Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Ngamen Gratis

15 Oktober 2011   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:55 124 1
[caption id="attachment_135857" align="aligncenter" width="300" caption="NGAMENfreeYA"][/caption]

Oleh: R. Mailindra ( http://mailindra.cerbung.com)

Tukang ngamen bisa muncul di mana saja dan kapan saja. Kadang tanpa aba-aba mereka langsung melantunkan lagu. Tapi tak jarang juga mereka mengawali pertunjukannya dengan seribu basa-basi. Kau tidak bisa mencegah mereka. Tapi entah kau menikmati atau tidak sajian mereka, kau punya kendali untuk memutuskan akan ‘membayar’ atau tidak.

Kalau kau kebetulan naik bis di Jakarta, ada saja pedagang kaki lima yang tiba-tiba naik lalu meletakkan satu atau dua barang dagangannya ke pangkuanmu sebelum kemudian ‘berkhotbah’ dan merayumu untuk membeli. Entah kau suka dengan barang itu atau tidak, kau pun punya kendali sepenuhnya atas transaksi dengan mereka. Kau bisa mengintip, mencium, dan meraba bagian mana pun dari barang yang ditawarkan tersebut namun akhirnya memutuskan untuk tidak membeli.

Para pengamen dan pedagang kecil tersebut, semiskin atau sesusah apa pun hidup mereka, tidak cukup nekad untuk sekoyong-konyong merogoh dompetmu dan mengambil recehan sambil mengatakan, “Saya sudah nyanyi dan bapak tidak menghentikan saya, jadi saya ambil bayarannya!”

Seandainya ada yang nekad melakukan aksi seperti itu, kau akan segera mendapati mereka digelandang ke polsek terdekat—mungkin disertai hidung patah, gigi pecah, dan muka setengah ringsek.

Tak gampang memang mencomot recehan kalau benda itu tersimpan rapi di kantong atau dompet pelanggan. Cerita akan berbeda semisal uang pelanggan dititipkan ke pihak lain, bahkan kepada perusahaan besar sekalipun—semisal operator telekomunikasi di Indonesia. Dengan jumlah pelanggan seluler mencapai hampir 200 juta—yang lebih dari 90 persen merupakan pelanggan prabayar—maka titipan pelanggan ke para operator itu jumlahnya luar biasa. Jika rata-rata pelanggan punya 10 ribu rupiah, maka totalnya mencapai hampir 2 triliyun.Jika dimasukkan ke deposito, dengan bunga setengah persen per bulan, maka keuntungan dari bunga saja mencapai hampir 10 milyar rupiah setiap bulannya.

Harusnya titipan dan kepercayaan sebesar itu patut disyukuri, namun alih-alih mensyukurinya, perusahaan-perusahaan tajir itu justru berpikir keras untuk ‘mendaya-sedotkan’—menggunakan segala instrumen dan peraturan yang ada—agar titipan pelanggan tersebut segera menjadi milik mereka, bahkan dengan cara yang kalau dipakai para pengamen atau pedagang kecil bisa berakibat muka ringsek.

Saat ini kau bisa tiba-tiba mendapatkan ucapan selamat lewat sms, yang memberitahu kau beruntung mendapatkan RBT (Ring Back Tone) gratis. Namun kalau kau lupa memberitahu operator telekomunikasi untuk menghentikan aksi jualan itu, maka mereka akan anggap kau setuju untuk terus mendapatkan layanan mereka, dan karenanya mereka akan langsung merogoh dompet dan mengambil recehanmu. Untuk protes tak gampang, Bung. Kalaupun kau mau protes, butuh usaha keras agar recehanmu itu kembali. Yang sering terjadi adalah usaha, waktu, dan biaya yang kau keluarkan bisa lebih besar dari recehan yang mungkin kembali ke dompetmu.

Layanan SMS Premium Berlangganan (Premium SMS Subscription) bahkan lebih ganas lagi. Operator dan para content provider kaki tangannya tak sungkan menyebar gula, madu, perempuan seksi, pelawak, ataupun umpan lainnya. Mereka tampak harum, nikmat, lucu, imut, dan sexy. Namun berhati-hatilah karena mereka bukan pedagang yang bisa kau temui di bis kota. Kalau kau terpencet sebuah link (tautan), atau karena penasaran menekan beberapa tombol pada ponselmu (bukan ponsel mereka), atau karena imanmu tipis kau tergoda lalu mengirim sebuah sms, maka akibatnya bisa fatal: kau segera divonis menginginkan berita gosip, curhatan para artis, ramalan, atau remeh temeh lainnya yang gampang dan gratis ditemui di internet ataupun televisi. Dan untuk itu, para pebisnis jenius ini akan langsung merogoh dompetmu lalu memindahkan recehanmu ke dompet mereka.

Luar biasa! Tingkah kemaruk ini tak mungkin disaingi pebisnis sektor lain. Distributor majalah misalnya, tak mungkin sekoyong-koyong mempercayai permintaan langganan yang datang dari mister A lalu tanpa verifikasi apapun langsung mengirimkan secara periodik majalah. Kau juga tidak mungkin mengaku sebagai mister A-Satu lalu minta dikirimi pizza, dan restoran tanpa verifikasi apapun langsung menganggap kau ada, kau punya uang, alamatmu benar, sehingga mereka dengan tergopoh-gopoh segera membuatkan pesananmu dan secepat tagihan ponsel mengirimkan makanan itu ke alamat yang kau sebutkan.

Operator Telekomunikasi beserta content provider kaki tangannya berbeda. Cerita bidang bisnis di atas tak berlaku buat mereka. Kau tahu, seluruh permintaan yang sampai ke sistem milik mereka, tanpa perlu diverifikasi dan dikonfirmasi ulang, langsung dianggap sebagai pesanan dan persetujuan dari pemilik nomor ponsel. Mereka tak ambil pusing kalau kau bilang bahwa kebetulan anak atau orang lain yang melakukannya. Mereka juga tak akan menggubris kalau kau bilang tak sengaja terpencet tombol ‘OK’ karena terburu-buru, karena kebelet dan mulas, ataupun karena ngantuk. Selama perintah atau sms itu berasal dari ponselmu, itu berarti kau yang minta untuk dihujani curhatan artis, gosip, ataupun ramalan. Karenanya mereka berhak merogoh dompet dan menguras recehanmu.

Mungkin kau ingat, untuk menghadapi para pengamen maka warung atau rumah sering kali memasang tulisan ‘Ngamen Gratis!’. Sungguh melegakan kalau pemberitahuan semacam itu bisa juga keluar dari ponselmu untuk memperingatkan para operator telekomunikasi beserta gerombolan content providernya.

** 15 Oktober 2011.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun