benar-benar ada aku.
Di sini, benar-benar ada,
aku ingat.
Tapi kau meragukan.
Matamu menggali celah, mencari retakan di wajahku,
seolah aku hanya serpih dari sesuatu yang lain---
bukan aku. Bukan. Bukan.
Katamu, aku hanyalah pantulan yang kebetulan menyerupai.
Katamu, aku adalah bayangan yang mencoba menempati tubuh ini.
Tapi siapa yang memantul, siapa yang mencoba?
Aku tak tahu.
Aku ingin memanggil yang kukenal,
tapi yang kukenal telah lebih dulu memanggil
apa yang ingin kukenal.
Nama-nama jatuh ke dalam kehampaan,
tak terselamatkan oleh lidah, oleh suara,
oleh siapa pun yang mencoba menyebutnya.
Tapi kau terus mengulang,
"Ini aku, ini aku, sayang,"
seperti doa yang kehilangan tuhan,
seperti gema yang terus kembali kepada dirinya sendiri.
Setiap aku ingin memanggil yang kukenal,
tapi yang kukenal lebih dulu memanggil.
Aku kalah. Aku berhenti mengakui nama.
Aku lebih dari satu. Aku terlalu banyak.
Dan panggilanmu---
tak cukup untuk membelah aku dari aku yang lain.
Maka aku tak hendak lagi mengenal yang kukenal.
Tak hendak lagi mengenal yang tak kukenal.
Sebelum sendiri, tak kukenali siapa-siapa.
Siapa yang mampu mengenal aku yang banyak?
Siapa yang bisa memilah aku dari kerumunan diriku sendiri?
Bahkan setelah aku sendiri,
kau masih berharap satu nama mampu memisahkan aku dari kebisuan.
Tapi tak ada kata yang cukup.
Tak ada nama yang sanggup.
Tak ada suara yang mampu menembus ini.
Sudah.