Setelah gugurnya Sang Resi Bhisma oleh prajurit wanita yang juga istri Arjuna, Wara Srikandi, Duryudana gelisah. Hal yang wajar mengingat Bhisma adalah orang yang dikenal sangat sakti, melebihi Bima maupun Arjuna. Bhisma juga sudah menghabisi tiga senopati pihak Pandawa yaitu Seta, Utara, dan Wratsangka. Apalagi Bhisma dikenal mempunyai ajian yang membuat Bhisma tidak bisa mati jika itu bukan kehendaknya sendiri. Tetapi Bhisma mati oleh prajurit wanita yang sebenarnya tidak begitu sakti jika dibandingkan dengan Bhisma. Tentu saja kita lalu ingat bahwa kekalahan Bhisma dari Srikandi ini karena kejadian masa lalunya. Tetapi, dalam tulisan ini yang akan kita bicarakan adalah pengganti dari Bhisma sebagai senopati perang, yaitu Pandhita Durna. Ketika Prabu Duryudana mengumumkan bahwa pengganti Resi Bhisma adalah Pandhita Durna, lalu muncul bisikan-bisikan di kalangan pasukan Kurawa. Mereka agak meragukan kemampuan Durna dalam berperang. Hal ini membuat petinggi-petinggi Kurawa berusaha menjelaskan kepada pasukan Kurawa kenapa Durna yang disepakati sebagai pengganti Bhisma. Sebenarnya adalah hal yang wajar menunjuk Durna sebagai senopati perang. Durna adalah guru ilmu kanuragan bagi Pandawa dan Kurawa. Durna adalah yang mengajari Bima dan Duryudana bermain Gada. Durna jugalah yang mengajari Arjuna panahan, sehingga kita ketahui Arjuna adalah pemanah yang handal. Bahkan Adipati Karna sebenarnya juga berguru kepada Durna, walaupun Karna hanya mengintip dan sembunyi-sembunyi karena dia hanya anak kusir kerajaan Astina. Apalagi Durna dan Bhisma itu sebenarnya mempunyai guru yang sama, yaitu Rama Parasu. Walaupun diceritakan Durna hanya diajari oleh Rama Parasu ilmu peperangan atau kemiliteran.
Gandamana Walaupun Durna merupakan orang yang sakti, tetapi memang dia juga kewalahan dan hampir mati karena dihajar oleh Gandamana, Patih Pancala. Durna dihajar Gandamana sampai wajahnya hancur, jadi Durna dan Sengkuni sama-sama mempunyai nasib yang sama yaitu wajah hancur karena dihajar Gandamana. Pada akhirnya Gandamana mati oleh murid Durna sendiri yaitu Bima dan menurunkan kesaktiannya kepada Bima. Cerita kenapa Durna bisa dihajar oleh Gandamana ini terkait dengan Prabu Drupadi, yang pada masa mudanya merupakan teman dekat Durna. Sewaktu Durna bernama Kumbayana dan Drupada bernama Sucitra. Dalam pewayangan Jawa, diceritakan bahwa Durna bertingkah tidak sopan kepada Drupada dengan memanggilnya Sucitra. Sekedar perbandingan, dalam cerita asli dari India dikisahkan bahwa Drupadi lah yang menolak Durna bahkan menghinanya, sehingga membuat Durna sakit hati dan menaruh dendam, ditambah Sucitra ingkar janji terhadapnya.
