Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Travelling = Belajar Toleransi

11 Februari 2014   21:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55 68 1
Mengutip status seorang Trinity Traveller pada Facebooknya

"Kenapa saya suka menyebar virus travelling? Karena makin banyak jalan2=makin open minded=makin toleran=dunia makin damai! (jadi kalo ada orang yang bigot dan picik, berarti kurang jalan2 dia) :)

SETUJU!!!

Bukan karena saya seorang traveller juga maka saya menyetujui apa yang dituliskan oleh Trinity Traveller, belajar adalah suatu proses manusia mencari tau, setelah itu memahami, dan sukur-sukur kalo dapat insight dari apa yang dipelajari.

Mengapa Travelling = belajar toleransi? pada saat kita keluar dari zona kita, pada saat itulah kita DITUNTUT untuk cepat tanggap dan menangkap kondisi yang ada disekitar untuk kita dapat survive. Mungkin ketika kita berada di zona yang sudah mengenal karakter kita dengan baik, kita dapat 'agak' semaunya dan orang lain cuma membatin 'ya... emang dia gitu sih, mau gimana lagi". Pada saat kita pergi jauh dari zona itu, apapun yang keluar dari kita belum tentu dapat diterima orang lain.

'Kalo orang gak bisa terima gue yang begini, ya itu masalah dia bukan masalah gue... ini gue apa adanya.' Jika prinsip ini kita pakai pada saat kita travelling, saya jamin pada detik berikutnya dia akan mengalami kesulitan. Kita memang HARUS punya prinsip dalam segala hal apalagi yang menyangkut diri kita, kita HARUS mempertahankan yang prinsip itu, karena prinsip adalah sebuah pengukuhan diri.

Akan tetapi PRINSIP dan MAU MENANG SENDIRI itu beda jauhhhhh, dalam sebuah perjalanan travelling kita harus punya PRINSIP yang kuat, apalagi jika perjalanan itu dilakukan secara independent, jika tidak bakal banyak kejadian yang menyulitkan. Misalkan bawa bekal untuk perjalanan 1 bulan cuma 5 juta, tapi saya pengen nginep di hotel bintang lima, itu sesuatu yang mustahil dilakukan. Maka saya akan menyesuaikan diri/toleransi dengan bekal saya, saya ngga akan ngotot untuk tinggal di hotel bintang 5, kecuali ada undangan khusus dari hotel tersebut.

itu baru contoh satu hal, banyak hal lain yang membutuhkan kompromi dari kita, antara lain adat budaya masyarakat setempat, teman seperjalanan, peraturan-peraturan suatu negara, kebiasaan-kebiasaan kita dan masyarakat disana. Makin kita sering jalan makin wawasan kita terbuka dan makin kita mau belajar memahami orang lain. Makin kita paham akan keberadaan kita dan orang lain... saat itulah toleransi itu muncul.

Sekali lagi toleransi BUKAN pasrah ngikutin, toleransi BUKAN terserah maunya apa, toleransi BUKAN ya udah lah. Toleransi adalah sikap memberikan pemahaman penuh pada orang lain untuk melakukan hal-hal diluar kebiasaan dan kemauan kita.

Toleransi beragama misalkan, kadang/sering kita membaca dan melihat orang men-judge orang lain yang berbeda agama sebagai mahluk yang paling berdosa. Apakah kita sudah benar dalam beragama? Apakah sebagai mahkuk beragama kita adalah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun? Dengan dalil ingin menyelamatkan iman orang lain, kita telah bertindak terlalu jauh dengan men-judge orang tersebut. Hanya Tuhan yang tau sejauh mana iman umatnya, sedalam apa dosa yang diperbuat umatnya. Kita sebagai sesama umat dan mahluk ciptaan Tuhan hanya bisa saling mengingatkan BUKAN menghakimi. Gimana kalo ngga mau diingatkan? Ya sudahlah, selama kita tidak terkait langsung itu bukan urusan kita. Gimana kalo tindakannya itu meresahkan masyarakat? Kita punya perangkat hukum lengkap kan... laporkan saja, biarkan alat hukum itu yang menghukum. Tidak perlu kita sebagai SESAMA ikut mengadili. Tapi saya salah satu perangkat hukum itu... Ya, Jalankan saja tugas anda HANYA sebagai alat hukum bukan sebagai SESAMA YANG MENGADILI.

Kembali ke topik pembicaraan, setelah melenceng dari topik dialinea sebelumnya... kenapa sih contohnya toleransi beragama? bukan yang lain? Agama/kepercayaan adalah hal yang paling dasar dari seorang manusia, dan ngga ada manusia yang ngga marah ketika agama/kepercayaannya di kutak-katik orang lain apalagi yang berbeda. Ketika dalam perjalanan kita akan menjumpai berbagai macam orang, berbagai macam kultur, berbagai macam problema, ini yang HARUS kita hadapi dengan sangat bijak dan hati-hati kalau kita ngga mau perjalanan itu kacau balau.

Dengan seringnya kita travelling itu membuat kita lebih dewasa dan sadar akan keberadaan diri kita, gimana cara menempatkan diri sehingga terhindar dari konflik dengan teman seperjalanan dan masyarakat di tempat itu, bagaimana menghindari konflik dengan hukum yang ada di tempat itu. Semakin banyak kita travelling semakin kita terlatih, dan akan membuat kita open mind. Membuka wawasan dengan selebar-lebarnya TANPA harus mengubah prinsip, yang harus dilakukan hanya menyelaraskan prinsip dengan keadaan. MENYELARASKAN beda dengan MENGUBAH. Contoh kongkritnya, ketika kita harus melakukan sesuatu tetapi di tempat itu melarang... ya jangan action ditempat umum, lakukan di tempat yang sedikit private atau cari tempat yang boleh, jangan ngotot harus... harus... kalo kita ngotot harus yang ada akan bermasalah.

Mungkin tulisan ini kurang mendalam pembahasannya... karena saya hanya bisa merasakan kapan saya bisa bertindak TOLERANSI dan kapan saya HARUS mempertahankan prinsip. Dan itu akan semakin terasah sensitivitasnya ketika kita sering travelling.

Orang yang tidak travelling bukan tidak ada yang punya toleransi, banyak orang yang tidak suka travelling tapi toleransinya sangat tinggi, dan juga bukan selalu yang travelling toleransinya setinggi itu. Tapi paling tidak dengan travelling itu melatih diri kita untuk membuka wawasan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun