Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Misuh dan Sastra

17 November 2020   08:49 Diperbarui: 17 November 2020   08:51 31 0
Aku melihat dia sebagai penulis yang keren. Kalimat-kalimatnya mengalir indah dan runut. Kadang menghentak, kadang mengayun, kadang buas dan binal.

Aku mengaguminya, meski aku tahu dia terkadang memakai kata tak baku. Entah dia enggan melakukannya atau terlanjur suka memakainya.

Aku bukan penulis, hanya kadang-kadang saja suka menulis. Sangat jarang, tetapi tahu sedikit tentang kata baku. Saat kutanyakan apakah kata yang dipakainya baku? Dia jawab 'Tidak', tetapi dia hanya suka saja memakainya.

Prinsip atau entah apalah itu yang dipakainya tidak lantas membuatku enggan membaca karyanya, sebab selain beberapa kata tak baku itu ada banyak hal yang membuatku banyak belajar dari tulisan-tulisannya.

Terkadang kita melakukan suatu hal yang kita sadar itu keluar jalur, sebab kita merasa nyaman. Ya, seperti saat saya misuh dan walaupun ditegur tetap merasa enjoy. Gak ada masalah. Bukan salah yang menegur, mereka baik, hanya saja saya telah memilih kata-kata saya.

Saya akan mengatakan, "Sebagai orang Surabaya, gak misuh gak abdol."

Tentu saja saya hanya berkilah. Sebetulnya saya hanya ingin melampiaskan sesuatu yang membuat saya merasa lebih nyaman.

Ah kembali ke topik.

Jadi yang sampai saat ini menjadi tanya dalam benak saya adalah, sejauh mana penulis yang dianggap mumpuni boleh memakai kata tak baku dengan sengaja atau tidak sesuai dengan KBBI?

Butuh pencerahan.

Salam literasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun