Setidaknya vaksin booster bisa untuk tameng menghadapi kemungkinan serangan covid-19 varian omicron (ternyata terjadi sekarang ini). Tapi apadaya, saya harus menyesuaikan waktu dengan suami.
Sebenarnya banyak tempat vaksinasi, tapi jarak lumayan jauh. Saya lebih memilih yang terdekat karena lebih cepat dan praktis.
Jumat pagi (28/1), saya dan suami mengobrol di meja makan. Salah satu obrolan adalah tentang kapan mau vaksin booster. Akhirnya, kami menelepon puskesmas terdekat. Pihak puskesmas ramah dan menjelaskan dengan gamblang.
Ternyata ada kegiatan vaksinasi pagi itu, cukup datang membawa tiket (sebagai bukti sudah 6 bulan dari vaksin dosis kedua), sertifikat vaksin, dan fotokopi KTP. Jadi, kami boleh datang pagi itu juga.
Setelah kami tanya ternyata besok (29/1) juga ada di jam yang sama (jam 8.00 - 10.00 pagi). Wah, pas sekali lebih baik hari Sabtu pagi. Lebih leluasa karena hari Jumat anak-anak masih sekolah online.
"Drama" Keluarga
Sebagai persiapan vaksin esok hari, kami tidut lebih cepat. Anak-anak juga nurut dan sudah tidur jam 20.30. Tentu saya senang.
Tapi tak disangka jam 2.00 dini hari, suami membangunkan saya. Si Sulung terbangun dan menangis. Sepertinya mimpi buruk.
Dengan berat, saya harus membuka mata untuk menenangkan putri kami. Lama sekali kami berusaha menenangkannya. Pukul 4 pagi, saya baru tidur kembali. "Alamat batal vaksin ini, " begitu pikir saya.
Sabtu pagi kami bangun seperti biasa. Namun, rasa kantuk luar biasa. Badan terasa malas untuk bergerak. Anak-anak masih tertidur pulas. Rasanya tak tega membangunkan mereka karena semalam baru kembali tidur pukul 4.00.
Lalu saya pikir lebih baik suami saja yang pergi untuk vaksin. Saya bisa minggu depan. Eh, baru berkata seperti itu anak-anak bangun. Ya sudah, kita putuskan vaksin saja dan anak-anak diajak.
"Drama" Lanjutan
Baru keluar rumah menuju puskesmas, si Bungsu sudah merengek minta mainan. Hadeh... Ya daripada rewel, kita "suap" dengan membeli mainan di minimarket (contoh tidak baik, jangan ditiru hehe).
Hmmm... tarik nafas! Sabarrr... kalau sudah begini sering terbesit mengapa saya keras kepala untuk tidak memakai jasa pengasuh. Saat seperti ini akan sangat membantu sekali. Mungkin benar kata suami bahwa saya ini "cari susah sendiri".
Ya sudahlah, life must go on... Masuk ke area kantor kecamatan, ternyata sepi dan tak banyak kendaraan terparkir. Saya sedikit tenang. Tempat vaksin masih di lapangan futsal seperti dulu.
Sampai parkiran, ingin saya seperti dulu : anak-anak menunggu di mobil saja. Si Sulung sudah oke. Baru juga turun dari mobil, si Bungsu merengek lagi. "Mau sama Mama!" Aduh... alamat drama berlanjut ini.
"Drama" semakin seru
Berhubung si Bungsu ikut, demi menjaga suasana kondusif maka kami "sogok" lagi dengan ponsel. Dia bisa menonton film di netflix.