Pada 24 Oktober ’14, Tiongkok menandatangani memorandum dengan India, Singapura dan 19 negara lain untuk mendirikan Asian Infrastrure Investment Bank (AIIB). AIIB adalah organisasi pembangunan multilatheral yang bekerja antar pemerintahan di kawasan Asia, terutama ditujukan untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berkantor pusat di Beijing. AIIB terdaftar dengan modal awal 100 juta USD. Kabar ini jelas membuat gerah beberapa pihak.
Seperti diketahui BRICS Development Bank, AIIB dan Silk Road Fund atau Dana Jalur Sutra semua di-inisiatifi dan dipelopori oleh Tiongkok, yang melambangkan tumbuhnya pengaruh dalam pendanaan pembangunan dan potensi sumberdaya baru. Kata Rajiv Biswas kepala ekonomo IHS Asia-Pasifik, informasi dan anlisis perusahaan global (Asia-Pacific Chief Economist at IHS, a global information and analytics firm.) Rajiv bertanggung jawab untuk koordinasi analisis ekonomi dan perkiraan untuk kawasan Asia-Pasifik.
Pada tanggal 20 Oktober ’14, dalam pelantikan Presiden Jokowi di Jakarta, Menlu AS John Kerry terus terang menyatakan keberatannya kepada PM Australia Tony Abbott tentang AIIB. Dan Menteri Keuangan Jepang Taro Aso juga menyatakan keraguannya tentang standar keuangan dan rencana return dari AIIB.
Setelah perang dingin berakhir, organisasi keuangan global dikontrol oleh Eropa dan AS serta Jepang. Tapi sekarang dengan BRICS Development Bank dan AIIB, yang benar-benar dikontrol oleh negara-negara sedang berkembang dan akan melakukan yang biasa dilakukan negara berkembang (maju), hal ini jelas akan melemahkan secara bertahap lembaga keuangan global yang dikendalikan Barat, yang akan merubah mereka menjadi “boneka”. Perihal ini yang oleh Jepang dan AS tidak diinginkan. Selama proses ini berlangsung negara–negara ini tidak akan duduk diam, mereka akan melakukan intervensi dan mencari masalah, atau bahkan datang ke negara sedang berkembang. Jadi ini yang harus diwaspadai dan melawan ini. Kata Zhao Lei.
Dampak dari inisiatif pembiayaan pembangunan BRICS Development Bank dan AIIB akan mengalir ke negara-negara sedang berkembang. NDB akan memiliki modal besar awal USD 100 miliar dan modal awal USD 50 miliar dan juga Reserve Arrangement Kontigen (CRA) dengan modal USD 100 miliar. AIIB akan memiliki modal USD 100 miliar.
Selain itu, baik NDB dan AIIB akan menjadi katalis untuk pendanaan pemerintah dan sektor swasta untuk proyek-proyek infrastruktur. Selain itu baik NDB dan AIIB cendrung mendapatkan keuntungan dengan memiliki akses yang baik pada pendanaan dari bank-bank BUMN dari negara-negara BRICS, terutama dari bank milik negara Tiongkok, yang akan menyediakan sumber potensi pembiayaan yang sangat besar untuk NDB.
Tantanan global yang dipimpin pasca perang, AS dan serangkaian organisasi internasional yang dididirkannya seperti PBB, IMF, Worl Bank. Dan serial dari perjanjian perdagangan internasional yang diselesaikan selama Putaran Uruguay pada tahun 1994, juga memberikan landasan bagi tantanan global ini.
Steve Glickman mengatakan AS tentu sudah menjadi kekuatan utama di lembaga-lembaga dunia seperti WTO dan bahkan setelah P.D II, pada kenyataanya telah menjadi dominan di dunia, dan sudah menghabiskan banyak waktu untuk membangun kembali ekonomi dunia dan membuat aturan dunia yang benar-benar telah hancur selama P.D.II .
Pembentukan AIIB dipandang bahwa Tiongkok menantang tantanan keuangan internasional yang dipimpin AS, dan situasi keuangan Asia yang telah dibuatkan platform oleh Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia). Oleh karena itu, baik AS dan Jepang merasa berada dalam “siaga tinggi” oleh ide ini.
Pada kenyataannya, memang keadaan sangat dibutuhkan untuk membangun AIIB. Berdasarkan perkiraan dari Bank Pembangunan Asia, dalam 10 tahun antara 2010-2020 Asia membutuhkan investasi sebesar 8 triliun USD dalam pendanaan pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini. Jumlah dana sebesar ini tidak mungkin hanya mengadalkan organisasi multilateral seperti Bank Dunia ( World Bank), IMF dan Bank Pembangunan Asia saja.
He Maochun Direktur Institue Ekonomi & Hubungan Luar Negeri Universitas Qinghua. Mengemukakan : Baru-baru ini, kami mengajurkan AIIB serta Bank Pembangunan BRICS, dalam dua organisasi ini Tiongkok harus sangat bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan pragmatis. Pertama, dengan platform Asia, investasi untuk membangun infrastruktur harus benar-benar sejalan dengan situasi pembangunan infrastruktur negara-negara Asia. Pasar harus berdasarkan memiliki tuntutan dan menghormati perintah umum ( public command respect). Juga harus mempunyai dana, dan Tiongkok tidak ingin mengelolanya. Dalam organisasi keuangan yang baru tumbuh ini, Tiongkok tidak ingin menjadi pemegang saham terbesar. Dan dua bank ini akan memainkan peran yang semakin penting dikemudian hari baik cepat atau lambat. Mereka akan memberikan kontribusi untuk negara-negara Asia dan juga menemukan jalan keluar untuk keseimbangan devisa yang luar biasa dari Tiongkok. Maka dikemudian hari negara Barat dan AS akan sangat senang.
( Bersambung ....... )
Sumber : Berbagai Media Tulis dan TV Internasional
-http://en.wikipedia.org/wiki/Asia-Pacific_Economic_Cooperation
-http://www.bbc.com/news/world-asia-29999782
-http://www.bbc.com/news/world-asia-29983948
-http://www.bbc.com/news/world-asia-china-29957115
-http://www.bbc.com/news/world-asia-29983537
-http://www.xinhuanet.com/world/2014apec/
-http://www.xinhuanet.com/world/2014apec/
-http://news.xinhuanet.com/photo/2014-11/11/c_127199600.htm
-http://www.fmprc.gov.cn/mfa_chn/gjhdq_603914/gjhdqzz_609676/lhg_609918/
-http://www.dw.de/how-china-is-reshaping-global-development-finance/a-18072984