[caption id="attachment_162157" align="alignleft" width="357" caption="Ini lahir dari ketuban revolusi dan ketertindasan (foto iwandahnial.wordpress.com)"][/caption] Konstitusi kita yang lahir dari tetesan darah para penjuang pengharum bangsa dan keringat
founding fathers telah jelas menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan suatu bangsa dan menyatakan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Apa yang dipertontonkan pemerintahan Zionis Israel terhadap bangsa lain, entah itu Palestina, penduduk Arab secara umum, kalangan Uni Eropa, pemerintah dan masyarakat Amerika, serta anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menunjukkan sikap arogansi dan kesewenang-wenangan mereka di atas muka bumi. Sikap itu mereka tunjukkan sejak belum adanya entitas negara bernama Israel hingga detik ini ketika memblokade bangsa lain dari hak memperoleh makanan, air bersih, sarana kesehatan, penghidupan yang layak dan hak asasi manusia lainnya.Selama itu pula dunia terdiam, kalaupun mengecam dan mengeluarkan resolusi hanya sebatas lips di bibir saja. Tidak terkecuali Liga Arab yang notabene saudara terdekatnya. Termasuk juga Sang Polisi Dunia yang mengaku sebagai rujukan berdemokrasi, nyatanya tidak berkutik di bawah ketiak Israel. Sungguh aneh ketika umat manusia di muka bumi dari berbagai suku, ras, golongan, dan agama berbondong-bondong memberikan dukungan kepada Palestina seabagai bentuk solidaritas kemanusiaan, sebagian anak bangsa Indonesia malah itens memberikan dukungan kepada kolonial Israel, baik lewat lisan maupun tulisan, bahkan perbuatan. Lalu, di manakah karakter bangsa Indonesia yang terkenal memiliki tenggang rasa dan solidaritas tinggi terhadap penderitaan bangsa lain itu? Barangkali kemiskinan, susah makan, frustasi menghadapi beban hidup, kelaparan di negeri sendiri seperti yang terjadi pada sebagian penduduk Nusa Tenggara Timur dan Papua, adalah faktor-faktor penyebab ketidakpedulian kita terhadap segala bentuk penindasan bangsa lain. “Ngapain ngurusin orang kalau kita sendiri masih sempoyongan,” begitu kira-kira tanggapan kita. Okelah, itu memang kesusahan yang harus kita pecahkan bersama, termasuk sudah menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia. Namun, menolak penjajahan di muka bumi –apalagi di abad ke-21 sekarang ini- adalah lain hal yang mutlak harus kita sampaikan ke hidung dunia. Sejak era Sukarno berkuasa, dilanjutkan Suharto dan kini oleh Presiden Susilo, cara pandang bangsa dan negara ini terhadap Israel dan Palestina tidak berubah. Kita terang-terangan mengutuk bentuk penjajahan dan kesewenang-wenangan Israel (bukan Yahudi, nanti sebagian pembaca salah sangka lagi) atas Palestina. Mengikuti cara pandang seperti itu adalah sebuah bentuk nasionalisme tersendiri. Namun, setiap kita tentu menyadari bahwa perjuangan menghapuskan penjajahan dan penindasan akan selalu menemui orang-orang yang memiliki cara pandang berbeda dengan semangat nasionalisme di atas. Sejak era VOC hingga pemerintahan Hindia Belanda, sudah tidak terhitung lagi sebagian masyarakat Indonesia yang rela makan roti dan keju Belanda. Itu hanyalah simbol bahwa mereka tidak memiliki nasionalisme di tengah perjuangan saudara-saudara mereka mengusir penjajah. Seperti yang saya sebutkan di atas, faktor kesusahan hidup dan kelaparan merupakan salah satu faktor penyebabnya. Karena miskin, mereka rela menjual harga dirinya yang secuil itu untuk kepentingan penjajah, mereka melacurkan diri menjadi jongos dan kacung VOC atau Hindia Belanda. It’s okay! Ini hanyalah masalah cara pandang, tapi kita yakin secara nurani sebenarnya mereka menolak. Bagaimana pun juga menjadi budak bangsa lain adalah hal konyol yang tidak akan pernah bisa diterima akal sehat. ..masalah bangsa palestina adalah persoalan kemanusiaan,,sebuah penindasan oleh bangsa lain yang berusaha menghabisi secara pelan-pelan (silent genocide) maupun secara terang-terangan di depan mata dunia,,sedangkan palestina? mereka hanya berusaha bertahan diri dari segala bentuk kolonialisme dan ketertindasan,,adakah yang mau menyebut pangeran diponegoro sebagai teroris? pasti ada, yaitu orang-orang yang makan roti dan keju belanda.. [caption id="attachment_162155" align="aligncenter" width="594" caption="Bendera ini tidak akan pernah turun meski hujan badai menerjang. Mata hati dan nurani ini tidak akan tertutup meski kemiskina hati melanda (foto adiparwa.wordpress.com)"][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL