TNI sebagai alat negara tentu tidak ingin ancaman terhadap keutuhan NKRI dibiarkan begitu saja. Dalam konteks pertahanan, ancaman keamanan di dalam negeri bisa berubah menjadi ancaman pertahanan. Inilah titik masalah krusial yang harus diamati oleh berbagai pihak, adanya dikotomi antara pertahanan dan keamanan. Polri harus legowo dengan kehadiran RUU Kamnas, karena toh pada akhirnya kepentingan rakyat yang harus dijunjung tinggi, bukan kepentingan institusi.
Sejak reformasi, TNI terpinggirkan oleh berbagai kepentingan-kepentingan semu berbalut HAM. Ancaman terorisme, disintegrasi bangsa, perpecahan kelompok bernuansa SARA hingga tawuran pendukung partai politik menjadi sekelumit masalah yang harus segera dituntaskan. Apakah karena mereka masuk dalam lingkup keamanan dalam negeri, lantas TNI ongkang-ongkang kaki menghadapi itu semua. Inilah yang harus dijawab oleh berbagai pihak terkait RUU Keamanan Nasional.
Polri harus menyadari bahwa kewenangannya tidak akan tergembosi oleh RUU ini. Apakah mereka khawatir anggaran akan merosot lantaran disahkannya RUU Kamnas? Jika ini benar, maka sumber bencana keamanan terletak di Trunojoyo. Apalagi jika sampai mereka membayar aktivis-aktivis LSM yang mata duitan, untuk menebar wacana RUU Kamnas mengancam kebebasan HAM. Sungguh naif!
Polri akan tetap berada di jalurnya sebagai penegak hukum. Dia akan berada di garis terdepan seandainya negara dalam kondisi darurat sipil. TNI akan maju seandainya polisi tidak mampu mengatasi kondisi darurat sipil ini. Begitu pula, jika statusnya naik menjadi darurat militer dan perang, maka TNI-lah yang berada di depan. (*)