Banyak kasus terjadi, masih dalam tahap pengenalan karakter (pacaran) saja, sudah ingin mengetahui lebih lanjut ruang pribadi yang lain. Contohnya meminta kata kunci/password akun semua media sosialnya. Bahkan sampai meminta kata kunci gawai/gajet Masing-masing.
Alasannya demi keterbukaan antara satu sama lain. Kemudian memberikan alasan, bahwa ini semua untuk membuktikan rasa saling percaya dan setia. Konon, apabila saling mencintai harus ada keterbukaan, saling percaya dan saling setia.
Saya sepakat sekali, bahwa keterbukaan, saling percaya dan setia, adalah unsur untuk menguatkan sebuah perhubungan. Tapi jangan sampai ruang pribadi dicerobohi, oleh seseorang yang masih dalam tahap pengenalan karakter Masing-masing.
Logikanya, masih dalam fase pengenalan diri saja sudah ekstra proteksi. Masih dalam permulaan sebuah hubungan, sudah menuntut hal yang demikian. Yakinlah, itu bukan sebuah keterbukaan, tapi sebuah bibit ketidakpercayaan. Itu bukan tanda kesetiaan, tapi sebuah bibit kecemburuan.
Andaikata perhubungan berkelanjutan pada fase selanjutnya, Anda akan diperlakukan ekstra proteksi. Gerak-gerik Anda akan dipantau terus. Kalau perlu pergerakan Anda, akan dipantau terus melalui GPS atau CCTV. Karena bibit ketidakpercayaan dan kecemburuan, sudah dipelihara di awal perhubungan.
Tapi, bagaimana andaikata hubungan Anda berhenti setengah jalan? Bagaimana nasib dengan akun-akun media sosial Anda, dimana sang pasangan mengetahui kata kuncinya.
Suatu keberuntungan yang nyata, andaikan akun-akun Anda itu selamat dan tidak disalahgunakan. Kemudian setelah itu, Anda masih sempat merubah kata kunci dan akses konfirmasi akun tersebut.