Sejak awal, HP-ku kesepian. Â
Inginnya ada SMS yang menggetarkan, Â
layar menyala, menampilkan amplop kecil di pojok kanan. Â
Inginnya ada nada monofonik berdering, Â
seperti Nokia tune yang terlalu sering. Â
Inginnya ada pesan, Â
"Selamat pagi, kelinci" tertera di inbox, Â
bukan sekadar draft yang kusimpan sendiri. Â
Inginnya ada panggilan tak terjawab, Â
bukan hanya bayangan di layar biru pudar. Â
Kelak, di suatu hari aku kesepian, Â
aku ingin infrared ini bekerja, Â
mengirim pesan tanpa kabel, Â
tanpa jeda, tanpa hampa. Â
Inginnya, kamera VGA menangkap bayanganmu, Â
meski buram, setidaknya bukan khayal. Â
Inginnya, setiap baris puisi ini tidak sekadar ingin, Â
tidak sekadar andai. Â
Inginnya, kau benar-benar ada, Â
terjadi di setiap baris puisi ini. Â
Aku mengulang level terakhir Snake,Â
berharap pesanmu muncul sebelum aku kalah. Â
Dulu aku menunggu lampu hijau Nokia, Â
kini hanya ceklis dua tanpa biru. Â
HP-ku juga letih menunggu, Â
keypadnya berdebu, nadanya bisu. Â
Dan aku masih merapal namamu, Â
di layar yang tak lagi bersinar, Â
dengan baterai yang perlahan mati, Â
tanpa ada charger untuk menghidupkannya lagi. Â
Seperti pesan yang tak terkirim, Â
seperti nada dering yang tak lagi dikenal, Â
aku tinggal kenangan dalam genggamanmu.