Kembang lotus — atau yang resmi disebut sebagai ‘nelumbo nucifera’ — merupakan bunga sakral yang pada umumnya tumbuh di daratan India. Dikenal juga sebagai “Kembang Hindu” atau “Bibit India” — kembang lotus terkenal akan keindahan serta bibit yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup selama ratusan tahun. Bibit tertua kembang ini yang pernah ditemui oleh para ilmuwan tercatat berusia 1300 tahun. Bayangkan saja — 1300 tahun! Lalu apa hubungannya dengan fiksi? Dalam kebudayaan India, kembang lotus diasosiasikan dengan kemurnian, keindahan, serta spiritualisme. Ada juga yang memuji kembang lotus sebagai kembang yang tumbuh di atas lumpur, namun tak pernah ternodai. Semua artian ini memiliki kaitan kuat dengan peran fiksi pendek di dunia sastra, maupun non-sastra. Fiksi pendek, apabila ditulis dan dituturkan dengan sempurna, mempunyai potensi untuk merubah hidup pembacanya. Itu adalah salah satu syarat utama dari fiksi pendek. Tidak seperti novel yang bertele-tele, atau fiksi mini yang kelewat singkat, fiksi pendek merupakan bentuk ideal dari sebuah cerita. Sebelum orang bisa menulis, mereka bercerita. Dan cerita-cerita itulah yang kemudian kita daur ulang dan ceritakan kembali ke anak-anak, cucu, bahkan cicit kita. Peran cerita begitu besar, begitu mendunia — hingga seringkali disepelekan. Lewat cerita, kita dapat mengenal alam di sekitar kita serta kehidupan yang disokongnya. Dan bagi para penulis, baik pemula maupun veteran, salah satu kunci penting untuk selalu produktif adalah dengan secara konstan menambah bahan bacaan. Ini juga yang direpresentasikan oleh kembang lotus dengan strukturnya yang kaya lapisan. Fiksi Lotus bukan badan penerbit, melainkan wadah sederhana yang sengaja disediakan untuk menampung karya-karya fiksi pendek klasik milik pengarang internasional. Di sini, setiap karya asing telah disadur ke dalam Bahasa Indonesia — baik itu yang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris, Rusia, Jerman, Jepang, atau lainnya. Sementara karya lokal tidak akan diedit ulang. (Semua karya-karya ini tidak untuk diperjual-belikan dalam bentuk apapun dan telah dilindungi hak ciptanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.) Diharapkan bahwa di Fiksi Lotus, baik cerpenis Indonesia maupun pembaca fiksi pendek Indonesia dapat mengakses karya-karya besar (dan kecil) yang telah berhasil atau akan merubah lanskap penulisan fiksi pendek dunia, seperti karya milik John Collier, Anton Chekhov, Raymond Carver, Shirley Jackson, dan masih banyak lainnya. Lebih dari itu, Fiksi Lotus pun menghadirkan koleksi esai dan wawancara -- baik dalam bentuk cuplikan ataupun yang eksklusif dipublikasikan untuk Fiksi Lotus -- dengan para penulis fiksi pendek (Tobias Wolff, Jhumpa Lahiri, Shih-Li Kow) , sebagai bentuk pembelajaran. Lantas, apa konteks ‘klasik’ di Fiksi Lotus? Karya-karya yang memiliki
impact besar adalah karya yang rata-rata dikategorikan sebagai ‘karya klasik.’ Apa itu berarti karya-karya yang diterbitkan di abad sebelumnya; atau karya-karya yang ditulis oleh pengarang legendaris? Sama sekali bukan. ‘Klasik’ di sini memiliki konteks yang lebih dalam: yaitu karya-karya yang berpotensi merubah hidup atau perspektif pembacanya terlepas dari unsur waktu, majalah atau koran yang menerbitkan, maupun si penulis itu sendiri. Di Fiksi Lotus, yang termasuk sebagai karya sastra bukanlah karya yang mengajak pembacanya berfilosofi ataupun karya yang menggambarkan dunia dalam imaji-imaji keren atau karya yang ‘njelimet’; melainkan karya yang begitu besar potensinya untuk merubah cara kita memandang hidup hingga akan selalu lekat di kepala, juga di hati. Oleh sebab itu, fiksi pendek yang ditampilkan di sini bisa saja baru diterbitkan tahun lalu, atau dua hari lalu atau seabad lalu — karena karya klasik adalah karya yang tak mengenal waktu. Karya mencerminkan budaya mencerminkan semangat mencerminkan hidup. Dan lewat sebuah karya, kita bisa merubah hidup seseorang. Selamat membaca! Kunjungi Fiksi Lotus di
http://fiksilotus.wordpress.com
KEMBALI KE ARTIKEL