Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Tiongkok Mengusulkan Membangun Sepanjang Sabuk Jalan Sutra Ekonomi Dan Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21 ( 3 )

9 Maret 2015   19:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 53 0

Jalur Sutra Terbentuk

Rute utama transportasi yang membentang dari Chang’an, ibu kota Dinasti Han Barat melalui Koridor Hexi menuju ke Asia Tengan dan Barat oleh sejarahwan Tiongkok dan Barat disebut  “Jalur Sutra”. Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Kaisar Wu Han mengembangkan Jalur Sutra dan membangun Gerbang Yang/Yang Pass (阳关) dan Gerbang Yumen/Yumen Pass (玉门关) disebelah barat Dunhuang (敦煌), telah mengubah daerah Dunhuang menjadi portal ke barat Tiongkok.  Lukisan pada situs sejarah Dunhuang yang kaya dengan lukisan warna dan mural indah, menampilkan gaya gabungan budaya Tiongkok dan Barat.

Jalur Sutra sudah menjadi daftar Situs Warisan Dunia (Worls Heritage) UNESCO pada 2014, dibawah aplikasi bersama dari Tiongkok, Kirgistan, dan Kazakhstan. Jalur Sutra merupakan sejarah konektivitas. Dan kini Jalur Sutra di-modernisasi dan ditingkatkan. Khorgos pernah menjadi titik stasiun yang penting pada rute utara Jalur Sutra.

Pada bulan September 2013, ketika Presiden Tiongkok Xi Jinping mengunjungi Khazakhstan, dalam pidatonya mengatakan bahwa kedua negara bisa menggunakan model inovatif kerjasama untuk  bersama-sama menciptakan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra, yang menghubungkan satu titik demi satu titik dan membangun satu jaringan yang lebih besar pada satu garis pada satu waktu yang secara bertahap membentuk kerjasama utama di wilayah ini.

Lebih lanjut di katakan, untuk tujuan diatas. Pertama, diperlukan kebijakan komunikasi yang lebih baik. Kedua, diperlukan meningkatkan konektivitas jalan. Ketiga, perlu memperkuat perdagangan yang tanpa diblok. Ke-empat, perlu mengembangkan aliran mata uang. Kelima, perlu memperkuat konektivitas sentimen nasional kita bersama. Ini dikenal dengan “Lima Hal Untuk Diperlancar”.(丝绸之路经济带五通:第一加强政策沟通 ;第二加强道路联通;第三加强贸易畅通;第四加强贸币流通;第五加强民心相通)

Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 akan melewati banyak negara, beberapa diantaranya memiliki jalan-jalan yang buruk, fasilitas yang kurang memadai, kekurangan dana, dan tertutupnya kawasannya, sehingga pembangunan ekonominya tertinggal.

Pada 2011, ada 46 negara kurang berkembang di dunia yang sudah di-verifikasi dan mendapat persetujuan PBB. Asia memiliki sembilan dari negara-neara ini yaitu Afganistan, Banglades, Bhutan, Kamboja, Laos Timor-Leste, Myanmar, Nepal, dan Yaman. Sebagian besar negara-negara Asia akan memanfaatkan Strategi Sabuk Jalur Sutra ini.

Jin Canrong, Dekan School of International Studies di Renmin University of China (中国人民大学国际关系学院副院长) mengatakan sebenarnya negara-negara ini sungguh-sunguh berharap untuk melakukan pembangunan, tetapi mereka terbentur tidak memiliki dana sekarang, dan mereka pasti tidak memiliki teknologi. Mereka tidak memiliki dana atau teknologi, serta situasi politik mereka kacau, sehingga mereka tidak dapat menarik modal swasta untuk masuk, karena modal swasta harus mempertimbangkan faktor keamanan untuk mau masuk.

Pada KTT APEC 2014 dicanangkan topik “Memperkuat Konektivitas Komprehensif dan Pembangunan Infrastruktur” sebagai salah satu dari tiga topik utama, dan topik yang lolos adalah “Cetak Biru APEC Untuk Konektivitas 2015-2025” (APEC Connectivity Blueprint for 2015-2025).

Di masa lalu, dana untuk investasi infrastruktur ASEAN diberikan oleh Asian Development Bank yang dikelola oleh AS dan Jepang. Dan itu hanya bisa menyediakan US$ 100 milyar, sedang negara Indonesia sendiri membutuhkan US$ 160 milyar. Dan organsiasi keuangan internasional yang dipimpin AS-Eropa menuntut persyaratan sistim politik dan ekonomi yang ketat bagi negara-negara sedang berkembang.

Mereka bahkan bukan saja sering ketat dalam pengawasan, juga mengajukkan beberapa kondisi  tambahan yang sangat keras. Sebagai contoh, IMF sering membutuhkan atau menuntut negara penerima bantuan untuk melakasanakan reformasi pasar berdasarkan standar negara-negara Barat, khususnya untuk mengambangkan sistim keuangan mereka. Menuntut mereka benar-benar membuka sistim manajemen keuangan  mereka.

Akibatnya metode ini tidak benar-benar bisa mengatasi negara-negara tersebut keluar dari kesulitan keuangan mereka, melainkan membuat mereka lebih bergantung pada modal Barat. Dan pelajaran ini menjadi semacam pelajaran yang sangat mendalam bagi mereka.  Masih ingat pada saat krisis moneter 1998 di Indonesia, bagaimana IMF memaksakan kehendak untuk sistim yang dipaksakan kepada Indonesia yang effeknya masih terasakan hingga sekarang.

Pada 1997 di Korsel dan di Pakistan pada tahun 2000, pinjaman yang mereka ambil dari IMF telah memberi beberapa kenangan yang menyebabkan mereka untuk tidak tahan untuk meringankannya.

Sejak meletusnya krisis keuangan, negara-negara Barat telah terus menerus menghadapi kekurangan dana. Sedang bagi Tiongkok berdasarkan data yang diterbitkan bulan Juli 2014 oleh Bank Rakyat Tiongkok (People’s Bank of China) cadangan devisa Tiongkok total sebesar US$ 3,39 trilyun.  Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang kuat menyebabkan cadangan devisa melebihi US$ 1 trilyun pada 2006, pada 2009 menjadi US$ 2 trilyun, pada 2011 menjadi US$ 3 trilyun, dan hampir US$ 4 trilyun pada pertengahan 2014, total menjadi hampir sepertiga dari keseluruhan cadangan devisa dunia.

Jin Canrong menambahkan, selain cadangan devisa, ada juga lebih dari US$ 2 trilyun aset keuangan internasional. Secara jujur, itu akan sangat rugi jika hanya membeli obligasi AS dengan aset tersebut, karena tingkat pengembaliannya yang rendah.

Ye Hailin komentator spesial Tiongkok, mengatakan, pada 12 Nopemeber 2014, setelah KTT APEC berakhir di Beijing, investasi luar negeri Tiongkok dengan cepat menjadi topik hangat dunia. Terutama untuk AIIB dan Dana Infrastruktur Jalur Sutra yang diusulkan Tiongkok terutama yang akan memberi kesempatan kepada negara-neagara sedang berkembang.

Pada kesempatan KTT APEC ini Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan :”Kami memiliki banyak pulau, tapi kita memerlukan pelabuhan, ini adalah kesempatan bagi Anda semua” judul dari pidato ini “Kami Sedang Menunggu Anda Untuk Berinvestasi di Indonesia”.

Djisman Simandjuntak, Ketua Yayasan CSIS Indonesia mengatakan : “Ini sangat penting. Kita perlu sumber pertumbuhan baru, dan sumber-sumber pertumbuhan baru memerlukan investasi di bidang infrastruktur. Indonesia misalnya, membutuhkan banyak infrastruktur untuk dapat meningkatkan perdagangan internasional, investasi internasional, penyediaan lapangan kerja dan sejenisnya, Kita tidak bisa melakukan sendiri. Ini penting.”

Mustapa Mohammad, Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia, mengatakan “Malaysia merupakan rute strategis penting yang menghubungkan Asia dan semua negara-negara penting lainnya di dunia. Jika Tiongkok berinvestasi di Malaysia, hal itu akan lebih mudah terhubungkan dengan negara-negara lain.”

Pemerintah Malaysaia bahkan membentuk otoritas pengembangan investasi untuk membantu perusahaan Tiongkok untuk menemukan peluang dan mitra di Malaysia. Kebijakan prefernsial adalah chip bagi negara-negara ASEAN yang dapat menarik investasi Tiongkok. Sebagai contoh, Thailand akan membangun 17 zona ekonomi khusus di sepanjang perbatasannya, dan beberapa negara diusulkan untuk dikurangi atau dibebaskan pajaknya.

Bagaimana dengan Indonesia, sudahkan melakukan antisipasi dengan perkembangan yang ada sekarang, untuk menarik investasi Tiongkok dengan preferensi-preferensi yang dapat menarik dan membantu  mereka untuk datang seperti yang dilakukan Malaysia?

Jin Canrong menambahkan, “Karena bagi Tiongkok untuk keluar sekarang, ini seperti Tiongkok menyelamatkan mereka, Untuk benar-benar membangun AIIB dan BRICS Development Bank, Tiongkok akan membantu membangun mereka karena pasar membutuhkan. Tapi dibanding dengan Barat, Tiongkok memiliki beberapa keunggulan. Tiongkok tidak menuntut dengan nada tinggi untuk standar politik. Tiongkok membutuhkan mereka dan cukup realistik. Selain itu teknologi Tiongkok sesuai dengan kebutuhan negara-negara sedang berkembang. Jadi apapun perspektif yang Anda lihat dalam hal pengembangkan bantuan, investasi lebih banyak sumber daya untuk membantu negara-negara keluar dari masalah mereka dengan baik.  Itu hal pertama. Kedua, karena sifat latar belakang yang sama dari negara-negara sedang berkembang. Jin Canrong yakin bantuan yang Tiongkok sediakan dalam menyelesaikan masalah tidak akan kurang atau dibawah AS.

Kolumnis Reuter, John Kemp menuliskan : “seperti apa yang AS pernah mengaku, pasar dan modal Amerika sebagai komponen penting dalam kebijakan luar negeri AS, Tiongkok kini menggunakan kekuatan keuangan dan perdagangan dan pengaruhnya untuk memenangkan mendapat teman-teman.”

Wu Dahui mengatakan : Proposal ini bukanlah strategi Tiongkok sendiri. Tiongkok hanya mengusulkan, tetpai setiap usulan memerlukan ada yang merespon, jika tidak ada yang merespon, maka Tiongkok akan melakukan ini sendiri. Jadi didasarkan pada sikap kooperatif dari semua negara, ini tidak mencakup pertimbangan politik, pertimbangan idiologis atau pertimbangan keamanan yang menginginkan negara-negara tersebut untuk berada di sisi Tiongkok untuk melawan NATO atau AS, sama sekali bukan itu yang sedang terjadi atau diinginkan.  Ini hanya konsep kerjasama ekonomi, bukan strategi politik atau  strategi keamanan.

Apakah  Sabuk Jalur Sutra akan seperti “Marshall Plan” ?

( Bersambung ........... )

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun