931

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun