Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mahasiswa Pro-Kontra Situs di DPRD Sulsel

29 Desember 2010   08:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:15 172 0

Dua kubu mahasiswa pro dan kontra kehadiran pembangunan Gowa Discovery Park (GDP) di areal kawasan Benteng Somba Opu (BSO), Rabu siang (29/12/2010), masing-masing saling berhadap-hadapan, berunjuk rasa menyampaikan aspirasinya di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan, Jl. Urip Sumoharjo, Makassar.

Kelompok pertama yang hadir lebih awal, terdiri puluhan orang menamakan diri dari Kerukunan Mahasiswa Gowa Bersejarah (Rumah Wajar), Forum Pemuda dan Mahasiswa Cinta Damai (FPMMCD), dan Forum Mahasiswa Sospol Pengawal Kebijakan Pembangunan (FMSPKP).

Dalam pernyataan sikap, mereka menyatakan mendukung penuh revitalisasi kawasan BSO melalui pembangunan GDP untuk dilanjutkan tanpa merusak situs bersejarah yang ada di dalamnya. Mengecam segala bentuk gerakan politisasi terhadap revitalisasi BSO.

Dalam orasi yang dilakukan secara bergantian dari kelompok pertama – mahasiswa yang pro revitalisasi BSO ini, antara lain diungkapkan, bahwa revitalisasi kawasan BSO selaras dengan tujuan pengembangan Cagar Budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat (4) Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Yakni, penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.

Demikian juga, kata mereka, dalam Pasal 78 ayat (3) undang-undang tersebut menegaskan, pengembangan cagar budaya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan cagar budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kehadiran GDP di BSO, ditegaskan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan membuka lapangan pekerjaan baru, sekaligus akan menjamin terpeliharanya situs bersejarah di kawasan BSO yang selama ini seakan-akan terbengkalai dan tidak dipelihara.

Ketika kelompok mahasiswa yang pertama masih tengah berorasi, muncul kelompok mahasiswa kedua dalam jumlah yang lebih banyak. Kelompok kedua ini menamakan diri sebagai Aliansi Mahasiswa Pemerhati Cagar Budaya Sulsel (Lintas Sulsel, PP IPMIL Luwu, IPMIL Luwu Kom.UNM) yang kontra atau tidak setuju dengan komersialisasi dan revitalisasi kawasan BSO melalui kehadiran pembangunan GDP.

Dalam pernyataan sikap kelompok kedua, ditegaskan bahwa Gowa Discovery Park (GDP) yang dibangun mulai Oktober 2010, berada di atas zona inti kawasan BSO. Hal tersebut, dinilai sangat bertentangan dengan Undang-undang tentang Cagar Budaya tahun 2010 pasal 72 mengenai Zonasi Situs. Makanya, pembangunan GDP disebut sebagai suatu tindakan penghancuran situs dan merupakan sebuah bentuk pengelolaan situs yang sama sekali tidak berwawasan pelestarian.

Mereka menyatakan, mendesak DPRD Sulsel meng-hearing pembangunan GDP yang dinilai melanggar UU Cagar Budaya, mendesak Gubernur Sulsel untuk merombak bangunan GDP yang telah didirikan di kawasan BSO, kepada PT.Mirah Mega Wisata sebagai pelaksana GDP diminta mengembalikan kondisi BSO sebagaimana keadaan sebelum dikerjakan, serta mendesak penegak hukum menuntut semua pihak yang bertanggungjawab terhadap tindakan pengrusakan situs BSO.

Awalnya, kelompok kedua -- mahasiswa yang kontra terhadap GDP berorasi di halaman depan tangga Gedung DPRD Sulsel, sedangkan kelompok pertama – mahasiswa yang pro GDP tetap berorasi di depan pintu masuk utama lantai I DPRD Sulsel. Tak ada ketegangan, keduanya kelompok masing-masing serius menyampaikan orasi.

Tatkala kelompok pertama undur diri meninggalkan gedung DPRD, kelompok kedua maju ke lokasi yang ditinggalkan kelompok pertama. Namun, setelah beberapa saat berorasi, kelompok kedua memasuki gedung untuk menemui anggota DPRD Sulsel yang ternyata saat itu tak seorang pun yang nongol menerima kedatangan kedua kubu mahasiswa yang berunjukrasa pro-kontra terhadap GDP di BSO.

Lantaran tak seorangpun anggota DPRD yang ditemui, kelompok kedua mahasiswa tersebut lantas menutup pintu utama dan secara simbolik menyegel pintu tersebut dengan selembar kertas yang bertuliskan: ‘’Kantor DPRD Sulsel Disegel.’’ Mereka lalu menyatakan, akan bergerak untuk menyampaikan aspirasi ke Kantor Gubernur Sulsel yang berjarak sekitar 1 km arah timur Gedung DPRD Sulsel.

Sehari sebelumnya (Selasa, 28/12/2010), puluhan mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Gowa (AMG) berunjuk rasa di Kantor Gubernur Sulsel. Mereka meminta agar Gubernur Sulsel H.Syahrul Yasin Limpo mencabut Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan terhadap penghentian pembangunan wahana rekreasi GDP di kawasan Benteng Somba Opu. Alasannya, kehadiran GDP dinilai akan memperkuat pelestarian situs bersejarah di BSO. Kelompok inipun minta agar semua pihak tidak mempolitisasi situs bersejarah BSO.

Sebagaimana diketahui, ketika dimulai pembangunan GDP di BSO mendapat sorotan lantaran dinilai melanggar aturan cagar budaya, Gubernur Sulsel lantas secara tegasmemerintahkan untuk segera menghentikannya. Kemudian membentuk tim untuk mengkaji, agar pembangunan GDP di BSO dilakukan dengan tidak melanggar situs.

Apa sebenarnya yang telah terjadi di kawasan BSO setelah adanya aktivitas GDP, seberapa parah kerusakan yang terjadi di sana jika memang ada situs yang telah dirusak, tidak pernah ada penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat luas dari pihak Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Makassar. Padahal instansi inilah sesungguhnya yang paling berkompeten dan harus proaktif menjelaskan ikhwal teknis mengenai kondisi dan keberadaan situs-situs di seluruh Sulawesi. Akibatnya, kasus situs di BSO kini bergelinding liar dalam wacana yang lepas dari dampingan fakta teknis.

Banyak situs bersejarah di Sulsel yang kini masih diabaikan, tidak diperhatikan oleh pemerintah maupun kalangan yang menamakan diri sebagai pemerhati sejarah dan budaya. Situs-situs bersejarah tersebut tak kalah penting dengan situs BSO. Salah satu contoh, situs lokasi ‘Perjanjian Bungaya’ di Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, yang terhampar bertahun-tahun, bahkan sudah menghutantanpa pernah ada sentuhan pemeliharaan. Di lokasi ini pada 18 Nopember 1667, Raja Gowa Sultan Hasanuddin disumpah menggunakan Kitab Suci Al-Qur’an dan Speelman dengan Kitab Suci Injil, sebelum menandatangani ‘Perjanjian Bungaya’.

Sembari mencari solusi pembangunan GDP di BSO saat ini,para pemerhati sejarah dan budaya baiknya segera berbakti ataupun berjibaku menyelamatkan situs lokasi ‘Perjanjian Bungaya’ yang kini terancam hilang dari serbuan pembangunan komplek-komplek perumahan di sekitarnya. Begitu harapan banyak pihak. Tabeeeee………

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun