Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Kisruh Golkar dan Peran Ical Dalam Melindungi Koruptor

15 Mei 2015   23:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00 1213 1

Pragmatisme nampaknya sudah menjalar ke seluruh sendi-sendi politikus tanah air. Istilah yang bayar yang dibela bukan lagi hanya menjadi istilah yang populer di kalangan para pengacara, tapi juga sudah menjalar dan meracuni para politikus kita. Contohnya saja sikap yang ditunjukan oleh para pendukung Golkar kubu Aburizal Bakrie. Sepertinya mereka tidak melihat bagaimana masa depan partai ini apabila dipimpin oleh sosok ARB selama 2 periode.

Yang mereka pikirkan hanyalah keuntungan dan kepentingan yang akan mereka dapatkan ketika mereka membela kubu ini. Padahal semua kader Golkar juga sudah mengetahui bagaimana keadaan partai golkar ketika dipimpin sosok ARB. Menurut pendapat saya, partai Golkar akan menemui kesuraman dan ketidakjelasan apabila masih dipimpin oleh sosok ini.

Dikalangan politisi, bukan menjadi sebuah rahasia lagi kalau para koruptor merasa sangat aman dibawah rangkulan Ical. Para kader yang korup merasa aman berada di bawah kepemimpinan ARB. Selain itu, komitmen Ical untuk pemberantasan korupsi juga dipertanyakan. Hal ini ditunjukan dengan sikap ical yang selalu mendukung terhadap pemberian grasi terhadap koruptor.

Lemahnya komitmen pemberantasan korupsi juga terlihat dari bagaimana sikap Ical menghadapi kasus korupsi kader Partai Golkar. Kasus Ratu Atut Chosiyah mantan Gubernur Banten tidak langsung dipecat oleh Ical. Begitu juga dengan kasus yang melibatkan politisi Golkar Zulkarnaen Djabar, serta kasus Gubernur Riau yakni Rusli Zainal & Anas Ma’mun juga tak langsung dipecat.

Salah satu aktor penting dibalik Munas Bali adalah Nurdin Halid. Hadirnya Nurdin Halid sebagai Ketua Panitia Munas Bali, Tim Sukses dan kini menjadi Wakil Ketua Umum kepengurusan Partai Golkar versi Ical adalah bukti lemahnya moral pemberantasan korupsi. Nurdin Halid adalah mantan terpidana korupsi yang barus aja keluar dari penjara, namun mendapat tempat terhormat disisi Ical. Jika Ical punya integritas, ia pasti hanya akan memilih pengurus Partai Golkar yang bersih dari korupsi.

Nurdin Halid memang sangat ‘sakti‘, ia ditahan sebagai tersangka kasus penyelundupan gula impor ilegal 73 ribu ton pada tahun 2004. Nurdin kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng Koperasi Distribusi Indonesia (KDI). Hampir setahun kemudian, Nurdin Halid dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi ke MA. Baru pada 13 Agustus 2007, MA menyatakan Nurdin bersalah dan divonis 2 tahun penjara. Belum lagi dosa-dosanya yang hingga kini masih dirasakan PSSI. Nurdin Halid menjadi ketua PSSI satu-satunya yang memimpin di balik jeruji besi.

Selain Nurdin Halid, mantan Ketua DPD Golkar Jawa Barat Irianto MS Syafiuddin alias Yance. Yance diciduk Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi, Jumat dini hari (5/12.2014), dua hari setelah menghadiri Munas Golkar di Bali. Kasus yang melilit Yance adalah dugaan korupsi pembebasan lahan proyek PLTU di Sumur Adem tahun 2004. Yance diduga menaikkan nilai harga jual tanah atau mark up yang seharusnya Rp 22 ribu per meter persegi menjadi Rp 42 ribu. Perbuatannya tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 42 miliar.

Yance yang pernah menjabat Bupati Indramayu selama dua periode tersebut dikenal sebagai loyalis Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie. Ia bahkan pernah diusung Ical menjadi cagub Jabar pada tahun 2013 silam meski elektabilitasnya sangat rendah. Di Munas Golkar lalu Yance menjadi salah satu tim sukses Ical, dia menggalang dukungan seluruh DPD II Golkar se-Jabar untuk mendukung Ical sebagai calon tunggal.

Serjumlah nama lain yang diakomodir oleh Ical juga perlu diwaspadai, seperti Fahd A Rafiq yang masuk jajaran Wakil Bendahara Umum Partai Golkar versi munas Ancol itu juga kena kasus. Fahd merupakan otak merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan Alquran di Kemenag yang diusut KPK. Dia dinyatakan bersalah dan dihukum 2,5 tahun penjara.

Belum lagi sejumlah kasus yang mengarah pada pelibatan sejumlah orang dekat Ical. Pemeriksaan penyidik KPK terhadap dua elite Partai Golkar (PG), Indrus Marham, Ade Komarudin dan Setya Novanto terkait kasus Pilkada Lebak Banten yang melibatkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar adalah salah satunya.

Ade Komaruddin yang dipasang sebagai pengendali Fraksi Partai Golkar versi Ical punya catatan buruk lain terkait kasus korupsi. Dari Data intelijen, pada februari 2002, jumlah tabungan Akom mengalami peningkatan drastic Dari semula 14.000.000 jadi 2.704.000.000. Selidik punya selidik, uang itu ternyata didapat Akom karena terlibat di Pansus Buloggate dan Bruneigate. Selain dua pansus itu, kenaikan harta Akom jg krn ia turut memprakarsai hak angkert DPRRI utk menjatuhkan presiden Gus Dur.

Selain itu, Ade Komarudin juga meloloskan anggaran tugas pembantuan prioritas MDGs dan supply side SISK tahun 2006-2007. Di SISK, Ade Komarudin main di pengadaan alat kesehatan (alkes) Kementerian Kesehatan. Jajaran kasus lain yang melibatkan Ade Komarudin dapat di baca di sini

Setya Novanto yang juga dipasang Ical untuk memegang kendali di DPR RI ini juga punya catatan korupsi yang bertumpuk. Korupsi yang ditengarai melibatkan Setya Novanto antara lain kasus Cessie Bank Bali. Kasus yang merugikan uang negara Rp546 miliar itu telah menyeret Joko Tjandra dan Syahril Sabirin dkk. Begitu juga dengan kasus korupsi baju hansip dengan anggaran Rp560 miliar yang terindikasi ada penggelembungan dana signifikan dan potensi kerugian negara Rp231 miliar.

Dalam kasus lain, nama Setya Novanto juga beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Nama Setya Novanto juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Setya juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Selain nama-nama tersebut, nama Aziz Syamsuddin yang diperaya Ical di komisi hukum DPR RI juga kental dengan kasus korupsi dan Bambang Soesatyo yang menjabat sebagai sekretaris Partai Golkar juga pernah diperiksa oleh KPK dalam kasus Simulator SIM Mabes Polri 2011. Dua nama tersebut disebut dalam kesaksian Nazarudin. Selain pengakuan Nazaruddin, ada fakta persidangan berupa pengakuan Ketua Panitia Lelang Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan yang mengungkap keterlibatan Bambang Soesatyo. Teddy Rusmawan diketahui menyebut sejumlah nama anggota DPR yang menurutnya diberikan dana oleh Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Sebagai pejabat di Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin memang sangat tidak tidak layak. Dalam kasus terbaru Aziz Syamsuddin terlibat dalam kasus tindak pidana menyuruh menempatkan keteragan palsu ke dalam akta autentik terkait alih saham sebuah perusahaan di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Aziz dilaporkan baru beberapa minggu lalu dan langsung ditindak lanjuti oleh Bareskrim. Kasus ini bahkan telah menyebabkan penolakan dari masyarakat Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah kepada Aziz Syamsudin saat datang ke PN Tamiang Layang Barito Timur Kalimantan Tengah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun