Namaku Mika. Aku lahir di Beirut. Aku anak ke lima dari lima bersaudara. Semuanya laki-laki. Ibuku asli Lebanon. Ayahku milyuner asli Indonesia. Konon, ayahku masih keturunan raja Bali dari pihak nenek. Seumur-umur aku cuma sekali menginjakkan kaki di Bali. Dari Beirut, ketika usiaku sembilan, orangtuaku hijrah ke Inggris. Di London aku dimasukkan ke sekolah umum. Di sanalah aku pertama kali di-
bully sama teman-teman sekelasku. Bulu mataku yang lentik, dan warna mataku yang perpaduan antara hijau dan coklat dianggap terlalu “feminin” untuk seorang anak laki-laki. Aku heran, kenapa karakteristik seperti ini dijadikan patokan untuk menentukan
gender. Aku juga tidak tau apakah "kefemininanku" terkondisikan karena ibuku yang sedikit terobsesi menginginkan anak perempuan. [caption id="attachment_257134" align="aligncenter" width="480" caption=""I've never ever labeled myself. But having said that; I've never limited my life, I've never limited who I sleep with... Call me whatever you want. Call me bisexual, if you need a term for me..."(Wawancara dalam acara "Gay & Night")"][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL