Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Dialog Rhoma - Najwa dalam Kapasitasnya sebagai Raja Dangdut

10 Desember 2012   01:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:55 2341 1

Lagu ciptaan David sang keyboardis Noah itu mengingatkan saya akan ketinggian kualitas dan kedalaman makna lagu milik band Padi berjudul Mahadewi ciptaan Piyu sang gitarisnya. Sekedar mengingatnya, ini adalah beberapa bait syair lagu tersebut:

Hamparan langit maha sempurna Bertahta bintang-bintang angkasa Namun satu bintang yang berpijar Teruntai turun menyapa aku

Ada tutur kata terucap Ada damai yang kurasakan Bila sinarnya sentuh wajahku Kepedihanku pun terhapuskan...dst

Untaian kata demi kata pada lagu-lagu tersebut kini sangat susah untuk dicari padanannya, apalagi pada boysband-boysband (bahkan kidsband-kidsband) masa kini yang lebih menonjolkan lenggak-lenggoknya. Menurut saya, lantunan bait-bait dari Noah dan Padi di atas merupakan hasil kreasi dari manusia-manusia berintelijensia tinggi di bidangnya. Hasil kreasi mereka dapat diibaratkan dengan bangunan-bangunan kokoh berartistik tinggi karya para arsitek hebat.

Dan siapa pun akan mengakui, di dunia perdangdutan, hasil kreasi Haji Rhoma Irama adalah jaminan akan lirik-lirik hebat yang dipuja para penggemarnya. Tak salah, gelar “Raja Dangdut” telah lama melekat pada diri Rhoma Irama. Lihatlah contoh syair dari salah satu lagunya yang berjudul “Ani”:

Ani, Ani

Sungguh aku tahu kau cinta padaku

Ani, Ani

Engkau juga tahu ‘ku cinta padamu

Tetapi untuk sementara biarlah berpisah

‘Ku pergi karena terpaksa demi cita-cita

Ani, Ani

Tabahkan hatimu, aku juga rindu

Ini semua aku lakukan demi cinta

Cintaku kepadamu, Ani, cinta yang suci

Nanti bila sudah tercapai cita-cita

Baru aku akan kembali padamu, Ani

Sabarlah sayang, tunggu ‘ku pulang

Sabarlah sayang, tunggu ‘ku pulang

Dari sisi keromantisannya, lagu tersebut dapat disejajarkan dengan lirik lagu Noah tadi. Namun, karena eranya sudah berbeda, tentu jadi lain ceritanya. Okelah, itu baru salah satu contoh dari ratusan lagu kreasi Sang Raja Dangdut. Entah bagaimana cara saya menggambarkannya, Rhoma Irama telah memiliki ruang tersendiri di hati para penggemarnya. Sama halnya dengan Nazriel Irham, bagaimana pun keadaanya, skandal-skandal yang menimpanya, toh tidak akan membuat para penggemar fanatiknya berpaling dari mereka. Itulah, kekuatan tersembunyi dari sekumpulan massa yang sudah seperti nyawa bagi seseorang yang mereka bela. Jika nyawa itu hilang, lumpuhlah kekuatan orang tersebut. Contoh kasusnya tentu dapat dilihat tentang bagaimana nasib Aa’ Gym saat ini.

Raja Dangdut Menuju Pemimpin Republik

Berangkat dari keyakinan atas kekuatan massa penggemarnya itulah, Haji Rhoma Irama berani membuka wacana pencapresan dirinya ke publik tanah air. Ia memiliki keyakinan dirinya akan dapat berbicara banyak di pentas politik kepemimpinan nasional sepeninggal Presiden SBY pada 2014 nanti dengan statusnya sebagai Raja Dangdut dengan jutaan massa pendukungnya, begitu klaim Bang Haji. Usaha awalnya adalah mendatangi kantong-kantong massa penggemar fanatiknya termasuk sowan ke kyai-kyai pondok pesantren di berbagai daerah. Kepercayaan diri Rhoma makin tinggi begitu melihat antusias massa dan sambutan para kyai atas dirinya. Rupanya, dia banyak berguru kepada para politisi negeri ini dalam hal meminta restu ke tokoh-tokoh agama.

Terlepas dari pernyataan-pernyataan kontroversialnya belakangan ini, itu adalah haknya sebagai warga negara Indonesia. Namun, melihat tayangan Mata Najwa Metro TV minggu ini, saat dirinya ‘diinterogasi’ presenter Najwa Shihab hal ihwal pemecahan masalah-masalah kenegaraan, hati saya dibuat kecut atas jawaban-jawaban Sang Raja Dangdut.

Bagaimana tidak, saat dialog serius di hadapan kamera yang ditonton jutaan pasang mata, bakal capres ini menjawab sesuai kapasitasnya sebagai Raja Dangdut, bukan sebagai calon negarawan yang harus memberi solusi atas keruwetan bangsa dan negara saat ini. Kurang lebihnya, beginilah dialog kedua pengisi acara program mingguan tersebut, kebetulan –lagi-lagi- saya menonton tayangan ulangnya (recorded) :

  • Tentang Subsidi BBM: Apakah anda setuju soal subsidi BBM, atau sebaiknya dikurangi secara bertahap? Rhoma: “Secara spesifik saya bukan ahli di bidang minyak …”
  • Najwa: “Saya tidak bertanya secara spesifik, tetapi lebih pada apakah mendukung policy seperti itu? Dengan konsekuensi semakin memberatkan anggaran. Yang umum-umum saja, jawabnya.” Rhoma: “Juga, saya tidak dalam kapasitas untuk menjawab hal itu. Saya bukan ahli perminyakan. Bahwa seorang presiden bukan harus menjadi superman untuk mengerti segala hal.”
  • Najwa: “Maka itu, saya tidak meminta anda menjelaskan dengan angka-angka. Yang umum saja, yang global saja.” Rhoma pun menjawabnya soal orientasi kepada kemakmuran rakyat, segala hal bisa dilakukan.
  • Tentang APBN: Sebagai seorang presiden anda harus mampu mengelola keuangan negara secara sehat. Menurut anda, bagaimana itu mengelola APBN secara sehat? Rhoma menjawabnya dengan menyebutkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagai sumber pemikirannya, untuk diimplementasi selanjutnya dengan cara yang berbeda untuk setiap hal.
  • Najwa: “Dalam konteks APBN, mengelola keuangan, apakah dalam porsi sekarang, 80 persen lebih banyak digunakan untuk belanja rutin: subsidi, gaji pegawai, biaya operasional. Sedangkan biaya modal hanya 10 persen. Apakah itu ideal?” Dengan gugup Rhoma berkata, “Eee…ee… Saya belum bicara soal itu, ya …”
  • Najwa: “Anda tidak melihat bahwa hal-hal ini penting diketahui, apabila kita benar-benar berniat membenahi negeri ini?” Rhoma: “Begini, begini, kita ‘kan baru dalam tahapan wacana capres. Belum sampai ke capres. Ada tahapan-tahapannya. Nanti pada tahapan itu baru kami mendalaminya secara detail dari pada persoalan-persoalan bangsa ini.”
  • Najwa mengejarnya, “Tapi, tadi, bukan detail, dong, pertanyaan saya. Itu masih sesuatu yang sangat umum.” Rhoma kembali bicara soal UUD 1945. Semua itu berpatokan pada UUD 1945, katanya.
  • Najwa : Tentang Keputusan MK yang membubarkan BP Migas: Apakah itu keputusan yang tepat? Rhoma: “Mmmmm … saya belum bisa menilai itu secara kongkrit. Karena saya belum mendalami itu secara serius ….”
  • Najwa: “Tetapi, memang anda akui bahwa anda belum detail dan masuk ke hal-hal yang umum seperti tadi, ya? … Dan merasa tidak penting untuk diketahui? (oleh karena itu belum mendalaminya secara serius)” Rhoma: “Maka itu, tadi saya katakan bahwa ini masih wacana … Masih wacana …”
  • Najwa: “Masih wacana, tetapi anda mengatakan sudah siap untuk digadang-gadang. Berarti anda yakin akan bisa (menjadi presiden)?”
  • Rhoma: “Saya rasa presiden itu punya think tank, punya kabinet, punya brain trust. Untuk bisa memecahkan berbagai masalah.”
  • Najwa: “Tapi, harus dipastikan juga bahwa presiden tidak dikelabui anak buahnya.”
  • Rhoma: “Yes, tentu saja.  Yang penting presiden itu punya misi, visi dan konsep yang jelas untuk mengelola negara ini dari berbagai aspek.
  • Apakah anda siap untuk itu?” Tanya Najwa. “Siap,” jawab Rhoma, “Itu hal yang biasa. Hukum alam …”
  • Najwa:  “Jadi, tidak apa-apa juga, kalau misalnya, saya bertanya hal-hal yang bersifat pribadi dari Abang, sekarang?” “Silakan!”
  • Najwa “Abang berpoligami?” Air muka Rhoma sejenak berubah, terdiam sesaat, kemudian dengan tersenyum sinis, dia menjawab, “Mmmm… Saya rasa ini bukan untuk konsumsi publik, dan anda mengerti itu.”
  • Najwa: “Tadi, kan konteksnya sudah siap dikuliti hal-hal yang memang kaitannya kalau menjadi pejabat publik. Anda keberatan menjawab itu?” “Nggak juga, sih. Tapi publik kan tahu siapa saya?”
  • “Berarti anda memang berpoligami …” “Kalau anda menanyakan itu, berarti anda nggak mengerti tentang saya!” Seru Rhoma sambil menunjuk-nunjuk Najwa.
  • “Oke, sikap anda kemudian sudah bisa dipahami.”

(http://iniblog-koe.blogspot.com/2012/12/cuplikan-wawancara-rhoma-irama-di-mata.html)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun