Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Artikel Utama

Puisi: Dialog Satu Meja

13 Maret 2020   09:53 Diperbarui: 13 Maret 2020   18:41 225 17
: saudaraku di setunggal 
 
Kebencian kita terhadap asbak anyir berlumut putung usia lisong
Berserakan warna nikotin tengil, melumur kenikmatan berbatang pucuk harapan gosong
Kopi kita juga lelah menyimak perbincangan mimpi-mimpi yang juga menghentikan gerak genang pekat dangkal
Hampir mencium ampas kepuasan
Menumpuk dalam ruang terpencil
Di sana kita merasakan ada penawar cuaca yang hambar
Di mana letak larik dan lirik menyeduh tepian karat
Lalu sama-sama mencicil pahit di gurun tua tapak meja
Sambil memilah diskusi negara
Sebat perlahan tembakau dikikis arang
Perbincangan satu meja di mulai perlahan
Tak ada yang harus dipura-purakan
Lampion mengawasi kita sebagai pendosa yang selalu bersua menikmati tangis yang dalam.

Bukankah kita sama-sama lupa menjadi pemuda bijak kawan
Yang perlahan akan parau dibelantara kota
Karna kalian seorang sarjana
Sedangkan aku hanya penulis skripsi
Didalamnya terdapat puisi yang hampir tidak terurusi kembali
Tidak masalah bagi kita bukan?
Kita adalah pemuda yang beruntung soal bidik merayu perawan
Kalian juga berbagi sedekah strategi mengusik asmara lewat persembunyian kata dilatar rembulan
Beradu teori doa-doa
Tersangkut di ranting tempat kita pulang ke rahim sayup nabi masing-masing
Bahkan waktu belum disepakati
Laju tawa amsal jadi janji-janji

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun