Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Naik Ojek Berburu Lumba-Lumba

26 Januari 2010   18:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:14 293 0
“Are you going or leaving?” pertanyaan sekonyong-konyong itu cukup mengejutkanku. "I am going. I have an appointment with Mr Dolphin,” jawabku berusaha untuk santai sambil menaiki motor Pak S, “kapten” ojek yang datang menjemputku.

Percakapan itu terjadi kira-kira jam 5:45 pagi antara aku dan M, pemilik penginapan dimana aku bermalam. Bersama keluarganya, M yang berasal dari Australia itu, memang menempati kamar tepat di sebelah kamarku. Pasti suara motor itu yang membangunkannya. Naik ojek dengan tas punggung di pagi buta nampak seperti tamu yang mau kabur tanpa bayar. Memang tak ada kewajiban untuk membayar deposit waktu check in di homestay sederhana ini. (Keesokan harinya tersiar kabar, bahwa ada sepasang turis mancanegara yang menghilang dari penginapan ini tanpa membayar. Apakah kejadian ini sering terjadi? Entahlah aku tak sempat melacaknya.)

Hari pertama tiba di Kawasan Wisata Kalibukbuk, Buleleng - Bali utara) atau yang lebih dikenal dengan Lovina, aku sempat ditanyai seorang Bapak. Pak S yang ternyata merupakan kapten jukung sekaligus pemandu wisata lumba-lumba itu menawarkan tur satu jam saja. Dolphin watching istilah londonya. Perahu tradisional milik Pak S bisa memuat maksimum 4 penumpang. Tentunya Pak S berharap kapalnya penuh untuk satu kali perjalanan. Singkat cerita dengan tarif yang disepakati, Bapak S menjemput tepat di depan kamar penginapan seperti yang kuceritakan di atas. Masalahnya adalah Pak S datang pada jam yang “tidak disepakati.” Aku dijemput sedikit lebih awal, meskipun pada saat itu aku sudah siap, tinggal pake sandal jepit.

Sebenarnya jarak antara penginapanku dan desa Kalibukbuk dimana jukung Pak S bersandar tidaklah jauh. Hanya lima menit dibonceng motor. Suasana di pantai masih gelap dan sepi. Bulan separuh tak juga membantu penglihatanku akan keberadaan jukung. Tak ada tanda-tanda kehadiran turis lain. Aku sedikit was-was. Tiba-tiba saja ada sosok yang bangkit dari pos keamanan dan berbicara sebentar dengan Pak S dalam bahasa Bali.

Seperti membaca pikiranku, Pak S menjelaskan bahwa dua penumpang lain sedang dijemput. Beliau menambahkan bahwa beberapa turis lagi akan segera datang dengan berjalan kaki karena mereka menginap “di sekitar sini”. Penjelasan pak S membuatku sedikit lega. Aku kemudian ditawari secangkir kopi. Aku menolak dengan halus dan berkata singkat: “Terima kasih.” Meskipun aku “bisa” minum kopi, aku bukanlah penikmat kopi sejati. Dalam hati aku sempat berpikir: “Hmm… May I have tea instead?” tapi tentu saja hal itu tak kuucapkan. Aku membayangkan bahwa teh pertamaku baru akan tersedia di penginapan setelah jam 8 pagi. Hiks.

Tak lama kemudian teman-teman se-jukung-ku pun datang. Turis mancanegara semuanya. Ternyata dari desa Kalibukbuk ada dua jukung yang berangkat pagi itu. Kaptenku dibajak! Aku ditempatkan di jukung yang BUKAN dikemudikan oleh Pak S. Kaptenku ternyata “calo”. Tapi tak mengapa yang penting trip nya tidak dibatalkan.

Kletek, kletek, kletek … Bunyi mesin kapal membelah laut. Memecah kesunyian pagi. Dalam sekejap aku bisa melihat beberapa jukung bermunculan dari berbagai penjuru. Ketika itu, ada sekitar 20 jukung. Saat high season, jumlahnya bisa mencapai 50.

Nahkoda yang berpengalaman bisa membaca ombak dan mendeteksi dimana dan ke arah mana lumba-lumba berenang. Dengan bekal itu kapal ditancap mendekati lokasi yang diyakini akan dilewati lumba-lumba. Setelah dekat, mesin dimatikan karena suara mesin dapat menghalau mereka. Kebayang tidak? Teriakan “Over here!” dan “Over there!” terdengar silih berganti. Sekian puluh jukung menyerbu seekor ikan pada saat bersamaan. This is fun! Aku cenderung membahasakannya dengan dolphin hunting ketimbang dolphin watching. Mudah-mudah keluarga mamalia itu tak terganggu oleh kehadiran kami.

Kamera saku selalu dalam keadaan stand by. Baterai serep pun siap sedia. Matahari mulai menyembulkan kehangatan tubuhnya dengan malu-malu. Aku semakin sibuk mengganti setting kamera dari “sport” ke “sunset”. Kecepatan tanganku kalah gesit dengan lumba-lumba dan aku hanya sempat merekam ekornya pada jam 6:41. Hari itu hanya ada 4 lumba-lumba yang mandi pagi, biasanya bisa mencapai puluhan. Tak mengapa, bisa dijadikan alasan untuk mengulang perburuan ini.

Pulangnya aku diantar Pak S. Sementara teman perjalananku, sepasang turis asing, diantar oleh kapten kapal “kami.” Mereka naik (ojek) motor juga, BERTIGA. Berburu lumba-lumba, naik ojek? Mau?

Catatan: Tulisan ini dijadwalkan terbit pada jam 01:00 pagi, pada saat mamak lagi ngorok. Untuk falcon pertama, tolong jaga warung mamak ya ... Ada hadiah berupa gantungan kunci cantik :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun