Sebagai kota bersih peraih penghargaan Adipura 2010, Kota Bantaeng, ibukota Kabupaten Bantaeng, sekitar 120 km di arah selatan Kota Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, pantas diacungkan jempol.
Selain kebersihan kota yang tampak terjaga oleh warga, beragam bunga yang tumbuh subur dengan aneka warna indah di pekarangan rumah maupun halaman-halaman perkantoran di kota yang terletak di lembah Gunung Lompobattang ini. Pemerintah Kabupaten Bantaeng pascapenghargaan Adipura 2010 tampak kian terpacu memperbaiki tata massa di Kota Bantaeng yang sejak tahun 1737 telah ditata sebagai ibukota Afdeling – membawahi onderafdeling Bulukumba, Sinjai, Selayar dan Binamu (Jeneponto) oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Jika memasuki Kota Bantaengsaat ini, terlihat hampir di semua sudut kota sedang berlangsung perbaikan drainase, serta pembangunan, perbaikan, pengaspalan dan pelebaran jalan-jalan dilengkapi pembuatan pedestrian yang ditata apik untuk memberi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi para pejalan kaki.
Menurut istilah Bupati Bantaeng, Prof.Dr.Ir.H.M.Nurdin Abdullah, M.Agr, Kota Bantaeng saat ini sedang diacak-acak dalam kaitan perwujudan program The New Bantaeng. Salah satu program yang dicanangkan sejak ia dilantik menjadi Bupati Bantaeng ke-11, 6 Agustus 2008, untuk menjadikan Kota Bantaeng sebagai pusat pertumbuhan perekonomian baru di wilayah selatan Sulawesi Selatan.
‘’Spirit kejayaan daerah Butta Toa Bantaeng, kota yang sudah dikenal sebagai bagian dari wilayah pemerintahan serta perniagaan yang diperhitungkan sejak masa Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Singosari sekitar abad ke-12, berusaha kita bangkitkan dan meraihnya kembali dalam suasana kekinian, antara lain melalui pelaksanaan program The New Bantaeng,’’ ujar Nurdin Abdullah dalam suatu perbincangan dengan Kompasianer.
Kota Bantaeng yang terletak di tanah dataran wilayah tapak kaki Pulau Sulawesi ini, membentang dari arah timur ke barat sepanjang sekitar 21 km dengan lebar tidak lebih dari 5 km. Di utara kota ini, yang merupakan bagian terbesar dari wilayah Kabupaten Bantaeng yang luasnya sekitar 390 km bujursangkar, merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 0-1300 meter dari atas permukaan lalut (dpl).
Dari hamparan wilayah pegunungan yang subur di utara Kota Bantaeng inilah yang menjadikan Kabupaten Bantaeng sebagai penghasil terbesar berbagai jenis tanaman hortikultura -- sayur-mayur, buah-buahan dan palawija – kacang-kacangan, selain Kabupaten Gowa dan Kabupaten Enrekangdi Provinsi Sulsel.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Bantaeng sedang menggalakkan pengembangan sejumlah komoditas hortikultura, palawija, tanaman pangan, dan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi lebih tinggi dan telah memiliki pasar yang jelas di wilayah pegunungan tersebut. Seperti pengembangan tanaman strawberry, appel, talas, berbagai jenis bunga termasuk bunga crysant, beras varitas Japonika (Jepang) serta varitas Basmatik yang bernilai ekonomi tinggi, sampai Rp 60.000/kg di pasaran Timur Tengah.
Komoditas baru yang kini sementara diminati masyarakat pegunungan Kabupaten Bantaeng adalah tanaman talas. Pasalnya, Pemkab Bantaeng sejak dua tahun lalu telah merintis kerjasama dengan investor asal Negara Sakura, Jepang yang bersedia membeli sampai 60 ton hasil talas dari Bantaeng setiap bulan. Saat ini Bantaeng baru dapat memenuhi sekitar 10 ton talas setiap bulan.
Magnet lain yang menarik masyarakat dari pengembangan tanaman talas tersebut, lantaran dalam setiap hektar lahan dapat menghasilkan talas sampai 20 ton, dengan masa panen dua kali setahun. Harga pembelian talas di tingkat petani saat ini Rp 5.000 per kg. Artinya, dengan menanam satu hektar talas, bisa diperoleh hasil sampai Rp 200 juta setahun.
‘’Sampai saat ini masih jarang hasil usaha budidaya tanaman yang dapat menghasilkan pendapatan sebesar itu dalam setiap hektarnya. Pengembangan tanaman talas ini, sementara belum melaju cepat lantaran keterbatasan bibit yang didatangkan langsung dari Jepang. Tapi dalam waktu tak lama, kita upayakan kebutuhan bibit itu dapat segera teratasi, ’’ kata Nurdin Abdullah, yang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Agriculture Kyusu University, Jepang (2004)
Selain pengembangan budidaya tanaman baru yang bernilai ekonomis seperti itu, Pemkab Bantaeng tetap berupaya mengembangkan jenis tanaman hortikultura dan perkebunan yang telah dikembangkan dan menjadi sumber pendapatan andalan masyarakat selama ini, seperti kentan, wortel, kol, bawang merah, kedele, jagung, jeruk, kopi, dan lain-lain. Plus, diupayakan memperoleh nilai tambah dengan memberi sentuhan teknologi pengolahan hasil-hasil pertanian itu sebelum dipasarkan. Berpuluh jenis makanan kemasan dari hasil pertanian masyarakat Bantaeng, seperti kripik wortel, dodol appel, dodol jagung dan dodol rumput laut, telah diproduk melaui home industry binaan PKK Kabupaten Bantaeng, dan telah dipasarkan hingga supermarket-supermarket di berbagai kota di luar wilayah Bantaeng.
Beriring dengan upaya pengembangan budidaya tanaman di wilayah pegunungan tersebut, Pemkab Bantaeng memfasilitasi pembangunan kawasan agro wisata. Di wilayah Kecamatan Ulu Ere, 1300 dpl, yang dijadikan pusat pengembangan tanaman appel dan strawberry.
Sepanjang jalan beraspal sekitar 26 km dari Kota Bantaeng menuju Ulu Ere, kita dapat menikmati keasrian panorama alam pegunungan dengan puluhan bonto alias desa yang dikelilingi hamparan berbagai jenis tanaman buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan sekaligus aktivitas keseharian masyarakatnya sebagai petani wilayah pegunungan.
Di wilayah ini pun terdapat banyak obyek wisata tirta, berupa sumber mata air dan air terjun. Saat ini sudah ada lokasi outbound dan Loka Camp yang dilengkapi dengan penginapan untuk beristrahat di Kawasan Agro Wisata ini.
Dari ketinggian wilayah 1300 m dpl yang sejuk, dalam cuaca yang cerah kita dapat melihat betapa indahnya gelombang Laut Flores yang bagai untaian berjuta tali temali putih tak henti bergerak menggulung sepanjang bibir pantai selatan wilayah Kabupaten Bantaeng. Duh…. Indahnya panorama tiga dimensi – gunung, dataran dan lautan dipandang dari Kawasan Agrowisata, Ulu Ere, Bantaeng.
Sedangkan di sebelah selatan Kota Bantaeng berbatasan langsung dengan laut Flores. Sepanjang sekitar 21 km garis pantainya merupakan wilayah potensial, yang kini digunakan masyarakat nelayan mengembangkan budidaya tanaman rumput laut. Sebuah pabrik pengolahan ikan sudah hadir di sini sejak tahun 2009 dengan kapasitas produksi mencapai 40 ton surimi (sosis) setiap minggu.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan program The New Bantaeng, Pemkab Bantaeng sejak tahun 2009 pun telah mereklamasi pantai Kota Bantaeng seluas hampir 5 ha, untuk membangun berbagai kelengkapan sarana perkotaan tanpa menggusur lahan-lahan pertanian dalam kota. Di atas lahan reklamasi pantai yang berbiaya lebih Rp 16 miliar tersebut, mulai tahun 2011 sudah akan dibangun sebuah hotel berbintang 3, sport centre, business centre dan layanan publik.
Di ujung timur Pantai Kota Bantaeng, kini sedang dalam taraf perampungan pembangunan obyek wisata Pantai Korong Batu. Bibir Pantai yang mencolok sepanjang lebih 2 km ke arah Laut Flores tersebutkini telah ditata dengan pembuatan tanggul pantai, sarana olahraga pantai, pembangunan taman dan jalan dua jalur, tempat peristrahatan, serta pembangunan sebuah pasar skala modern.
Dalam rangka pembangunan dan perluasan wilayah Kota Bantaeng sebagai Kota Pusat Pemerintahan, Kota Jasa, Kota Industri dan Perdagangan, serta Kota Wisata, melalui program The New Bantaeng masih direncanakan untuk melakukan reklamasi Pantai Borkal (Borong-Kalukua) seluas 8 ha dan Pantai Seruni seluas 5 ha.
Di pantai Kota Bantaeng saat ini sedang dirampungkan pembangunan dan pemanfaatan Pelabuhan Mattoanging sebagai pelabuhan Peti Kemas (Container) dan kawasan pergudangan. Pelabuhan ini juga dipersiapkan untuk menjadi pelabuhan penumpang untuk rute pelayaran Bantaeng – Bali. Bahkan Pemkab Bantaeng sudah Merintis kerjasama dengan pihak Pelabuhan Karangasem, Bali untuk menjadikan kedua pelabuhan ini sebagai jalur suplay hasil hortikultura dan palawija Bantaeng ke Bali. Demikian sebaliknya, hasil dari Karangasem, Bali masuk melalui Pelabuhan Bantaeng.
Berbagai pelayanan kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi masalah khususnya di Kota Bantaeng, sejak dua tahun lebih kepemimpinan Nurdin Abdullah sebagai Bupati Bantaeng dapat dipacu untuk segera diatasi. Untuk penyediaan air bersih sudah berhasil dibuat Instalasi Penyediaan Air Bersih (IPA) Barua berdebit 20 liter/detik dengan biaya Rp 12 miliar di Pajukkukang yang merupakan wilayah Kawasan Industri Bantaeng. Demikian pula dengan pembangunan IPA di Dammo dengan kapasitas 15 liter/detik.
Guna mengatasi banjir yang setiap tahun menggenangi Kota Bantaeng, sudah dapat dihentikan dengan selesainya pembangunan Cek Dam Multiguna Bontosikuyu yang dimulai sejak tahun 2009 dengan dana Rp 14 miliar. Cek Dam ini telah dibuktikan mampu mengendalikan air yang mengalir pada musim penghujan dari wilayah pegunungan yang selama ini paling sedikit dua kali dalam setahun ‘mencuci rumah’ di Kota Bantaeng.
Kata Bantaeng saat ini, benar-benar sedang teracak-acak dengan berbagai kegiatan pembangunan sarana dan infrastruktur Kota ‘Baru’ Bantaeng. Sebuah pembangunan Rumah Susun Sederhana (Rusunawa) berbiaya Rp 15 miliar sedang dirampungkan di kota ini. Demikian pula pembangunan Rumah Sakit skala modern 8 lantai dengan pelayanan internasional dengan anggaran Rp 50 miliar. Pembangunan Kolam Renang, dan Gedung Serba Guna dengan biaya Rp 3 miliar sedang dalam tahap perampungan.
Berbagai langkah dan kebijakan Pemkab Bantaeng yang dilakukan dalam kepemimpinan H.M.Nurdin Abdullah dalam kurun sekitar dua tahun lebih di Kabupaten Bantaeng, sudah membuahkan hasil nyata sebagaimana data yang dirilis BPS belum lama ini, bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng mampu dipacu dari 5,10 persen dalam tahun 2008 menjadi 7,32 persen, bahkan diprediksi dapat mencapai 8,50 persen sampai akhir tahun 2010.
Inkam per kapita masyarakat Kabupaten Bantaeng yang tercatat Rp 5 juta pada tahun 2007, meningkat menjadi Rp 8,8 juta per kapita tahun 2009. Suatu capaian lonjakan pendapatan masyarakat yang luar biasa.
Pencapaian tersebut, menurut Bupati H.M.Nurdin Abdullah adalah merupakan hasil dari berbagai upaya strategis selama dua tahun terakhir yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Bantaeng dengan difasilitasi dan advokasi dari pemerintah daerah.
‘’Saya berharap dalam kepemimpinan saya sebagai Bupati Bantaeng sampai akhir jabatan nanti dapat menurunkan angka kemiskinan hingga sisa 10 persen. Justru setiap uang negara yang dialokasikan di daerah ini, Pemkab berupaya sekuat mungkin agar dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,’’ katanya.
Ketika Nurdin Abdullah dilantik jadi Bupati Bantaeng (6 Agustus 2008), tingkat kemiskinan penduduk Bantaeng yang berjumlah sekitar 170.000 jiwa berada di angka lebih dari 60 persen.
Namun begitu kenyataannya, Nurdin Abdullah menyatakan, dalam era reformasi sekarang para pemimpin pemerintahan harus mampu bersabar dan ikhlas bekerja untuk rakyat. Karena apapun kebaikan yang dilaksanakan pemerintah kepada rakyat saat ini, katanya, senantiasa tak luput dari sorotan.
Karena itu, menurut Nurdin Abdullah, pembangunan pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan keagamaan tetap juga menjadi skala prioritas dalam upaya pencapaian makro meningkatkan pendapatan sekaligus berdampak langsung bagi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam bidang keagamaan, distressing pada upaya menginternalisasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari guna terbentuknya masyarakat hidup aman, damai dan sejahtera.
Sepanjang jalan utama maupun jalan di Kota Bantaeng, sejak kepemimpinan Nurdin Abdullah sebagai Bupati Bantaeng, dipancang papan-papan bicara yang paten, berisi pesan-pesan agama yang universal menyejukkan jiwa menyemangati karsa. Di antaranya, kita petikkan pesan dari papan bicara itu : ‘’Jujur dan disiplin ciri kemuliaan, Kejujuran dambaan semua manusia, Sucikan diri dan harta anda dengan zakat, Puasa itu sehat, Kebersihan bagian dari iman.’’ Inilah satu-satunya kota di Sulawesi Selatan yang memasyarakatkan pesan keagamaan melalui papan-papan bicara.
lihat juga: eM-Nusa Report.blogspot.com