Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Beberapa Saat yang Menjengkelkan Jiwa

23 Juli 2024   15:20 Diperbarui: 23 Juli 2024   15:32 33 0
Pasca melahirkan si Belang obsesi banget dekat saya. Kadang mood-nya berubah-ubah semaunya. Kadang buat saya nyaman, kadang buat saya jengkel. Bagaimana tidak jengkel, lagi asyik duduk atau menulis, atau sedang jalan kadang mengigit manja gitu.

Gak perih sih, cuma kaget. Saya pikir dia mau makan, maka saya kasih ikan. Eh, ditolak mentah-mentah. Giliran ditingal, ngambek, rese emang. Belang emang rese, kalau makan harus pakai ikan saja. Mana mau dicampur nasi. Ikan pun harus pula yang bagus, kalau ya beberapa kali digoreng, ya ditolak juga. Belagu banget, gak sih.

Gara-gara si Belang saya sering banget kena omelan Emak. Ya itu, ikan sering habis bukan di makan tapi dikasih kucing mulu. Padahal sama kucing juga dimakan ya, kecuali diabaikan, ya wajar. Ada benarnya juga sih Emak, masalahnya, masa mau membiarkan si Belang mati di lumbung padi?

Hiks!

Entah kenapa emosi saya mudah sekali tersulut. Hanya karena masalah sepele, sikap saya kadang tak terkontrol. Seperti malam ini, mangkel banget hati. Entah karena si Belang atau mungkin karena lagi-lagi dimarahi Emak gara-gara benerin colokan listrik kulkas yang kendor.

Demi keselamatan ya saya matikan tombol kwh listriknya. Takutnya kesetrum. Emak malah komentar tak sedap di hati. Berbicara seolah saya masih anak-anak yang belum tahu apa-apa. Bukannya mengapreasiasi, yang ada menumpulkan usaha saya. Heran sekaligus jengkel, apa sebesar ini saya gak tahu apa-apa?!

Hal itu cukup buat saya meradang. Karena posisi saya sebagai anak, ya paling cuma diam menahan kesal.  Otomatis ini mempengaruhi mood, serba salah mau melakukan apa saja. Mau membaca gak fokus. Mau menulis, ya rasa  lagi gak normal.

Cara aman agar tak senasib sama Malin Kundang adalah mengobati dengan diam, merasa semua baik-baik saja. Ini seni yang sederhana, sayangnya tak semudah membalikan tangan. Butuh waktu kita merendam bara, melunakan ego dan membangun pikiran positif.

Jadi teringat buku Seni Bersikap Bodo Amat karya Mark Marson, sesungguhnya yang saya alami ini efek eksternal. Namanya pengaruh luar, kita bisa memilih antara menerimanya dengan pikiran positif atau negatif.

Kalau kita menerima dengan pikiran negatif, ya kita marah, kecewa atau justeru sedih dengan faktor dari luar.  Kalau kita menyikapinya dengan pikiran positif, maka kita berusaha tetap tersenyum, ceria dan memahami semuanya adalah proses warna duniawi.

Kalau kita tarik dalam kasus di atas, seharusnya mood baik bisa tetap baik walau pun masalah datang silih berganti. Cercaan dan cemoohan tak akan berarti apa-apa, selama jiwa kita kaya.

Itu kenapa kata nabi, orang kaya itu bukan mereka yang banyak hartanya. Hakikatnya kaya adalah ketika jiwanya kata. Kaya dengan apa?  Syukur, tadabur dan positif bersikap.

Di titik ini, kenapa Islam mengajarkan ketika kita marah,  kalau sedang berdiri diajarkan untuk duduk. Kalau duduk dianjurkan untuk berbaring. Kalau masih marah pula, maka dianjurkan untuk wudhu. Sesungguhnya setan diciptakan dari api, dan api akan padam karena tersiram oleh air. Tak lain agar kita mau bersikap dalam keadaan apa pun.

Oleh karenanya, alangkah lebih baik sebelum kita menyalahkan orang lain karena merusah mood kita, adalah dengan berusaha membangun pikiran positif lagi produktif. Ibarat di depan kitta disuguhi sambal yang super pedas, sebagai orang merdeka kita bisa memilih; memakannya atau mengabaikannya.

Kalau kita memakannya harus paham efek terlalu makan sambal itu adalah perut akan banyak suara-suara ritmis. Ujungnya akan teras panas di pantat seusai BAB. Kalau tak mau, diam adalah pilihan paling aman. Anda setuju? (***)

Pandeglang, 23 Juli 2024   15.13

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun