Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen | Pacar Digital

8 Maret 2019   21:00 Diperbarui: 9 Maret 2019   00:59 134 12
"Siapa sih itu telpon-telpon terus?", tanyaku sewot kepada suamiku.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Dia hanya diam. Tangannya tetap tenang mengendalikan kemudi mobil. Matanya tetap fokus menatap lurus ke jalanan. Hatiku makin panas dengan rasa penasaran. Sudah berhari-hari dan berkali-kali orang itu menelpon.

Tapi apa yang bisa diperbuat oleh perempuan jika suaminya seperti itu? Meskipun gemes, terkadang aku hanya bisa ikut diam. Sebisa mungkin meredam emosi dan kejengkelan. Namun kali ini aku harus tahu. Harus.

"Apa ada urusan utang-piutang sama kamu, Yah? Atau jangan-jangan kamu ditipu lagi ya?", pancingku sekenanya.

"Makanya, apa-apa itu bilang ke istri. Ntar bisa susah sendiri. Toh ujung-ujungnya aku juga yang kena getahnya. Nggak usah lah percaya lagi sama orang di kampung. Mereka mah bo-bo-pin! Bodoh bodoh pintar! Drama ini-itu tapi suka nipu ujung-ujungnya!", omelku panjang kepadanya.

Ah, suamiku memang seperti itu. Mungkin juga banyak suami seperti ini. Istrinya ngomel sampai capek, dia cuma diam, kalem, dan datar tanpa emosi. Bikin geregetan saja!

Semenit.... dua menit....tiga menit... Kulihat dia masih diam. Ya sudahlah, kuputuskan untuk membuka handphone. Biasanya intip-intip media sosial lebih asyik.

Tiba-tiba suamiku berdeham seperti ingin memulai sebuah pembicaraan. Aku pun agak terperanjat ketika dia mulai berbicara. Kuubah posisi duduknya untuk lebih tegak bersandar.

"Sebenarnya aku malu mau cerita ke kamu..", ucapnya datar.

"Oh.. kenapa?", sahutku santai. Aku sudah tidak emosi lagi.

"Si  Rony itu kecelakaan sama Chery. Rony itu ponakanku dari abang nomor tiga. Kamu belum pernah ketemu", jelasnya.

"Trus... nggak selamat? Kecelakaan dimana? Dia harus tanggung jawab untuk pengobatan gitu ya? Chery nya luka parah?", tanyaku. Aku pernah bertemu sekali Chery. Dia anak dari sepupu suamiku.

"Nggak. Ini kecelakaan dalam tanda kutip...", sahutnya lirih dan sedih.

"Ohhhh... ya?", mataku terbelalak. Aku tak percaya dengan apa yang diucapkan.

"Jadiiii... Chery hammmm... ups.. iya iya.. i see", sahutku. Di belakang ada anak-anakku yang tertidur. Aku takut terdengar sama si sulung yang mulai paham. Kupastikan mereka belum ada yang terjaga.

"Ya iya.. itulah kenapa aku pusing. Aku malu. Bagaimanapun Rony itu anak abangku. Meskipun sudah lama tak ada silaturahmi dengan istri dan anak almarhum, kalau kejadian begini aku juga yang dicari", jelasnya. Aku hanya diam mencoba memahami semuanya. Bapak Rony sudah lama berpulang. Wajar jika setelah kejadian ini, pihak keluarga Chery menghubungi suamiku sebagai paman terdekat.

Ah, dia mulai terbuka. Biasanya kalau sudah begitu, artinya suamiku akan bercerita secara utuh. Tuh kan ujung-ujungnya butuh istri juga! Akhirnya sepanjang perjalanan kami membicarakan Rony dan Chery ini. Klop! Anak-anak tidur pulas, sedangkan tempat tujuan masih jauh.

Dari ceritanya, suamiku shock dengan kabar dari keluarganya. Tak ada yang menyangka kejadian ini. Rony dan Chery terhitung saudara sepupu dua kali. Kalau orang Jawa sering menyebut sebagai "sedulur tunggal buyut". Secara gereja dan keluarga sebenarnya tidak ada masalah. Tapi secara etika dan kepantasan, rasanya kurang tepat. Belum lagi resiko cacat untuk anak yang dilahirkan. Meskipun tidak sebesar resiko pernikahan antar sepupu, toh resiko itu tetap ada.

"Pacaran sudah lama ya mereka?", tanyaku.

"Tau... itu pacaran apa nggak. Nggak ada yang tahu mereka dekat, apalagi pacaran! Orang yang satu tinggal di selatan ujung, yang satu di utara ujung. Naik mobil aja seharian. Orangtua Chery juga nggak pernah lihat Rony ngapel, ketemu, atay main bareng. Kalau ditanya katanya mereka fesbukan dan sering telponan. Gitu....", jawab suamiku.

Duh, kids jaman now! Batinku pun ikut sedih, miris, prihatin, sekaligus was-was mengingat anak-anakku. Singkat cerita, Chery dan Rony ini pernah ketemu di acara pernikahan keponakanku yang tinggal di kampung. Kebetulan pas di musim liburan sekolah. Orangtua Chery dan Rony sama-sama datang kesana membawa anak-anaknya. Mungkin saling melirik. Gayung bersambut di tiga bulan setelahnya karena ketemu di media sosial facebook. Setelah itu intensif berkomunikasi via facebook, aplikasi chatting, dan saling telpon. Boleh dibilang pacaran era digital. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun