Pernahkan anda menerima sesuatu, yang diluar dari perkiraan anda. Hadiah pemberian dari orang lain yang dianggap bentuk terima kasih atas sesuatu hal yang kita lakukan.  Hal atau sesuatu sebagai ungkapan terima kasih kita, sehingga kita ingin memberikan hadiah kepada orang lain atas jasanya?. Apa jadinya apabila bentuk hadiah tersebut menjadi suatu masalah besar dan menjadi tindak pidana. Gratifikasi adalah istilah yang populer  di kamus Hukum. Istilah gratifikasi dapat diartikan secara luas dan lebih mengisyaratkan pada bentuk praktik korupsi, kolusi dan nepotisme khususnya suap.Â
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pengecualian seseorang bebas dari tindak gratifikasi menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gratifikasi merupakan istilah yang digunakan bagi penegak hukum untuk menindak seseorang yang melakukan tindakan suap. Namun apa bedanya hadiah biasa dengan gratifikasi?.  Ada undang-undang yang mengatur hal tersebut dan lebih diperjelas secara khusus pegawai penyelenggara pemerintahÂ
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Contoh gratifikasi antara lain:
- Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif.
- Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan.
- Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas terhadap pelaku.
- Penyediaan biaya tambahan (fee) 10-20 persen dari nilai proyek.
- Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah.
- Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat.
- Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan.
- Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal).
- Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran.
- Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.
- Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.
- Pengurusan izin yang dipersulit.
KEMBALI KE ARTIKEL