Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Piket Kelas

12 November 2022   07:32 Diperbarui: 12 November 2022   07:36 1874 2

Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Joni memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas. Ia tidak sabar menunggu Dika, ketua kelas untuk memimpin doa sebelum pulang.

"Barisan yang duduknya paling rapi boleh pulang duluan," kata Bu Guru setelah selesai berdoa.

Joni dan teman-temannya diam menunggu.

"Barisan tengah, boleh pulang lebih dulu," kata Bu Guru. "Jangan lupa yang piket hari ini, tinggal sebentar. Supaya merapikan dan membersihkan kelas."

Joni cemberut, hari ini ia bertugas piket kelas. Ia tidak suka menyapu. Lagi pula ia sudah janji dengan Tomi dan Beni untuk bermain bola.
 
"Selanjutnya barisan di sebelah kiri, boleh pulang."

Tinggal barisan Joni. Setelah Ibu Guru mempersilakan, mereka serempak berdiri dan berjalan menuju pintu. Joni buru-buru mau keluar lebih dulu.

"Joni, bukankah kamu giliran piket hari ini?" tanya Bu Guru.

Ia berhenti. "Iya, Bu," jawabnya tertunduk.
 
"Kamu tolong bantu teman-temanmu sebentar, ya."

"Baik, Bu," kata Joni dengan berat hati. Ia kembali ke mejanya dan meletakkan tas.

Hari ini mereka piket berlima. Namun, Desi tidak masuk sekolah karena sakit. Jadi mereka tinggal empat orang, Danang, Mira, Dea dan ia sendiri.

Mira dan Dea sudah mengambil sapu. Masih ada tersisa satu sapu lagi di sudut kelas. Joni mengambilnya dan hendak menyapu.

Dilihatnya Danang sedang berusaha mengangkat kursi ke atas meja. Danang adalah murid ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Tangan kanannya cacat, jadi dia menulis dengan tangan kiri.

Kata Bu Guru, sekolah mereka adalah sekolah inklusi. Murid normal dan murid ABK belajar bersama-sama. Di kelas Joni ada dua orang murid ABK. Kata Bu Guru, semua murid harus saling menghormati. Danang kadang-kadang ditemani ibunya. Danang anak yang rajin, tetapi pendiam. Ia pintar dan baik hati.

Danang tampak kesusahan. Joni berjalan mendekatinya. "Nang, biar aku saja yang mengangkat kursi. Kamu menggantikan aku menyapu. Mau?" katanya.

Danang menoleh. "Kursinya berat, loh, Jon," jawabnya heran.

"Nggak apa-apa, aku nggak suka menyapu. Sapunya sering terantuk ke kakiku, mengesalkan."

Danang tertawa lalu mengambil sapu dari tangan Joni.

"Menyapu itu pekerjaan cewek," kata Joni sambil menaikkan kursi.

"Enak saja. Kata Bu Guru, cewek dan cowok itu sama, Jon," ujar Mira sambil menyapu.

"Iya, Jon, kamu nggak boleh bilang begitu," tambah Dea yang sedang memegang serokan sampah.

Joni meringis. "Iya, maaf. Aku cuma bercanda," sahutnya dengan raut wajah memerah.

"Hati-hati kalau ngomong dengan Mira, Jon. Nanti kamu dicubitnya," kata Danang nyengir.

Mira melotot. "Apa kamu bilang, Nang?"

Danang tergelak. "Enggak, Mir."

Joni menggeleng. "Hampir saja kamu diamuknya, Nang," bisiknya ke temannya itu.

Danang tertawa kecil. "Sudah kubilang hati-hati," balasnya pelan.

"Hei, kalian bicara apa, sih, bisik-bisik?" tanya Dea dari pintu.

"Yee ..., mau tahu aja. Rahasia dong," ucap Danang nyengir.

Dea dan Mira sontak menjulurkan lidah karena kesal.

Joni memandang Danang heran. Selama ini mereka tidak pernah akrab. Ternyata Danang asyik juga diajak berteman. "Nang, kamu bisa main bola?" tanyanya sambil menghapus papan tulis.

"Aku suka bermain bola, tapi nggak ada yang mau main bersamaku," jawab Danang tertunduk.

"Ikut denganku saja nanti. Kita main dengan Tomi dan Beni," ajak Joni.

"Memangnya mereka mau main denganku?"

Joni mengangguk. "Tentu saja, Nang. Murid cewek saja boleh ikut bermain, kok."

"Aku malu," ujar Danang pelan.

Joni mendekat dan merangkul bahunya. "Ibu guru bilang, kita semua adalah teman. Nggak boleh membeda-bedakan."

Danang mengangguk, wajahnya mulai ceria. "Kalau begitu, aku mau. Jam berapa kita mainnya?"

"Setelah selesai piket. Mainnya di lapangan dekat rumah Tomi. Kita jalan kaki saja. Dekat, kok," kata Joni penuh semangat.

"Kalian mau kemana?" tanya Mira. Ia mengembalikan sapu ke sudut ruangan. Kelas mereka sudah bersih dan rapi.

"Mau main bola di rumah Tomi, anak kelas V B. Dia teman sekelasku waktu kelas IV C kemarin," jawab Joni.

"Kami boleh ikut?" tanya Mira, "aku juga suka bermain bola."

"Aku juga mau ikut," kata Dea.

"Boleh saja, tapi nanti kalian dicari mama kalian, nggak?" ucap Joni sambil mengambil tas dari meja. Mereka berjalan beriringan menuju pintu.

"Biasanya aku jalan kaki pulang. Apa boleh pinjam ponsel Mama Tomi untuk memberitahu mamaku?" tanya Dea.

"Iya, kita harus izin mama dulu, biar nggak bikin cemas," tambah Mira.

Joni mengangguk. "Aku juga mau menelepon. Mama Tomi baik, nanti kita dibuatkan es buah dan kue pizza. Mamanya pintar memasak kue."

Danang tertawa. "Ayolah kalau begitu," ajaknya sambil menepuk tangan Joni.

Mereka berjalan bersama-sama. Tomi dan Beni sudah menunggu di pagar sekolah.

Joni tertawa riang, ternyata piket kelas bersama teman-teman sangat menyenangkan.

=Tamat=

Kotabaru, 24 Oktober 2022

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun