Saat ini, topik mengenai toxic masculinity semakin mendapat banyak perhatian. Toxic masculinity merupakan sebuah istilah yang mewakili perilaku dan persepsi yang dimiliki seseorang tentang apa artinya menjadi seorang 'pria'. Maskulinitas menjadi toxic ketika pria tidak dapat mengekspresikan dirinya secara emosional atau kreatif karena takut dicap feminim. Contohnya seperti pria yang berpakaian di luar norma cisgender maupun yang bertindak dengan cara yang dianggap tidak jantan oleh mereka yang memiliki toxic masculinity. Cisgender adalah seseorang yang sudah mengidentifikasi gendernya sesuai dengan jenis kelamin yang ia bawa sejak lahir (SehatQ, 2020).
Dilihat dari komentar Owens di Twitter pada 15 November 2020, ia berpikir seolah-olah cara berpakaian seseorang menentukan apakah seorang pria tersebut 'manly' atau tidak. Pemikiran-pemikiran seperti itu menyebabkan beberapa pria menyembunyikan identitas asli mereka, salah satunya tentang pakaian yang mereka ingin kenakan dan sukai untuk menghindari rasa malu maupun pelecehan. Hal tersebut mereka lakukan demi diterima oleh masyarakat. Fokus yang kuat terhadap norma maskulin akan mempengaruhi bagaimana cara seseorang memandang suatu permasalahan sosial. Ketika seseorang terlalu fokus pada gender yang terprogram untuk ekspresi maskulinitas yang ketat, maka mereka akan menormalkan ekspektasi tersebut dan menerimanya sebagai sebuah fakta.