Bahkan setelah para tokoh Lintas Agama di Indonesia mengumbar bahwa pemerintah Indonesia 'Berbohong' berikut memaparkan sejumlah bukti kebohongan, justru muncul semacam perlawanan balik. Sampai ada yang menyatakan Pernyataan Bohong dari Tokoh Lintas Agama sebagai tindakan provokasi yang mengatasnamakan Tokoh Agama. Miris rasanya melihat kenyataan yang berkembang sekarang.
Betapa tidak, parameter 'Bohong' yang dipakai oleh para Tokoh Lintas Agama untuk kemudian menyimpulkan lalu menyatakan pemerintah berbohong, tentu saja, tak terlepas dari ajaran-ajaran kitab suci agama yang diyakini oleh para Tokoh Lintas Agama yang ada di Indonesia. Intinya, sebagai ajaran bagi perbaikan moral manusia yang jika rusak akan menjadi sumbu utama dari kerusakan kehidupan, termasuk kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya penolakan pernyataan pemerintah berbohong terlihat, termasuk berdatangan langsung dari kalangan pembantu presiden. Kita sudah sama saksikan, ada yang secara reaktif lantas menyatakan pernyataan mengenai kebohongan tersebut tak pantas dikemukakan secara terbuka oleh para tokoh agama.
Kita memang bukan Negara agama, tapi dalam Negara Kesatuan yang warganya agamais serta landasan negaranya menempatkan Ketuhanan Yang Mahaesa di atas semuanya, maka elemen tokoh-tokoh agama dari warga Negara Indonesia adalah juga bagian dari kekuatan motor penggerak kemajuan Negara yang tak boleh diabaikan.
Apalagi jika pernyataan untuk perbaikan bangsa dan Negara itu lantas secara terang-terang hendak ditepis oleh penyelenggara pemerintahan yang sejatinya adalah dipilih, dipercaya, diberi fasilitas, dan semua dibayar dengan uang milik rakyat Indonesia guna menjalankan mandat rakyat Indonesia, termasuk mandat memberantas korupsi, mafia hukum dan sejenisnya yang telah diamanahkan melalui berbagai perundangan.
Termasuk diamanahkan tetap menghargai norma dan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat bangsa Indonesia yang plural, terdiri atas beragam suku-bangsa, adat-tradisi, agama dan budaya. Tak ada aturan yang secara tekstual menyatakan orang dilarang kencing berjalan atau berlari di jalan-jalan umum, namun jika itu dilakukan maka warga akan menegur bahkan akan langsung menghakimi karena itu tidak sesuai dengan adat, norma dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat kita.
Umat beragama di Indonesia memercayai Kitab Suci sama seperti Kitab Suci yang dijadikan pegangan para tokohnya yang tergabung dalam Tokoh Lintas Agama di Indonesia. Bohong adalah bagian dari ajaran agama yang ada di Indonesia untuk dihindari. Apa jadinya jika pernyataan 'Pemerintah telah Berbohong' yang dinyatakan tegas oleh para Tokoh Lintas Agama lalu dinyatakan sebagai sesuatu yang Tidak Benar. Tak hanya dalam ajaran agama, secara universal pun sejatinya umat manusia sepanjang masa akan melawan segala bentuk perbuatan kemungkaran dari siapa saja yang berpotensi merusak peradaban, termasuk melalui penyelenggaraan kenegaraan.
Lihat saja, jika manusia tak lagi mampu melawan kemungkaran maka Penguasa Langit dan Bumi dengan semua isinya, akan murka menghancurleburkan bukan saja manusia pendosa tapi juga semua manusia dan makhluk lain yang ada di sekelilingnya.
Dalam hati suci sebagian besar umat beragama di Indonesia pasti akan melawan mereka yang menyalahkan atau menuding pernyataan para Tokoh Lintas Agama adalah Pernyataan Provokator. Pernyataan moral ini pun lambat atau cepat dipastikan akan berakumulasi menjadi gerakan massal melawan perbuatan korupsi, mafia hukum, pengabaian nasib rakyat miskin dan semacamnya yang dilakukan terutama oleh para penyelenggara kekuasaan Negara apabila kebohongan bersikukuh dipertahankan tetap sebagai kebenaran.
Miris rasanya, dalam perjalanan pertumbuhan demokrasi di Indonesia saat ini jika masukan melalui pernyataan dari tokoh-tokoh agama justru dilawan oleh pemerintah berkuasa. Bahkan sampai dituding dalam takaran politik sebagai penghasut atau provokator untuk menggulingkan permerintahan berkuasa.
Pernyataan Menteri Hukum dan HAM secara life di segmen acara ''Apa Kabar Indonesia Malam'', TV One (27/01/2010), bahwa ''banyak orang yang tampil bicara soal Negara sekarang, untuk mengurus keluarganya saja tidak beres'' adalah bagian dari cerminan karakter pembantu Presiden RI saat ini yang melecehkan terbukanya kebebasan warga untuk menyuarakan pendapat dan pikirannya dalam konteks penegakan demokrasi.
Dalam alam demokrasi, pemerintah yang buta-tuli untuk melihat dan mendengar pernyataan warganya dalam menyuarakan kebenaran adalah bentuk predator baru - sejenis binatang pemangsa yang berpotensi melumat saudara-saudaranya sendiri. Kita dan semua rakyat Indonesia tentu tak ingin negaranya menjadi tempat berkembangnya predator demokrasi seperti itu. Permisi!