Lanjutan dari posting penulis terdahulu http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/09/16/barat-sudah-menjadi-terlalu-sombong/(Barat Sudah Menjadi Terlalu Sombong).
SPIEGEL: Kasus ditahannya seniman Ai Weiwei yang mempunyai hubungan dekat dengan Berlin, terlihat seperti suatu provokasi terhadap Jerman. Apakah dia sengaja ditangkap tak lama setelah Menlu Jerman Guido Westerwell menghadiri pembukaan pameran di Beijing yang juga dihadiri pejabat China?
FU YING: Itulah mengapa saya mengatakan bahwa Anda sombong. Anda benar-benar menganggap dirinya sangat serius. Mengapa negara seperti China harus memutuskan masalah dalam negerinya dengan harus dibuat bertepatan dengan kunjungan Menlu dari negara Eropa? Saya tidak melihat adanya hubungannya dengan hal tersebut. Kasus yang Anda tanyakan adalah masalah hukum. Saya benar-benar tidak tertarik dengan kasus ini.
SPIEGEL: Jika masalah hukum, lalu mengapa Ai Weiwei tidak terang-terangan dituduh secara terbuka? Namun sebaliknya dia menghilang selama 81 hari. Dugaan penggelapan pajak tidak tampak sangat meyakinkan.
FU YING: Jika Anda berminat besar dengan kasus inidan yakin adanya pelanggaran hukum atau telah melanggar rule of law, Anda bisa ajukan. Kita bisa sampaikan kepada pihak yang berwenang. Tetapi berapa banyak seniman, penulis, penyanyi dan artis film China yang orang Jerman ketahui? Pandangan Anda terhadap China sangat sempit dan negatif. Maka itu saya merasa tidak nyaman berbincang tentang hak asasi manusia dengan Anda. Pengertian tentang hak asasi manusia adalah berdasarkan pada Piagam PBB, yang menjamin hak berpolitik, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Tapi dalam pandangan Anda hak asasi manusia kelihatannya hanya memperhatikan individu yang ingin menumbangkan negara atau yang melanggar hukum.
SPIEGEL: Beberapa orang ini secara simbolis mewakili ratusan orang lainnya.
FU YING: Tapi marilah meletakkan segala sesuatunya dalam perspektif lebih luas. Kami terdiri dari 1,3 milyar orang yang hidup di China. Sejak pertama kita berhubungan dengan Barat, hak asasi manusia telah menjadi satu subyek yang didiskusikan. Banyak isu telah dibahas dan dapat dipecahkan, tapi masalahnya terus berubah. Tapi pengertian Barat kini, hak asasi manusia telah digunakan sebagai alat untuk menentang China, terlepas dari kenyataan bahwa China telah berhasil banyak untuk masalah tersebut dan tidak dihiraukan bagaimana kita telah secara intensif berupaya untuk masalah tersebut.
SPIEGEL: Dapatkah Anda mengatakan sesuatu yang lebih kongkrit tentang kasus Ai Weiwei?
FU YING: Kini dia sedang di-interogasi dan dibebaskan dengan uang jaminan. Saya tidak memiliki komentar lebih lagi tentang dia.
SPIEGEL: Satu per satu diktator di dunia Arab kini telah dikejar, wartawan yang kritis, pengacara dan pembela hak asasi manusia di China telah mengalami penekanan, sebagian bahkan mengatakan bahwa “ China Sedang Musim Dingin”. Apakah China takut dengan segelintir aktivis?
FU YING: Apa yang terjadi di timur Tengah adalah sebuah peristiwa yang menarik perhatian dunia. Kita juga berusaha untuk memahami apa yang menjadi sebab terjadi revolusi ini. Adapun China, saya tidak melihat adanya hubungan langsung. Sekali lagi, itu kebiasaan dari beberapa analis Barat untuk menghubungkan segala sesuatu yang buruk dengan China. Jika Anda berpikir masyarakat Anda cukup kuat untuk menghindari infeksi dari revolusi Arab, apa yang membuat Anda berpikir bahwa masyarakat China sangat lemah sehingga mereka harus terinfeksi? 87% dari rakyuat China yang disurvei dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2010 mengatakan bahwa pemerintah berada dijalur yang benar. Di AS, bagaimanpun, jajak pendapat terbaru menunjukkan banyak orang berpendapat negaranya tidak pada jalan yang benar.
SPIEGEL: China selalu menunjukkan reaksi yang cukup keras, bila pemimpin Barat bertemu dengan Dalai Lama. Anda merekomendasikan negara-negara lain untuk menyelesaikan perselisihan melalui dialog. Mengapa China tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan pemimpin spritual Tibet?
FU YING: Kesulitan kita dengan Dalai Lama adalah pandangan politik dan tuntutan kemerdekaan Tibet. Anda bisa membaca website-nya.Anda bisa melihat apa yang dia inginkan. Intinya, dia menginginkan Kemerdekaan Tibet.
SPIEGEL: Dia secara eksplisit menolak untuk itu, dia mengatakan tidak ingin pemisahan, melainkan otonomi yang lebih besar.
FU YING: Tibet adalah bagian dari China. Tapi, tentu saja, pintu dialog selalu terbuka. Dialog selalu disambut baik. Saya akan senang jika lebih banyak orang akan berkunjung ke Tibet, agar lebih banyak orang bisa lebih memahami kehidupan di Tibet kini sudah lebih baik.
SPIEGEL: Sayangnya, wartawan tidak diizinkan untuk mengakses Tibet.
FU YING: Ada sedikit kekuatiran akan maksud dan motif dari wartawan Barat. Kadangkala seolah-olah datang kepesta pernikahan, tapi hanya ingin memeriksa sudut gelap dari isinya. Mereka ingin menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada senyum dari pasangan pengatin, tidak juga dengan kemantin laki maupun teman-temannya tidak ada kebahagiaan-semuanya pokoknya gelap. Mereka menulis tentang hal ini secara gencar. Mereka mengatakan ini fakta, tetapi fakta yang selektif.
SPIEGEL: Dalai Lama telah resmi pensiun dari kantor resminya. Apakah ini bukan suatu saat yang baik untuk mencari solusi damai?
FU YING: Kenyataan dia menarik diri dari kontor politiknya untuk menunjukkan bahwa dia tidak menganggap dirinya sebagai raja dan tuhan yang menjadi satu, serta pemilik dari Tibet. Namun hari-hari itu sudah berakhir. Tibet kini telah berkembang, daerah ini sekarang menjadi baik dan lebih baik. Jadi kita akan melihat apakah Dalai Lama dapat melepaskan diri dari tuntutan politik.
SPIEGEL: Ini bukan saja hanya Tibet yang berkembang dengan pesat. Akhir-kahir ini, utang Barat sudah sampai seleher, tapi China telah mengalami pertumbuhan yang fantastis. Adakah komunisme akan mengalahkan kapitalisme pada akhirnya?
FU YING: Kami bukan Uni Soviet. Selama Perang Dingin, Barat dan Uni Soviet saling berhadap-hadapan. Mereka berdua ingin melihat kematian dari pihak lain, ini yang menjadi strateginya. Tapi China bukan bagian daripertarungan ini, kami selalu mendukung unifikasi Jerman.
Sumber :
Interview with China's Vice Minister of Foreign Affairs, Der Spiegel 08/22/2011.
( Bersambung....)