Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lelaki Tua yang Selalu Memandangi Kubangan Lumpur Lapindo

20 September 2010   13:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:06 119 0
Kutemukan lelaki tua berwajah kuyu tercenung berdiri mematung menatap jauh hamparan luas lumpur lapindo.   Dapat kurasakan betapa getir pandangan yang tercermin pada dua bola matanya.
Kutahu, mata tua itu telah banyak menumpahkan air mata dan tangis.  Hatiku terasa perih seakan dihunjam jarum.  Adakah yang lebih pahit dari hidup terlunta2 kehilangan tempat tinggal, harta dan penghasilan?

Angin bertiup menerbangkan debu,namun lelaki tua itu tak bergeming seperti tonggak yang rapuh. Disana, pada kubangan lumpur Lapindo,pernah terdapat sebuah rumah asri yang didiami sebuah keluarga bahagia. Hari demi hari mereka lalui dengan canda tawa bahagia dan penghasilan berkecukupan. Kehidupan esok serasa begitu cerah menyongsong anak cucu mereka.  Namun semua hanya sepenggal kenangan indah yang tersisa diantara deraan kepahitan hidup terlunta-lunta. Akhirnya lelaki tua itu terisak. Pipinya berlinang air mata. Ingin rasanya kurengkuh dalam sebuah dekapan hangat rasa kekeluargaan yang erat.

Tapi aku hanya bisa berandai2, seandainya aku jadi Aburizal Bakri, tentu tak akan kubiarkan mereka menderita terlunta2. Apalah artinya  hartaku yang melimpah jika ada sekelompok manusia menderita sengsara oleh ulah perusahaanku?  Akan kutunjukkan pada masyarakat bahwa Aburizal Bakri adalah seorang pemimpim yang bijaksana dan penuh tanggung jawab dengan mengganti rugi semua yang sudah disepakati bersama.

Mendadak di Angkasa terdengar suara gemuruh pesawat terbang yang menerbangkan para anggota Dewan terhormat studi banding ke luar negri, seakan tak peduli seruan minta tolong dan tangis derita
keluarga korban lumpur lapindo.  oh!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun