Irislah, irislah,
dengan tangan bergetar, mata bercelah gagak,
di lorong sempit kata-kata mengasingkan.
Merah mengalir, corak marau terkuak,
takdir bersengau dalam bungah perasaanmu---
dan kata-kata lelah itu,
jatuh ke usus buntu dunia,
mencerna air mata asin,
mencari makna tak pernah tiba.
Aku setengah hidup, setengah gugur:
daun kering di hujung musim,
luka tak lekas pecah menjadi hujan.
Asap, bayi angin tak tahu arah,
jatuh ke tanah,
melumat ironi dari ingatan kabur.
Jantungku, cokelat merah tua,
seperti tanah memeluk akar.
Hapuslah, hapuslah,
dengan tangan terkoyak malam.
Kelopak waktu merekah,
darahku mengalir ke teluk jauh,
di mana cahaya tak pernah kembali.