Pemerintah memahami perkembangan demokrasi yang menguatkan komponen-komponen sipil. Oleh sebab itu, Pemerintah merasa perlu adanya Undang-undang yang menggantikan UU Keadaan Bahaya. Saat ini, pembahasan undang-undang keamanan nasional masih berlangsung di DPR. Di tengah hiruk pikuk RUU Keamanan Nasional, Pemerintah menawarkan satu solusi yang bisa mengatur sistem dan arahan strategis konsep keamanan nasional.
Pemerintah pun menilai jika RUU Kamnas tidak segera disahkan, maka masyarakat sendiri yang akan mengalami kerugian. Dibutuhkannya RUU ini bukan untuk kepentingan pemerintah. Hal ini berangkat dari paradigma bahwa keamanan nasional adalah milik rakyat yang bersinergi dengan suatu komunitas nasional. Undang-undang Keadaan Bahaya yang masih berlaku saat ini sejatinya bertentangan dengan prinsip demokrasi.
RUU Kamnas melibatkan peran warga sipil untuk mengawasi pelaksanaan pengamanan negara. Masyarakat pun harus diluruskan mengenai persepsi RUU ini, bahwa tidak ada upaya pemerintah untuk mengembalikan hegemoni militer dalam perjalanan berbangsa dan bernegara. Upaya untuk menggolkan RUU Kamnas ini masih berlangsung alot di parlemen.
Fraksi-fraksi yang ada di DPR tidak sepenuhnya bulat memberikan dukungan. Oleh sebab itu, sebelum semuanya clear dan jelas, ada baiknya tidak berspekulasi terhadap RUU ini. Kelompok-kelompok sipil harus mendukung pemerintah agar persoalan keamanan nasional menjadi milik bersama. Tidak dihegemoni oleh kepentingan tersembunyi di balik jargon kebebasan berekspresi dan HAM yang kerap disuarakan aktivis LSM. (*)