Orang bilang jodoh itu sama juga dengan rejeki. Yang namanya rejeki kan bisa datang dari pintu mana saja asalkan kita rajin mencarinya. Nah, kalau gak dicari-cari, gak bakal ketemu dong?
Berbicara soal jodoh, dari zaman Nabi hingga zaman modernisasi kayak sekarang, tetap saja selalu jadi perbincangan hangat, bikin panas kuping para ibu-ibu yang punya anak gadis/bujang belum dapat jodoh.
Saya gak mau mengupas tuntas soal jodoh karena tidak punya kewenangan membahas perjodohan :).
Yang berkecamuk di dalam pikiran saya dan masih membuat saya suka geleng-geleng kepala (soalnya kalo mengangguk-angguk nanti dikira kutilang), masih banyak para orang tua (terutama kaum ibu) yang punya anak perempuan, lebih menginginkan punya menantu pria dari suku Jawa.
Wow.....ada apa dengan lelaki Jawa?
Ibu saya bilang, pria Jawa adalah pria yang ulet, setia, pekerja keras, penyayang istri. Dan pendapat tersebut diaminkan oleh para saudara-saudara saya (amin berjama'ah pula). Padahal ibu sendiri menikah dengan ayah saya yang asli lelaki keturunan Jawa Barat (Cirebon, dan tentu saja bersuku Sunda).
Padahal juga, satu kakak perempuan saya yang menikah dengan lelaki Jawa yang asli Yogya harus kandas karena suaminya selingkuh dengan perempuan lain (hayoo...mana dong faktanya kalau lelaki Jawa itu setia?).
Lagi dan lagi, banyak pula teman-teman perempuan saya yang menikah dengan pria Jawa yang pernikahannya pun kandas dengan faktor yang berbeda-beda. Ada yang suaminya selingkuh, ada yang gak kerja-kerja dan mengandalkan sang istri yang menjadi pencari nafkah, ada pula yang suaminya kasar dan sang istri mengalami KDRT.
Dan banyak pula saudara dan teman saya yang berjodoh dengan pria di luar suku Jawa yang pernikahannya langgeng, aman, damai, bahagia.