Beres Wanda, kita pun dikejutkan dengan Isa Zega yang trasgender bercadar tengah tilawah di masjid Nabawi. Bahkan, ia dengan busana muslimahnya yang rapi mempublikasikan di IG-nya tengah khusyu di depan ka'bah nan suci itu. Munajat pada Pemilik Semesta. Waw, kontan saja ia pun jadi bual-bualan netijen.
Nikita Mirzani sampai berkomentar agar menjeratnya sebagai  penistaan agama. Nampaknya, ini di-aminkan netijen lain agar keduanya dilaporkan ke pihak berwajib.  Selebihnya saya belum tahu, apa upaya itu serius ditindaklanjuti atau hanya wacana yang mungkin saja bisa dilaksanakan maupun tidak. Entahlah, biar waktu nanti membuktikan.
Bagi mereka, mungkin menjerat keduanya dengan pasal penistaan agama adalah tepat. Bagaimana pun keduanya itu seperti melecehkan ajaran Islam dan bergaul dengan lawan jenis yang nyata terlarang dalam ajaran Islam. Singkatnya, salah secara hukum dan moral.
Sikap permohonan maaf Wanda  diapresiasi dan diterima, tapi upaya hukum jangan berhenti agar terjaga marwah agama.  Dalam sebuah keyakinan harus tegas, karena memang UU melindungi hak tiap penganutnya menjalankan--dalam konteks ini, membelanya. Demikian suara mereka.
Dua kasus di atas memang miris. Bagaimana pun ini tontonan yang kurang etis di tengah negara mayoritas warganya beragama Islam. Sikap mereka menjadi noda, bagaimana mungkin wanda dan Isa tidak mengerti fungsi cadar untuk apa dan bagi siapa.
Katakan keduanya tidak tahu, ini pun problem juga dengan arus kajian agama yang mudah sekali dijangkau. Buku bacaan tersedia. Link di mana-mana. Belum konten berwarna agama nyaris ditampilkan di pelbagai media sosial. Apa itu tidak cukup buat mereka tahu. Hem, ini yang perlu dikaji.
Kendati begitu, saya kurang setuju kalau keduanya dijerat dengan kasus penistaan agama dan kemungkinan berakhir di hotel prodeo. Mereka memang salah dan itu tak bisa mereka mengelak. Akan tetapi soal motif kenapa mereka begitu, ini pun harus dan perlu kita ketahui.
Walau pun Wanda "salah kostum" di pengajian Ustaz Hanan tapi ia benar karena "masih mau" mengkaji ilmu dari ahlinya. Kita boleh tak setuju dengan sepakterjangnya selama ini yang feminim, tapi kita kan gak tahu, bisa saja hadirnya wanda di kajian Ustaz Hanan awal "menemukan dirinya" yang hilang. Tangisnya itu, penyesalan yang bisa saja lahir di sanubarinya. Bukankah menyesal awal dari proses taubat?
Begi pula Isa Zega yang hadir di tanah suci dengan busana yang tak selaras dengan kelaminnya, itu cara Allah agar ia lebih dekat dengan Islam. Mekah dan Madinah itu cikal Islam tumbuh dan berkembang, dan tak kemungkinan wasilah bangkitnya lagi Isa agar tahu kodratnya yang sejati. Tidak semua orang punya nasib dan takdir loh bisa menginjak tanah suci.
Singaktnya, niat mereka baik walau caranya yang kurang tepat. Â Di titik ini, saya pikir, bukan "penjara dan pukulan" yang mereka selayaknya mereka dapatkan. Cemooh cukupi saja. Jauhi lebih baik bagaimana caranya kita perlu merangkul mereka. Kita temani, edukasi dan beri pedekatan soal Islam.
Wanda yang begitu, mau loh belajar agama. Â Hadir di pengajian. Tapi lihatlah di sekitar kita, betapa banyak orang yang sehat, baik jasad dan jiwanya belum terketuk untuk duduk di majlis ilmu. Di medsos kerapkali merasa "paling bisa" ilmu agama, tapi minus kemampuan dan tak mau menginjakan kaki di majlis ilmu di sekitar rumahnya.
Oleh karenanya, di sini perlu MUI turun gunung untuk merangkul. Tak hanya MUI, organsasi agama pun turut aktif pula. Lantas kita pun melakukan apa yang bisa kita lakukan. Di sini momen kita menunjukan ajaran Islam yang indah itu gimana, reaksi yang cerdas dan kreatif.
Barangkali itu pula kenapa Ustaz Hanan tidak berkomentar lebih atas ulah Wanda Hara. Belau ada di posisi simalakama, antara diam dan harus bicara. Hanya tim-nya di media yang menanggapi . Mungkin saja Ustaz Hanan berpikir lain soal Wanda, kan tiap orang punya kesempaatn sama mengecup ilmunya.
Semoga keduanya kembali ke kodratnya dan kita belajar terus menjadi muslim yang baik. Tidak semua harus kita musuhi dan sesali, ada saat kita harus menerima kenyataan. Meminjam istilah Gus Miftah, "Mereka punya masa lalu, tapi mereka juga punya masa depan yang berhak diubahnya." Wallahu 'alam. []