Jika mau diurai satu-persatu tentu tidak ada ujungnya lantaran semuanya memiliki sebab dan akibatnya, misalnya ketika subsidi dicabut (dikurangi) tentu saja pengusaha POM Bensin jadi menjerit lantaran keuntungan akan berkurang telak, dampak secara langsung juga akan dialami oleh konsumen BBM sendiri yang tentu saja akan bingung tujuh kelilih jika keberadaan BBM ini mulai langka.
Di sejumlah daerah BBM langka, tapi alhamdulillah di Metro sendiri sampai saat ini stok masih aman. Sebuah kondisi yang kontras dan terkesan aneh, tatkala di Metro masih ada BBM kenapa di daerah lain justru sudah mulai langka?
Kenapa dan kenapa? Sebuah pertanyaan anak-anak dalam iklan produk makanan di televisi. Pertanyaan yang tak perlu dijawab yang sebenarnya semua orang sudah tahu kenapa ini terjadi.
Pengurangan subsidi BBM selain menjadi pukulan berat bagi pengusaha POM Bensin karena naiknya harga beli mereka, yang tentu saja berdampak pada perolehan keuntungan yang biasanya keuntungan mereka dapatkan berlipat-lipat tatkala BBM tersebut disubsidi. Amat mungkin pengusaha POM Bensin justru begitu mudahnya membuat pangkalan pengisian baru yang perizinannya sangat ketat. Pengusaha yang sudah mendapatkan tiket eksklusif menjadi berbunga-bunga lantaran sudah mendapatkan izin operasional, plus mendapatkan keuntungan dari subsidi BBM. Pengusaha yang untung rakyat kecil yang buntung.
Dampak kedua, tatkala subsidi masih berlangsung, sejauh ini kelangkaan tetap terjadi dengan alasan ini dan itu yang kadang tak masuk di akal. Lah wong sudah disubsidi kog masih langka? Kemana uang rakyat yang dipakai subsidi? Ternyata jawabannya para pengusaha "nakal" melakukan kecurangan dengan menimbun stock BBM mereka agar mendapatkan keuntungan berlebih jika dijual beberapa pekan menunggu kebijakan naiknya BBM yang baru, atau justru dijual dan diselundupkan ke daerah lain yang lebih mahal.
Sudah ditimbun, BBM yang dijual "khususnya premium" ternyata dinikmati oleh orang-orang menengah ke atas, lagi-lagi orang-orang kaya yang bisa menikmati subsidi BBM. Alasannya mana ada orang kere yang bisa beli mobil, seandainya bisa beli motor paling-paling isinya 4 liter. Sedangkan mobil bisa ratusan liter dalam sehari.
Masyarakat miskin diperalat oleh orang-orang berduit dengan nama subsidi padahal yang menikmati yang mereka-mereka lagi. Bahkan anehnya para pejabat daerah pun ngruyuk berebut mendapatkan jatah BBM gratis dari anggaran daerah dalam tanda kutip uang perjalanan dinas, meskipun di sejumlah daerah banyak yang di markup secara terstruktur, sistematis dan massif.
Mereka menjanjikan subsidi diberikan untuk kaum miskin, faktanya insfrastruktur jalan dan sekolah gratis urung dipenuhi. BBM yang katanya untuk subsidi angkutan umum, faktanya sampai saat ini ongkos naik angkot tidak jelas standarnya, sopir mematok sendiri berapa penumpang "miskin" ini harus membayar. Rakyat sekali lagi menjadi tumbal kebohongan subsidi.
Kembali lagi pada persoalan, kenapa BBM langka ? Karena pengusaha BBM tak mau ambil kerugian dengan lancarnya arus distribusi. Toh, jika ternyata di sebagian tempat BBM juga tidak langka tentu tidak tepatnya penghitungan jumlah kebutuhan BBM dengan kenaikan jumlah kendaraan yang setiap tahun terus meningkat tajam. Atau ada persoalan lain yang berhubungan dengan untung dan rugi?
BBM bersubsidi rakyat miskin masih membeli mahal di tingkat pengecer hingga kisaran Rp 7.000,-, apalagi dikurangi subsidi, tentu harganya akan melonjak tajam bisa mencapai Rp 8.000-Rp 9.000 atau bahkan lebih mahal. Masih beruntung jika pasokan lancar karena rakyat tetap membeli meski harga selangit karena kebutuhan mereka tak dapat ditunda, tapi yang repot kalau sudah mahal langka pula. Ya sudahlah lebih baik jalan kaki saja.
Salam Kompasiana