Seorang petani yang berhasil akan melakukan pekerjaannya dengan konsistensi tingkat tinggi, mereka bekerja kadang menyisakan waktu istirahat demi mendapatkan hasil yang diharapkan. Tenaga dan uang dikorbankan, waktupun tak kan dibiarkan percuma melewati hari-harinya demi sebuah cita-cita. Kesuksesan dalam berusaha.
Pedagang pun begitu, sekecil dan semurah apapun produk yang diperdagangkan, maka mereka melakukannya dengan sepenuh hati, ketekunan dan motivasi yang juga tak pernah luluh meskipun kerugian dan kegagalan datang silih berganti. Mereka melakukannya penuh dengan kerjakeras tanpa mengenal lelah demi sebuah kesuksesan.
Tak hanya petani, pedagang, guru pun hakekatnya pun dituntut untuk melakukan tugasnya dengan sepenuh hati. Mencurahkan segenap energi, kekuatan fisik, pikiran dan perasaan demi mencapai apa prestasi gemilang dari apa yang dijalankan. Tidak hanya tenaga, pikiran dan perasaan yang seringkali harus dikorbankan, karena uang pun menjadi pondasi kekuatan agar apa yang dicita-citakan menjadi tercapai.
Seperti pepatah Jawa, Jer basuki mowo beyo, kesuksesan itu butuh pengorbanan. Pengorbanan bukan hanya uang sebagai bentuk modal, tapi butuh ketekunan, telitian dan kecerdasan dalam menjalankannya.
Pepatah itu boleh dipercaya atau tidak yang pasti semuanya akan berkiblat pada pepatah tersebut. Semisal tidak ada seorang petani yang ingin panen jika tak pernah menanam, dan tidak pernah merawat dengan kesungguhan. Selain menanam disertai kesungguhan, pun tak dapat dianggap sepele adalah pengetahuan yang mendalam. Apalah jadinya seorang menanam padi, jika tak pernah mengetahui bagaimana ilmu menanam padi. Minimal pengalaman yang dia dapatkan dari seorang petani yang sudah sukses menjalankannya.
Jika proses pekerjaan hanya sebatas iseng, bukan tidak mungkin semua menjadi sia-sia dan akan berbuah hasil yang mengecewakan.
Menulis pun butuh cinta
Kita pun hakekatnya sudah meyakini, sekecil usaha kita akan membuahkan hasil. Namun demikian apapun juga dan sekecil apapun usaha yang kita lakukan, jika tidak disertai cinta pada pekerjaan itu maka hasilnya akan sia-sia saja.
Ia akan selalu merasa menyesal kenapa ia melakukannya, menuntut sesuatu yang sama sekali belum dilakukannya dengan kesungguhan. Sebentar-sebentar mengeluh bahwa ia telah salah memilih, dampaknya bukan hasil yang didapat justru kekecewaan yang akan selalu menghantui.
Seperti apa yang sering kita alami, menduga bahwa saya dan mungkin teman-teman yang lain akan berhadapan dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka terlahir dengan kekurangan di sana-sini, memiliki kecenderungan prilaku yang berbeda dari anak biasanya. Mungkin tidak hanya saya, di antara kita boleh jadi pernah berpikir ingin menjadi figur atau tokoh tertentu, tapi fakta berbicara lain. Ternyata kehidupan menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu yang kadang tidak sesuai dengan pilihan kita. Pada situasi ini akan banyak komplain dalam hati, kenapa aku melakukannya? Dan kenapa aku harus berada di sini?.
Dalam hati boleh jadi kecewa, muak dengan keadaan tau ada yang merasakan frustasi karena ternyata tidak sesuai dengan harapan. Padahal langkah untuk melakukannya belum melewati tangga ke dua, sebatas tangga pertama kita sudah tak mampu melanjutkannya.
Orang boleh berbicara "gampang" tatkala belum merasakan bagaimana melakukan sesuatu yang dianggap mudah, tapi tatkala benar-benar sudah merasakannya, maka tak sedikit yang mengeluh dan mengundurkan diri akibat tak mampu menghadapinya dengan tulus.
Rasa cinta menumbuhkan motivasi dan etos kerja
Rasa cinta akan menimbulkan sebuah ketulusan, dan ketulusan akan berbuah keyakinan bahwa itulah yang terbaik untuk kita. Amat jarang seseorang mendapatkan kepuasan dari apa yang diinginkan jika ia sama sekali tidak mencintai apa yang tengah dikejarnya, jangankan mendapatkan harapannya, memulai apa yang ingin dituju pun sepertinya enggan dilakukan.
Seorang pemungut padi sisa pun mendapatkan sebutir demi sebutir padi dari siswa para pemanen, karena kesabarannya ia pun mendapatkan hasil yang cukup untuk kebutuhannya sehari-hari. Seorang pedagang es pun mendapatkan buah dari kesabarannya tatkala menjajakan dagangannya ke beberapa lokasi. Meskipun tidak jarang apa yang dijual sedikit pembelinya, tapi pada akhirnya apa yang diusahakan tak pernah berbuntut kesia-siaan. Paling tidak ia akan belajar, kira-kira jenis es apa yang diminati para konsumen. Bukan justru berdiam diri dengan apa yang telah diperolehnya.
Seorang petani tak jarang yang harus menahan kecewa karena tanamannya dihabiskan hama, bahkan jika dihitung-hitung penghasilannya tak lebih dari mengembalikan modal beli bibit dan pupuk. Sedangkan ongkos mengolah dan merawat tanamannya serta waktu yang dikeluarkan sudah tidak diperhitungkan lagi. Tapi bukanlah seorang petani tulen, jika apa yang diperolehnya saat ini akan menghentikan perjuangannya. Karena justru semangatnya akan semakin kokoh demi sebuah cita-cita mendapatkan keberhasilan dari bercocok tanam.
Seorang dokterpun tak jarang mengalami hujatan dari pasiennya, tatkala pekerjaannya kurang memuaskan sang pasien. Tapi jangan panggil dokter, jika mereka tak tabah dalam setiap ejekan dan celaan dari pasien. Mereka selalu melakukan dengan ketulusan meski kadang waktu bercengkrama dengan keluarga harus tersita oleh tuntutan layanan 24 jam. Itulah sebuah pekerjaan dan sebuah pengabdian yang dikerjakan sepenuh hati. Tidak ada kata-kata setengah demi sebuah keberhasilan.
Dan sekiranya ingin ditulis berapa orang yang berhasil karena ketekunan, maka tak sebanding dengan jumlah orang yang gagal karena melakukan pekerjaan dengan kemalasan. Mereka berharap rezeki berlimpah, tapi tak diimbangi kerja keras demi apa yang diimpikan.
Jika kita mesti memilih, apakah memilih keberhasilan karena ketekunan atau justru kegagalan karena ogah-ogahan?
Salam