Yang menjadi pertanyaan, syarat agar bisa disebut perampokan itu seperti apa? apakah essensinya terletak pada sebuah aktivitasnya atau subyeknya?. Jika yang di vitalkan adalah aktivitasnya maka siapapun subyek yang melakukan harus disebut perampok. Lalu bagaimana jika "negara" yang menjadi pelaku perampokan tersebut?. Sudah barang tentu jika merujuk pada konsep diatas, maka merekapun sah dianggap sebagai perampok.
Berkenaan dengan perampokan, saya akan mengaitkan dengan kasus yang sedang terjadi di desa Wadas, sebuah desa yang kini sedang mencuat di beranda - beranda medsos dengan membawa headline, "pembebasan lahan yang di sponsori represifitas aparat". Menurut sumber di salah satu surat kabar digital, luas lahan sekitar 124 hektare itu akan dibebaskan menjadi tempat penambangan batu andesit, yang dimana hasilnya akan digunakan untuk material pembangunan waduk.¹
Kendati, pembangunan yang diwacanakan untuk kebaikan masyarakat itu di kemas dengan konsep yang percis seperti terminologi perampokan yang saya paparkan diawal.
Pemerintah mengerahkan pasukan keamanannya lengkap dengan senjata  menuju Desa Wadas guna mengawal pengukuran lahan yang akan dilakukan. Bahkan dikatakan mereka pun membawa anjing pelacak yang di angkut oleh truk menuju desa wadas, hal tersebut sukses membuat warga yang tetap berkeinginan untuk mempertahankan tanah tersebut lari kocar kacir menuju hutan, beberapa polisi ada yang mendirikan tenda disana untuk menetap.Â