Dilaporkan oleh Kristen Chick dari The Christian Science Monitor ( dari Al Nawfaliyah, Libya). Disalah satu Pos pemberontak garis depan pertempuran melawan loyalis Muammar Qadhafi ditengah padang pasir, Libya, serombongan pejuang pemberontak bersorak ria dan ketawa-tawa dengan membentuk lingkaran, sebagian mengambil gambar dengan ponsel mereka.
Ditengah lingkaran berdiri seorang anak muda berusia 21 tahun bertampang Asia Timur dari Los Angeles-Amerika. Anak muda ini bernama Chris Leon dengan memakai kaos pemain basket “Los Angeles” dengan nomor 44, bercelana tentara hitam putih. Dilehernya tergantung kalung dengan selosong peluru kosong, diatas kepala dililit syal hitam putih milik pejuang pemberontak.
Banyak orang bertanya-tanya untuk apa dia berada disitu? Ketika ditanya dia mengatakan “Ini adalah salah satu revolusi yang sebenarnya sangat jarang terjadi”. Lanjutnya “Saya datang kesini hanya untuk mengecek saja (check it out)”
Ini benar-benar suatu liburan musim panas yang tidak biasa bagi seorang mahasiswa jurusan metematik di Universitas Of California, Los Angeles, dia mengatakan bahwa sebelumnya dia telah berlibur musim semi di Quebec, Kanada. Kini dia telah 2 minggu berada didekat medan konflik yang telah merengut nyawa ribuan orang, yang dipekirakan akan memakan korban lebih banyak lagi jika pemberontak jadi menggempur kampung halaman Qadhafi di Sirte.
Namun Si Jeon tidak terlihat gentar. Dia berkata : “Saya hanya ingin menyaksi apa yang akan terjadi. Pada libur musim semi yang lalu saya memberitahu teman-teman, dia akan melakukan luburan “gila” untuk berkunjung kesini dan berbaur dengan pejuang pemberontak.”
Dia membeli ticket pesawat satu kali jalan dari L.A ke Kairo - Mesir, kemudian dengan kendaraan darat menuju ke Libya, kini telah 2 minggu disana. Orang tuanya tidak mengetagui bahwa dia berada di garis depan medan tempur Libya. Dia tidak mengerti bahasa Arab sama sekali, dan tinggal dengan para pejuang dan familinya diarea sana.
Dengan bangganya dia berkata “ Saya tidak mengeluarkan satu dollarpun selama berminggu-minggu ini”Karena kebaikan para pejuang rupanya.
Dia tidak tahu bagaimana kontak dengan dunia luar, pada hari Selasa lalu yang dia sendiri tidak tahu tanggalnya. Namun kini dia masih hidup, dimana hanya 80 mil dari Sirte.Dia memegang senjata buatan Russia yang dikasih oleh pemberontak, tapi tidak paham betul bagaimana menggunakannya. Kemudian seorang pemberontak meminjamkan senjata AK-47, dan dia coba tembakan keatas udara. Para pejuang pada bersorak dan tertawa, kemudian pejuang itu cepat-cepat mengambilnya kembali.
Kelihatannya para pejuang ini terhibur dengan adanya orang asing ini diantara mereka, masing-masing kelompok bersaing menawarkan dia untuk bergabung dengan kelompok mereka. Si Jeon ini perlu penterjemah untuk bisa mengerti permintaan mereka, selama itu hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan dia hanya bisa sepatah dua patah bahasa Itali.
Dia mengatakan bahwa pemberontak telah memberi nama kehormatan khas Libya kepadanya “Ahmed El Maghrabi Saidi Barga”, saat gelar ini diusulkan semua pejuang pemberontak berseru “setuju!!!”.
Si Jeon mengatakan bahwa dia akan membantu pemberontak, meskipun dia tidak akan mengunakan senjata api. Dia juga berada dirombongan pertama dengan pemberontak yang menuju ke Nawalifya yang akan menyerang pertahanan Qadhafi di Sirte.
Dia juga tidak kuatir berada di medan pertempuran Sirte. Dia yakin dirinya akan aman untuk menyaksikan saat terakhir batas waktu yang diberikan pemberontak untuk loyalis yang berada di Sirte untuk menyerah pada hari Sabtu yang akan datang besok ini, sebelum mereka menyerang.
Si jeon berkata “ Saya yakin pada takdir”.
Benar-benar keisengan yang keblingger.....
Sumber:
The Christian Science Monitor