"Ya, kalau memang belum ada harus gimana? Masa iya kudu ngaku-ngaku?" jawab Rani santai.
Aisha terlihat gemes dengan jawaban Rani. Dia seolah heran mengapa Rani yang lebih cantik dari dirinya itu tidak mau mencoba berpacaran. Masa iya tidak ada cowok yang disukainya?
Sementara Aisha sudah jadian-putus-nyambung berulang kali dengan beberapa kakak kelas di sekolah ini.
"Ran, lo terima aja tuh kak Marthen. Nggak jelek-jelek amat. Anak tunggal lagi. Pasti asyik... Lo akan merasakan indahnya hari-hari!" kata Aisha menggoda Rani.
Rani masih tak bergeming. Kemudian ia mengalihkan pembicaraan tentang ulang tahun "Sweet Seventeen" Aisha minggu ini.
******
Hari Sabtu sore Aisha mengadakan acara ulang tahun di sebuah kafe kecil. Dia mengundang semua teman sekelas. Ada juga Faisal, pacar Aisha yang sekarang.
Rani terlihat ragu-ragu ketika akan berangkat. Dia merasa tidak percaya diri karena datang sendiri. Tika dan Desy, teman satu gengnya bersama Aisha, masing-masing pergi bersama pacarnya.
"Nasib jomblo begini, baru terasa kalau acara begini!" gerutunya. Tiba-tiba Oma membuka pintu kamar Rani.
"Rani... bareng Oma saja ke ulangtahun Aisha. Kebetulan Oma mau jenguk Bu Rasmi. Rumahnya dekat kafe itu " kata Oma.
"Oh, tapi nggak usah ditungguin ya, Oma. Nanti Rani pulang sendiri, "
"Ya sudah, Opa sudah siap-siap. Ayo kamu cepet beres juga, " pinta Oma kepada Rani.
Rani memoleskan blush on berwarna peach pada tulang pipinya. Kemudian memoles tipis lipstik berwarna pink. Dia sudah siap dengan gaun putih sesuai dresscode undangan.
Sebelum keluar kamar, sekali lagi Rani memastikan dandanannya. "Harusnya aku ada yang jemput. Nggak keren juga ya diantar Oma sama Opa?" bisik batinnya. Rasa tak percaya dirinya makin menjadi.
Hati Rani bertambah gundah-gulana. "Coba ya aku punya kakak atau adik laki-laki. Pasti bermanfaat saat-saat begini, bisa kuajak untuk menemani " batinnya makin merana.
"Rani, ayo pergi sekarang!" suara Oma memanggil.
Rani bergegas ke depan. Oma dan Opa sudah menunggu. Opa yang sudah pensiun masih gagah menyetir mobil. Begitu juga Oma yang masih aktif wara-wiri dengan berbagai komunitasnya.
Mobil melaju di jalan dengan kecepatan sedang. Rani hanya diam. Kecamuk pikiran yang semrawut tak bisa lagi disembunyikan. Beberapa kali Oma Rani mengintip dari kaca spion.
"Rani, lo sudah berangkat belum? " bunyi pesan WA Desy.
"Sudah, Des... Bentar lagi sampai kok, " balas Rani.
"Oke. Lo sama siapa? bawa atuh gandengan... " Desy menjawab pesan dengan menambahkan emoticon kedip mata.
"C U... "
Rani menghela nafas. "Hmmm.. lagi-lagi ditanya gandengan. Apa nggak ada topik lain? Atau aku yang nggak normal? " Rani sadar hampir semua temannya punya pacar, minimal ada gebetan.
"Kafe yang itu kan, Rani?" tanya Opa mengagetkan lamunan.
"Iya, Opa. Nggak usah masuk. Turun di depan situ saja..."
Opa menghentikan mobil tepat di jalan masuk ke kafe. Rani segera beranjak turun. Mobil kembali melaju setelah cucu kesayangan Opa dan Oma itu melambaikan tangan.
Rani berjalan menuju kafe. Hatinya ngelangut dalam kesendirian. Dari jauh sudah terlihat beberapa orang berdiri berdua dengan pasangannya. Dia merasa makin ciut.
Begitu masuk ke ruangan yang didekor nuansa pink dan gold itu, Rani terkejut. Ada Tika dan mas Agung, anak 3 IPA 1, mereka dengan kompak mengagetkan Rani dengan tiba-tiba muncul dengan topeng bergambar Lee Min Ho.
"Aduh.... bikin kaget ih, Tikaaaa..." serunya.
"Hahaha... Lo ngarep Lee Min Ho beneran ya? "
"Ihhh... gue kaget aja Tik. Sorry ya gue mah biasa aja sana Lee Min Ho! Hihihi.." balas Rani.
"Halah... gaya lo! Mana cowok lo?"
"Eh, tuh dah mau mulai. Kesana yuk!" Rani berhasil mengalihkan pertanyaan Tika. Mereka pun mendekat ke meja utama pesta.
Dalam hingar-bingar pesta, Rani merasa sunyi. Di sudut hatinya, dia pun menginginkan seseorang. Seorang partner dimana dia bisa berbagi segala cerita hidupnya.
Hatinya semakin sendu ketika melihat papa dan mama Aisha tersenyum bahagia dan memeluk hangat Aisha. Betapa bahagianya Aisha bisa merasakan cinta kedua orangtuanya di momen spesial ini.
Tiba-tiba air mata Rani menetes. Rani segera menyadarinya. Terburu-buru dia mengambil tisue dari tas kecilnya. Sial! Handphone-nya malah terlempar jatuh.
Ketika Rani ingin memungut handphone berwarna pink metalik itu, tampak tangan seseorang yang ikut memungutnya. Tangan yang bersih dengan potongan kuku yang rapi.
Rani mendongak untuk melihat sekilas empunya tangan. Seorang cowok biasa namun berkharisma. Degup jantung Rani berpacu cepat.
"Maaf... Terimakasih" hanya kata itu yang terucap ketika lelaki itu menyodorkan handphone miliknya.
Rani segera memalingkan muka. Dia tak ingin lelaki itu melihat airmatanya. Rani batal mengambil tisue. Cepat-cepat dia menyeka airmata itu dengan tangannya.
******
Sepanjang pesta Rani kembali ceria bersama gengnya. Dia kembali percaya diri seolah lupa masalah sebelumnya. Teman-temannya pun tak ada yang membiarkannya sendiri.
Rani tampak bahagia. Ada harapan yang tersemai di lubuk hatinya setelah bertemu lelaki yang membantu mengambil handphonenya. Beberapa kali dia mencuri pandang ke lelaki itu. Rani terpesona pada pandangan pertama.
Laki-laki itu sempat menghampiri Rani dan memperkenalkan diri sebagai Adhi, sepupu Aisha yang tinggal di kota sebelah. Adhi lebih banyak ngobrol dengan kakak lelaki Aisha. Mungkin mereka seumuran.
"Rani... Aku minta nomor handphone-mu sama Aisha. Boleh ya?" tanyanya sebelum bergabung dengan kakak Aisha. Rani mengangguk.