“Cerita yang berkembang di Jawa menunjukkan satu hal, bahwa ada batas perlakuan berbeda rakyat jelata yang miskin dengan raja. Cerita India asli menunjukkan bahwa, seseorang itu bisa lupa diri jika sudah mempunyai kedudukan tinggi termasuk dengan sahabat akrab.” Sifat Dalam pewayangan, Durna ditokohkan sebagai orang yang congkak, sombong, dan hidup dengan memendam dendam dalam dadanya. Tetapi juga merupakan guru yang sangat sayang kepada murid-muridnya. Durna sering memandang seseorang dari pangkat dan keturunan, walaupun begitu tetaplah dia seorang guru besar di Kerajaan Astinapura. Beberapa hal yang menunjukkan bahwa Durna mempunyai sifat sombong adalah ketika dia menolak Bambang Palgunadi untuk belajar panah kepadanya dengan alasan bahwa Palgunadi tidak berasal dari kerajaan besar. Durna juga menolak Karna sebagai murid karena Karna hanya anak kusir. Durna masih menyimpan dendam kepada Sucitra alias Drupada yang telah mencampakkannya dan membuat fisiknya rusak. Setelah dia diterima sebagai guru bagi Pandawa dan Kurawa, dia masih menyimpan dendam itu. Setelah memnurunkan semua ilmunya kepada para muridnya, dia memerintahkan kepada beberapa muridnya untuk menyerang Pancala dan menculik Drupada. Beberapa murid itu termasuk Bima dan Arjuna. Pada akhirnya Drupada dibebaskan setelah bersedia membagi Pancala menjadi dua. Separuh Pancala diberikan kepada Durna dan diberi nama Sokalima. Bisa dikatakan bahwa tindakan ini terkait janji Sucitra waktu muda kepada Kumbayana untuk berbagi kesuksesan. Walaupun begitu, Durna masih memiliki keinginan untuk membunuh Drupada yang akhirnya terlaksana saat perang Bharatayudha. Sebagai seorang guru, Durna mempunyai rasa sayang yang sangat tinggi kepada murid-muridnya. Dia termasuk kelompok setengah hati dalam perang Bharatayudha bersama Bhisma dan Salya. Karena dia harus berhadapan dengan Pandawa yang merupakan murid-muridnya. Bahkan Bima dan Arjuna merupakan murid kesayangannya. Kecintaan Durna kepada Bima tidak lepas dari peristiwa ketika dia memerintahkan Bima untuk masuk ke dalam laut. Durna melakukan itu karena tidak kuasa menolak keinginan Duryudana dan ditambah bujukan Sengkuni. Bukan kematian yang didapat Bima, malahan Bima bertemu dengan Dewa Ruci. Karena kesungguhan Bima dalam melaksanakan segala perintah dari Durna ini lah yang membuat Durna begitu menyayangi Bima. Bentuk kecintaan kepada Arjuna tentu saja berkaitan dengan Palgunadi. Palgunadi yang ditolak Durna untuk belajar ilmu memanah, memutuskan untuk membuat patung Durna dan belajar memanah secara autodidak di samping patung Durna. Tenyata kemampuan memanah Palgunadi lebih hebat dari pada Arjuna, sehingga membuat Arjuna iri hati kepada Palgunadi. Mengetahui bahwa Palgunadi sangat mengidolai Durna, Arjuna membujuk Durna untuk memintakan jempol kanan Palgunadi. Durna tidak kuasa menolak permintaan Arjuna. Durna pun berhasil membuat Palgunadi memotong jempol tangan kanannya. Jempol itu lalu menyatu dengan jari-jari tangan Arjuna, sehingga Arjuna itu polidactil karena jari-jari tangannya ada sebelas. Setelah menyerahkan jempol tangannya kepada Durna, Palgunadi lalu meninggal dunia.
Senopati Durna Ketika Durna menjabat sebagai Senopati perang, dia menggunakan strategi perang Cakra Biwuha untuk melawan strategi Garuda Nglayang milik Pandawa. Strategi ini juga bertujuan untuk menculik Puntadewa. Sewaktu Durna menjabat senopati, dia berhasil membuat Abimanyu dan Drupada meregang nyawa. Walaupun dia gagal menculik Puntadewa. Abimanyu mati ‘tatu arang kranjang’ karena dia seorang diri berusaha memecah barisan Cakara Biwuha dan membuat Kurawa dengan mudah menghujaninya dengan berbagai senjata sehingga Abimanyu tewas.
“Dalam aturan perang, cara Kurawa menghabisi Abimanyu termasuk suatu kecurangan. Karena dalam aturan perang dunia wayang Jawa (dan India), hanya diperbolehkan satu lawan satu. Selain ini aturan lainnya adalah perang hanya dilaksanakan siang hari, dan berhenti malam hari. Itu adalah beberapa aturan perang yang disepakati di dunia wayang (dan India). Mungkin kalau zaman sekarang seperti dilarangnya senjata pemusnah masal.” Pada akhirnya, seperti yang sudah dituliskan di atas, Durna berhasil membunuh teman akrab masa kecilnya. Drupada mati di medan laga melawan Durna setelah terkena panah Simbarmanyura. Simbarmanyura adalah senjata Durna pemberian dari gurunya Rama Parasu. Walaupun sudah berusia tua, sekitar 60 tahun lebih, Durna berhasil membuat pasukan Pandawa kewalahan. Dan membuat resah petinggi Pandawa. Sehingga membuat Pandawa harus melakukan strategi mengelabuhi Durna. Ketika Druna menjadi senopati, Durna tidak pernah mengadapi Bima, Arjuna, maupun Nakula, Sadewa. Dia selalu menghindari murid-muridnya dalam berperang. Bukan karena takut, tetapi karena ketidaktegaannya untuk berhadapan dengan murid-murid kesayangannya. Kresna tahu bahwa Durna itu sangat sayang kepada muridnya. Apalagi kepada anak semata wayangnya, Aswatama. Dia memerintahkan Bima untuk membunuh gajah yang bernama Tama. Setelah gajah Tama mati, dia lalu memerintahkan pasukan Pandawa untuk berteriak “Tama sudah mati”. Karena suasana perang yang gaduh dan ramai itulah yang membuat Durna salah paham. Dia mengira bahwa Tama yang mati itu adalah putranya Aswatama. Saat di tengah-tengah peperangan dia malah tertegun dan bersedih. Hal ini tidak dilewatkan oleh Drestajumena untuk membunuh Durna.
Antagonis atau Protagonis Ada dua pendapat mengenai sosok Durna ini, yaitu apakah Durna ini seorang protagonis atau antagonis. Pantaskah dia disandingkan dengan Bhisma atau Karna yang masih dianggap sebagai pahlawan. Atau Durna ini memang sosok yang tidak pantas untuk ditiru. Ada beberapa hal yang bisa kita ambil pelajaran dari Durna. Pertama adalah keinginan kuat dia untuk merubah nasib. Kemauan dia untuk merubah nasib membuahkan hasil yaitu dia menjadi guru besar di Kerajaan Astina. Dia juga mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup besar yaitu separuh Kerajaan Pancala, walaupun didapat dengan cara tidak benar. Tetapi, apa yang dilakukan Durna terhadap Drupada adalah cara dia menagih janji. Kedua, Durna adalah seorang guru yang sangat sayang kepada para muridnya. Walaupun rasa sayang itu berlebihan. Dia berlebihan menyayangi Arjuna sehingga membuat Durna tega meminta ibu jari dari Palgunadi, sehingga membuat Palgunadi mati. Anehnya, dalam kasus ini kesalahan terlimpahkan kepada Durna seorang. Arjuna sama sekali tidak mendapat saham dosa dari hal ini. Padahal Arjuna lah penyebab kematian Palgunadi yang sesungguhnya. Walaupun sempat mencoba mencelakakan Bima dengan menyuruh dia terjun ke samudra. Tetapi semua itu karena dia mendapat tekanan dari Sengkuni dan Duryudana. Bagaimanapun juga Sengkuni punya andil besar dalam karir Durna menjadi guru Astina. Selain mereka berdua senasib sepenanggungan setelah sama-sama wajah mereka hancur dihajar Gandamana. Kalau Durna sangat sayang kepada para muridnya, apalagi kepada anak semata wayangnya. Dan hal ini lah yang membuat dia mati di medan laga. Strategi yang cerdas dari Kresna dengan memanfaatkan hal ini. Saya pribadi berpendapat, tidak ada hal yang bagus dari sifat dan sikap Durna untuk ditiru. Tetapi saya juga tidak setuju dengan beberapa pertunjukan wayang yang menggambarkan bahwa Durna itu sama seperti Sengkuni. Hal ini sangat-sangat berlebihan, walaupun bagaimana Durna adalah seorang resi atau pandhita yang menyayangi muridnya, sehingga tidak mungkin dia mempunyai otak sekotor Sengkuni dalam upaya menyingkirkan Pandawa.
KEMBALI KE ARTIKEL