Apa yang dipaparkan Guru Gembul di Rabithah Alawiyah, minggu (9/9/24) masih menjadi perhatian netijen. Diskusi antara Guru Gembul dengan Gus Wafi yang dimoderatori Sayid Fikri Syahan bagaimana pun menyimpan pesan terkait polemik nasab yang hampir satu tahun masih belum menemukan titik sepakat.
Guru Gembul berani datang ke sana dan berbicara cukup berani terkait apa keresahan yang ia rasakan. Banyak netijen terwakili dengan apa yang dipaparkannya. Seharusnya, polemik ini disudahi saja. Menyelesaikannya, tentu tidak dengan perdebatan lagi tapi dengan kita sama-sama introspeksi diri. Begitu katanya berapi-api.
Introspeksi diri apa? Atas khilaf dan kealfaan kita. Semua bisa salah dan berlaku salah itu normal. Kendati begitu, kita harus mau memperbaikinya. Dalam hal ini, para habib pun bisa salah dan juga benar. Kalau salah harus mau mengakui dan mau dikoreksi, bukan malah marah tak terkendali.
Banyak yang bilang, Guru Gembul tampil prima di sana dan kalau diukur menang atau kalah, tak sedikit netijen bersuara Guru Gembul menang. Walau pun tujuan debat kan bukan itu, tapi menyampaikan argumen dengan persefektif berbeda untuk sampai pada pemahaman utuh. Entah setuju atau tidak, itu urusan lain.
Di awal acara Guru Gembul sudah sampaikan, polemik nasab ini sebenarnya bukan berawal dari tesis Kiai Imad. Sebab kalau harus jujur, sedikit sekali orang yang sudah membaca utuh tesis Kiai Imad pun karya tandingan dari tesis tersebut. Kiai Imad itu pionir, orang yang mau bicara dan mewakili perasaaan
Lantas apa?
Guru Gembul sendiri mengatakan polemik ini terjadi bukan karena tesis Kiai Imad itu. Tesis itu mencuat karena mewakili keresahan-keresahan sebagian kaum muslimin di Indonesia, yang melihat pernyataan dan sikap mereka yang mengaku turunan nabi tapi kok suka blunder. Turunan nabi seperti "kebanggaan diri" tanpa tahu esensi di baliknya apa, yang ada sering meresahkan ruang sosial kita.
Di sini lah Rabithah Alawiyah seharusnya tampil terdepan memberikan edukasi pada masyarakat untuk meng-counter pemikiran Kiai Imad cs. Entah kenapa kok terkesan diam dan seolah membenarkan laki oknum Habib tersebut. Barangkali lain lagi kalau Rabithah Alawiyah lebih aktif lagi, mungkin polemik ini tak berlarut-larut.
Menurut saya, Guru Gembul dan Kiai Imad cs sebenarnya lebih mempersoalkan pada kebanyakan oknum Habaib yang kurang jeli dan hati-hati terhadap sikap dan perilakunya. Itu kenapa serangan lebih diarahkan pada mereka yang memang blunder bukan pada mereka lurus bertindak dan manis berkata.
Lantas gimana dengan nasab ini apa ilmiah? Saya kira, penjelasan dari Sayid Fikri Syahab jelas, sebagimana data jurnal yang disampaikannya bahwa pohon turunan sesuai juga dengan pohon turunan raja Inggris, Yordan dan Maroko.
Hanya saja, yang memang masih dipertanyakan, untuk lebih pasti tes DNA. Ini pun masih diskursus yang cukup memanas juga. Entah bagaimana ujungnya.
kendati demikian, saya suka dengan respon dari pengurus Rabithah Alawiyah yang justeru menerima kritik dan saran Guru Gembul. Kalau selama ini lembaga ini dicitrakan anti kritik, nyatanya Guru Gembul leluasa berargumen di sana. Namun durasi waktu yang sempit, kadang membuat Gus Wafi dan Sayid Fikri seperti rebutan kesempatan bicara.
Lepas dari itu, menandaskan Guru Gembul tak hanya jago di kandang tapi juga jago pula berargumen di markasnya lembaga utama kalangan Habib. Berani bicara dan mau menanggung resikonya. Jadi ingat Abu Janda yang debat di ILC dengan Ustaz Felix beberapa tahun lalu. Ya, walau beda kualitas. Wallahu 'alam. (***)
Pandeglang, 11 September 22.33