Dalam amanat Pembukaan alenia ke-4  dan batang  UUD 1945 pasal 31 ayat 3 di jelaskan bahwa, negara memiliki suatu cita-cita yang sangat mulya yaitu: "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa", kata mencerdaskan kehidupan bangsa menurut pasal 31 ayat 3 adalah cerdas dalam hal: "beriman dan bertaqwa serta memiliki ahlak mulya, serta memiliki keilmuan dan ketrampilan".
Penjabaran dari pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 tersebut di tuangkan lagi kedalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 di pasal 3 dan 35, disitu di jelaskan bahwa ranah pemikiran upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah upaya mencerdaskan: "Sikap dan perilaku, Pengetahuan, serta ketrampilan", hal yang sama juga di jabarkan melalui Standar Nasional Pendidikan yang dijabarkan dalam PP No.32 Tahun 2013 pengganti PP No.19 Tahun 2005 di pasal 1 dan pasal 2 menjelaskan mengenai bagaimana 3 komponen utama harus bisa terkuasai oleh siswa yaitu: "Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, memiliki sikap dan perilaku yang baik, berpengatahuan yang banyak serta terampil. Penguatan yang terakhir di tuangkan ke dalam Standar Kompetensi Lulusan  PERMENDIKBUD No.54 tahun 2013 bahwa kompetensi lulusan di semua jenjang pendidikan harus memiliki kemampuan dalam hal: beriman dan bertaqwa serta memiliki sikap dan perilaku yang baik, Pengetahuan yang luas, serta Ketrampilan yang mumpuni.
Kita hubungkan antara perarturan pemerintah mengenai Sistem Pendidikan Nasional dengan teori-teori kecerdasan berikut ini:
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence – 1996) : orang yang mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ atau olahrasa justru menjadi hal yang sangat penting, dimana menurut Goleman dalam dunia kerja, yang berperan dalam kesuksesan karir seseorang adalah 85% EQ dan 15% IQ. Jadi, peran EQ sangat signifikan