Meniti di segurat urat syaraf berpikir mereka
Menentang hidup tak mau berlaku bertaruh dalam kepulan asap
Membunuh kehidupan yang hampir luluh disuram gelapnya masa depan
Sisa semburat pilu mengiris kalbu menghancurkan segala
...............................................................
Kebijakan elpiji katanya tuk mereka nyatanya membuat luka
Goresan luka menganga tak berujung kapan tak bersua
Tatkala lembaran-lembaran mimpi mulai menapaki hidup dalam kesedarhanaan
Pertaruhkan mimpi-mimpi kecil anak-anak mereka
Datang tak diundang pergilah kau sang durjana
....................................................................
Tatkala lembaran rupiah tak lagi berharga
Gas elpijipun seperti mutiara manikam seharga permata
Membunuh dapur-dapur terang mereka dalam kalutan mereka
Bernyanyi tapi juga meneteskan air mata tanpa suara
Kalbupun terselimuti kesal, benci namun tak jua sirna
.....................................................................
Tatkala dapur tak lagi menyala
Hidup ini terasa hampa, sirna tak lagi harapan tuk bertandang
Menelikung hidup menghujam alam semesta terpejam telingsut tertutup muka
Malu hingga tiada tara lara duka, harap sinaran sinaran iba mengalir bahagia
Setitik dan segumpal mimpi buruk nyatalah tertinggal
.....................................................................
Tatkala elpiji tak lagi terbeli
Mereka menyanyi lewat bumbungan asap menyusup dalam duka
Mengusik ketenangan jiwa, bongkahan tatal-tatal para pekerja
Menggiring dahaga, lapar semakin menggurita
Gurita kejam, polah tingkah tuan tak bermata tak berhati mulia
...............................................................................
Tinggallah tabung elpiji tak berisi mengantuk mukaku yang merah padam
Terguling-guling di selaksa pengharapan, menimpah kekecutan jiwa
Kapan dikau kembali ada terbeli tuk menyambung sekedar hidup tak lama
Dari dalam bilik-bilik dapur yang masih menyala dalam kedukaan
Meliuk-liuk kecil tersembur angin badai nan hampir padam
^^^^^^^^^